“Naga” ini punya kemampuan luar biasa dalam melahap hampir apa saja yang bisa masuk ke perut mereka. Makanan mereka mencakup binatang kecil yang tak ber-tulang punggung, krustasea dan amfibi hingga mamalia yang lebih besar, serta burung dan telurnya. Mereka bahkan memakan biawak lainnya.
Berhubung stres kadang membuat biawak air memuntahkan isi perutnya, kami mendapat kesempatan untuk bisa membuat pengamatan oportunis mengenai pola makan mereka. Kami menemukan beberapa hal yang benar-benar mengejutkan, dari sampah manusia seperti bungkus mie instan hingga duri landak yang sangat keras dan tajam yang begitu mudahnya merobek kulit manusia dan menghalangi hampir semua predator.
Musang Melayu lebih suka hutan ketimbang perkebunan kelapa sawit. Joshua Twining, Author provided
Pola makan yang tidak biasa inilah yang memungkinkan biawak air bertahan hidup di tanah perkebunan kelapa sawit. Di hutan alami yang mengelilingi perkebunan, mereka menghadapi persaingan dari mamalia predator dan pemakan bangkai seperti beruang madu, berang-berang, musang, dan luwak. Di sana, biawak air hanya ditemukan dalam jumlah kecil dan ukurannya jauh lebih kecil.
Namun mamalia-mamalia tersebut sulit bertahan hidup di perkebunan. Kurangnya tutupan membuat suhu udara meningkat dan keragaman tanaman yang rendah memengaruhi rantai makanan. Kadal tentu saja tahan panas, dan adanya makanan tambahan dari sampah manusia membuat biawak air bisa bertahan, tumbuh mencapai ukuran yang mengerikan dan jumlah yang besar.
Lanskap yang dipenuhi kadal raksasa yang berkeliaran, segera saja menjadi ajang pertarungan. Tidak seperti kadal kecil yang menyelesaikan perselisihan mereka dengan lambaian tangan halus, kibasan ekor, atau kepakan dewlap (kulit leher), biawak air menggunakan cara yang lebih kuno: berkelahi. Mereka berdiri dengan kaki belakang mereka yang berotot, perut bertemu perut dan bergulat, mereka mencabik, mencakar, menggigit, dan menyerang, hingga salah satunya menyerah.
Baca juga: 8 Aksi Sederhana untuk Membantu Pelestarian Satwa Liar
“Kelangsungan hidup yang paling kuat” inilah yang mendorong spesies jantan mencapai ukuran yang luar biasa. Namun ini juga salah satu alasan mengapa habitat yang rusak seperti kebun sawit bisa menjadi perangkap ekologis.
Ketersediaan makanan yang mudah dari lokasi sampah manusia atau hewan peliharaan menarik lebih banyak biawak jantan, menghasilkan rasio seks yang sangat tidak seimbang. Meningkatnya kompetisi untuk tempat utama di perkebunan berarti mereka menghabiskan banyak energi, dan menghadapi risiko cedera serius untuk mempertahankan wilayah dan berkelahi dengan pejantan lainnya. Meningkatnya beban parasit karena populasi yang padat mengurangi kebugaran keseluruhan individu, dan di samping beban energi bagi biawak dewasa, meningkatnya kepadatan spesies yang memangsa remaja, sangat mengurangi kesempatan spesies muda mencapai usia dewasa.
Saat ini, kadal raksasa ini tampak sehat. Dari semua hewan besar pemakan bangkai asli Kalimantan, mereka adalah spesies satu-satunya yang telah sukses beradaptasi dengan perkebunan. Namun dalam jangka panjang, kulminasi dari efek samping mungkin dapat membuat biawak air bernasib sama dengan beruang dan mamalia lainnya yang dulu menghuni ruang yang kini didominasi oleh kelapa sawit.
Sumber asli artikel ini dari .
Penulis | : | |
Editor | : | Ema Indah Ruhana |
KOMENTAR