Kuda nil adalah mamalia darat terbesar ketiga setelah gajah dan badak. Namanya diambil dari bahasa Yunani kuno untuk kuda sungai. Kuda nil menghabiskan 16 jam di air setiap harinya dan hanya pergi ke daratan di malam hari untuk tidur. Mereka memakan rumput tropis lebih dari 200 kg setiap kali makan. Dan yang mereka makan pada akhirnya akan dikeluarkan kembali. Kotoran yang dihasilkan oleh kuda nil itulah yang merupakan bahan utama untuk ekosistem air Afrika.
Douglas McCauley dan koleganya memutuskan untuk mempelajari hal tersebut.
"Kami mulai memperhatikan kuda nil dan menyadari bahwa kotoran mereka adalah bagian yang penting dari kuda nil, dan nutrisi serta energi yang disebarkan melalui apa yang mereka makan dan kotoran yang mereka keluarkan," ujarnya.
McCauley adalah asisten professor ekologi, evolusi dan biologi kelautan di University of California Santa Barbara. Ia mengatakan kuda nil melintasi batas-batas ekosistem.
"Singgah di antara dua alam yang berbeda, antara daratan dan air, artinya ada banyak vektor nutrisi penting. Karena mereka memakan banyak di daratan dan kemudian membawanya ke air, baik itu ke danau atau ke sungai, dan kemudian mengeluarkan kotoran di air. Dan ketika diteliti ada banyak materi dan energi serta nutrisi dari pupuk alami seperti ini yang berpindah dari dua alam itu," ujarnya.
Jadi, setiap kuda nil memberikan kontribusi sebesar 60.000 kg kotoran ke danau dan sungai Afrika setiap tahunnya.
"Kuda nil adalah hewan yang besar," ujarnya, "Beratnya bisa mencapai 1.800 sampai 3.600 kg. Wajar kalau kuda nil punya nafsu makan yang besar. Kalau dilihat di seluruh benua Afrika dan dengan perkiraan jumlah kuda nil di seluruh penjuru Afrika, artinya ada jutaan kilogram kotoran."
Sekarang kita paham seberapa banyak jumlah kotoran yang dihasilkan oleh kuda nil. Tapi tahukah Anda bahwa kotoran kuda nil seperti jerami?
"Makanan yang sebagian besar mereka konsumsi adalah rumput, yang kurang lebih berbentuk seperti jerami. Banyak rumput Afrika yang digunakan sebagai jerami dan pakan ternak di tempat seperti Amerika. Jadi mereka punya bibir yang mereka gunakan seperti mesin pemotong rumput untuk memakan rumput-rumput pendek. Dan sepertinya rumput-rumput ini juga pendek agar bisa diakses oleh kuda nil ini," kata McCauley.
McCauley mengatakan kotoran bahkan juga digunakan sebagai alat komunikasi.
"Mereka menggunakan kotoran sebagai sinyal di antara mereka. Jadi seekor hewan jantan membuang kotoran di tempat yang didominasi oleh hewan jantan. Mereka juga melemparkan kotoran ini dengan ekor mereka yang berbentuk seperti dayung."
Tapi yang terpenting tentang kotoran kuda nil adalah tempatnya di rantai makanan.
"Ada banyak bahan yang baik di kotoran kuda nil. Ada banyak nitrogen, karbon dan bahkan sedikit fosfor. Dan sebagian nutrisi ini tidak banyak ditemukan di air. Jadi lewat kotorannya, kuda nil menyediakan bahan-bahan tersebut ke sungai. Dan kelihatannya banyak hewan di air yang senang menerima bahan-bahan itu. Beberapa di antaranya memakan kotoran kuda nil langsung dan beberapa lainnya, seperti ikan, akan memakan serangga yang menyambung hidupnya dengan memakan kotoran kuda nil," ujarnya.
McCauley menggambarkan kotoran kuda nil sebagai sumber kehidupan di sungai dan danau Afrika. Tapi ia mengatakan bila aliran air terlalu dangkal, kotoran itu bisa memenuhi ekosistem dan menjadi polutan. Terlalu banyak air, maka bahan-bahan yang terkandung di kotoran kuda nil akan larut.
Tapi sementara para peneliti mempelajari lebih dalam tentang pentingnya kuda nil, jumlah kuda nil semakin berkurang.
"Kuda nil semakin berkurang di Afrika sub-Sahara. Dalam beberapa dekade terakhir, kita melihat penurunan jumlah kuda nil sekitar 10 sampai 20 persen. Dan selain itu mereka kini hanya ditemukan di beberapa tempat. Ada beberapa negara yang betul-betul sudah kehilangan kuda nil, Mesir contohnya. Kuda nil dulu menjadi simbol dewa. Kuda nil dulu adalah dewa kelahiran di Mesir. Hal itu bisa dilihat dari gambar-gambar kuda nil di jimat dan tongkat dan pedang," ujarnya.
McCauley mengatakan manusia bertanggungjawab atas semakin berkurangnya populasi kuda nil akibat perburuan dan semakin luasnya penyebaran populasi manusia.
"Mereka harus punya air. Dan semua orang juga menginginkan air. Jadi sangat sial bila nasib hewan bergantung pada air karena mereka harus bersaing dengan manusia. Bila bersaing dengan manusia, hewan biasanya kalah. Orang-orang menginginkan air dari sungai dan danau untuk membangun kota, untuk membantu mendinginkan turbin atau membendung sungai," ujarnya.
Kuda nil diperkirakan membunuh 3.000 orang setiap tahunnya. Mereka bisa menyerang, contohnya, kalau manusia terlalu dekat dengan ibu dan anaknya.
McCauley mengatakan manajemen air harus ditangani dengan baik, untuk manusia dan untuk satwa liar. Ia mengatakan bila ditangani dengan cerdik, akan ada cukup banyak air, dan ia menambahkan bahwa nasib manusia, satwa liar dan ekosistem terkait erat.
Penelitian ini dipublikasikan di jurnal Ecosphere.
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR