Perdagangan komersial trenggiling dan bagian-bagian tubuhnya kini dilarang. Keputusan ini merupakan hasil dari pertemuan Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Langka Flora dan Fauna Liar (CITES) minggu ini di Afrika Selatan.
Pertemuan yang dihadiri sekitar 3.000 perwakilan pemerintah dan konservasionis dari negara-negara di dunia tersebut bertujuan untuk mendiskusikan cara terbaik untuk melindungi spesies liar langka.
“Keputusan ini akan memberikan kesempatan bagi trenggiling untuk berjuang menyelamatkan spesiesnya,” kata Sue Lieberman, wakil presiden kebijakan internasional Wildlife Conservation Society, organisasi nirlaba yang berbasis di New York.
Dalam pertemuan itu, para peserta sepakat untuk memberikan kedelapan spesies trenggiling Asia dan Afrika tingkat perlindungan tertinggi dengan melarang perdagangan sepenuhnya.
Trenggiling merupakan hewan pemalu dengan tubuh dipenuhi sisik dan lidah lengket untuk menjilat semut dan rayap. Ketika merasa terancam, trenggiling bukannya berusa lari menyelamatkan diri, melainkan menggulung tubuhnya mejadi bentuk bola, hal ini tentu tidak menguntungkan jika hewan tersebut berhadapan dengan manusia pemburu trenggiling.
Di Afrika, trenggiling biasa diburu untuk diambil dagingnya, tetapi lebih sering diburu untuk memenuhi permintaan pasar Vietnam dan tiongkok terhadap sisiknya untuk dijadikan koleksi. Sebagian orang di kedua negara ini juga mengkonsumsi daging trenggiling dan menggunakan sisiknya sebagai obat tradisional. Bahkan ada sebuah menu makanan yang disebut sup janin trenggiling, yang dianggap dapat meningkatkan kejantanan pria.
Tingginya permintaan pasar membuat perburuan kedelapan spesies trenggiling berada di tingkat yang mengkhawatirkan. Menurut ahli alam liar, hampir sejuta trenggiling diperdagangkan selama dekade terakhir.
Tak ada seorang pun tahu pasti berapa trenggiling yang kini tersisa di alam liar, tetapi International Union for the Conservation of Nature (IUCN) mencantumkan kedelapan spesies trenggiling dalam daftar spesies terancam punah. Trenggiling juga harus menghadapi ancaman kehilangan habitat dan tingkat reproduksi yang rendah: betinanya hanya menghasilkan satu anak per tahun.
Dengan adanya larangan perdagangan ini, muncul harapan baru bagi kelestarian trenggiling. Kuncinya, negara-negara harus mengimplementasikan keputusan itu dan konsisten menegakkan hukum bagi para pelanggarnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR