Seringkali orangtua lupa memperlakukan anak dengan cara membentaknya. Entah karena anak nakal, tidak mau makan atau karena berbuat sesuatu yang mengancam keselamatannya. Alih-alih sebagai respons kekhawatiran, orangtua lantas memarahi anak sambil membentaknya dan berteriak. Padahal, kebiasaan seperti ini ternyata memiliki dampak buruk pada otak jika anak suka dibentak.
“Otak itu bekerja bukan hanya secara struktural, melainkan ada listriknya, ada hormonalnya. Ketika anak belajar neuronnya menyambung, berdekatan, antar-neuron semakin lama semakin kuat, sistem hormonal juga bekerja," jelas Amir Zuhdi, Dokter ahli ilmu otak dari Neuroscience Indonesia saat ditemui seusai Festival Kabupaten/Kota Layak Anak di Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (7/11),
Menurut Amir, ketika orangtua membentak anak, anak akan merasa ketakutan. Nah, ketika muncul rasa takut, produksi hormon kortisol di otak anak akan meningkat. Lebih lanjut, pada anak-anak, tingginya hormon kortisol itu akan memutuskan sambungan neuron atau sel-sel di otak. Selain itu, akan terjadi percepatan kematian neuron atau apoptosis.
Lalu, apa akibatnya jika neuron terganggu?
Amir mengungkapkan, banyak hal yang bisa terjadi soal dampak buruk suka membentak anak. Seperti proses berpikir anak menjadi terganggu, sulit mengambil keputusan, anak tidak bisa menerima informasi dengan baik, tidak bisa membuat perencanaan, hingga akhirnya tidak memiliki kepercayaan diri.
"Neuron ini kan isinya file-file. Kalau dalam jumlah banyak (kematian neuron), dia jadi lelet," kata Amir.
Amir menjelaskan, bagian otak anak yang pertama kali tumbuh adalah bagian otak yang berkaitan dengan emosi. Dalam bagian itu, paling besar adalah wilayah emosi takut. Itulah mengapa saat anak-anak akan mudah merasa takut.
Semakin sering dibentak dengan keras dan membuat anak takut, semakin tinggi pula kerusakan pada neuron. Menurut Amir, orangtua juga harus bisa mengelola emosi. Ketika anak berbuat salah, katakan salah dengan memberi pengertian tanpa membentak-bentak.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR