Menurut Thomas, “Keunggulan OBNAS yang utama adalah posisi di dekat ekuator dan langkanya observatorium besar di Asia Tenggara. OBNAS akan mendorong kerjasama antarpeneliti Indonesia dan mancanegara. Pengamatan bersama observatorium global untuk suatu objek yang perlu diamati secara terus menerus akan menempatkan OBNAS di NTT akan memberi kontribusi besar secara global”.
Dengan fasilitas pengamatan yang ada, berbagai penelitian seperti studi benda kecil di Tata Surya, fotometri dan spektroskopi planet di Tata Surya dan exoplanet, pengamatan bintang variabel dan bintang eksotis, pembentukan dan evolusi gugus bintang, struktur dan dinamika galaksi, serta studi galaksi aktif yang memiliki lubang hitam di dalamnya.
Studi benda kecil dalam tata surya dalam hal ini asteroid sangat penting mengingat banyaknya objek-objek dekat Bumi yang berpotensi untuk berpapasan dekat dan jatuh ke Bumi. Pemantauan asteroid yang berkelanjutan penting terutama untuk wilayah khatulistiwa yang belum ada observatorium modern.
Selain asteroid, penelitian planet-planet di Tata Surya maupun di bintang lain penting untuk bisa memahami pembentukan planet serta memahami karakteristik fisik dari sistem keplanetan yang masing-masing memiliki keunikan. Untuk itu, pengamatan dengan metode transit bisa dilakukan dari OBNAS.
“Teleskop OBNAS cocok untuk pengamatan lanjutan dari teleskop besar yang akan datang, misalnya LSST (The Large Synoptic Survey Telescope), GMT (Giant Magellan Telescope), TMT (Thirty Meter Telescope), dll. Karena itu kerja sama dengan observatorium lain akan jadi prioritas”, kata Taufiq Hidayat dari Astronomi ITB dan Observatorium Bosscha.
OBNAS Timau juga akan menyediakan layanan efemeris terkait posisi benda langit sebagai fungsi waktu, dalam bentuk publikasi almanak astronomi nasional secara berkala. Untuk saat ini, layanan efemeris dalam bentuk almanak astronomi bisa diakses di situs U.S. Nautical Almanac Office, United States Naval Observatory (USNO). Kegiatan ini kelak dapat diperluas dengan pengembangan teknik pengamatan hilal (sabit tipis Bulan) serta koordinasi jejaring pengamatan nasional. Salah satunya pengembangan pengamatan bersama BMKG terkait riset cuaca, iklim, dan kegempaan. Salah satu usulan terkait pengembangan pemanfataan OBNAS dari UNDANA (Universitas Nusa Cendana) di Kupang adalah pengamatan exoplanet, implementasi fisika citra pada teleskop, remote controlling dan automation, riset Shack-Hartmann wavefront sensor, riset teknik koreksi cermin teleskop secara elektromagnetik, dan aktivitas Matahari.
Dengan kapasitas teleskop yang ada baik termasuk teleskop kecil, potensi untuk melakukan pengamatan benda transien juga cukup tinggi. Sampai dengan awal tahun 2016, tercatat ada 12000 benda transien yang terdeteksi dengan laju puluhan transien setiap malam. Dari data yang ada, hanya 10% yang dipelajari lewat spektroskopi. Dengan demikian, OBNAS Timau juga bisa ikut berkontribusi dalam penemuan supernova.
OBNAS Timau sudah memasuki masa pembangunan dan direncanakan akan melakukan penerimaan cahaya pertama atau first light pada akhir tahun 2019 atau awal tahun 2020.
“Pengembangan astronomi merupakan langkah penting, karena teknologi antariksa adalah suatu hal yang mutlak dikuasai saat ini, termasuk di Indonesia. Astronomi adalah sains dasar yang melandasi penguasaan teknologi antariksa. Astronomi pun adalah sains yang mampu menginspirasi generasi muda dengan pertanyaan-pertanyaan yang menantang untuk dieksplorasi," pungkas Thomas.
Sumber asli artikel dari langitselatan.com. Baca artikel sumber.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR