Hingga hari keempat pencarian, Rabu (31/12), tim SAR gabungan yang dipimpin Badan SAR Nasional sudah menemukan tujuh jenazah dari lokasi jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 di Selat Karimata, di perairan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Ketujuh jenazah itu ditemukan oleh empat kapal pencari di Selat Karimata.
Penemuan mayat tersebar di lokasi yang agak berjauhan, sekitar 5 mil. Diduga karena terbawa ombak.
Dari tujuh jenazah itu, tiga di antaranya ditemukan KRI Bung Tomo. Tiga jenazah yang ditemukan Selasa (30/12) itu terdiri dari dua perempuan dan satu laki-laki.
Kemudian hari ini, Rabu (31/12), ada dua jenazah yang ditemukan KRI Yos Sudarso sekitar pukul 06.00 WIB. Adapun jenazah yang ditemukan di kapal ini adalah 1 anak laki-laki dengan jaket merah dan 1 perempuan yang diduga sebagai pramugari AirAsia.
Dugaan ini muncul dari nametag yang masih tersemat di seragam yang digunakan. Nama yang tertulis di nametag itu "Khairunisa Haidar". Perempuan itu juga mengenakan cincin di jari manis pada tangan sebelah kiri dan jam tangan Alexander Christie.
Sedangkan KRI Hasanudin menemukan jenazah 1 anak laki-laki dalam pencarian hari ini, sekitar pukul 06.40.
Adapun 1 jenazah lagi ditemukan oleh kapal Malaysia KD Lekir, dalam pencarian hari ini. Sekitar pukul 07.55, kapal ini menemukan laki-laki dengan kartu identitas berupa KTP dengan nama Kevin Alexander Sucipto dengan nomor KTP 3575040101940009. Pria itu juga diketahui membeli tiket pada 4 Mei 2014, dan tanggal lahir 1 Januari 1994.
Dua jenazah sudah dipindahkan ke Pangkalan Bun, yang kemudian diterbangkan ke Surabaya, Jawa Timur. Meski begitu, jenazah yang ditemukan masih harus melalui proses identifikasi oleh tim Disaster Victim Identification Mabes Polri
Rencananya, di Surabaya, akan dilakukan proses identifikasi oleh 25 dokter forensik dari tim Disaster Victim Identification Mabes Polri. Identifikasi dilakukan dengan mencocokkan data antemortem (data jenazah sebelum meninggal) dan data postmortem (data jenazah setelah meninggal).
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR