bahwa mereka membeli dari bangsa lain benar adanya: mulai dari ayam, lada hitam, dan vanili dari India dan Indonesia.
Baca Juga: Merapah Rempah: Upah, Darah, dan Budak-budak Sepanjang Jalur Rempah
Baca Juga: Merapah Rempah: Rumphius dan Riwayat Kacang Tanah di Nusantara
Baca Juga: Merapah Rempah: Cerita Bahtera-bahtera Kuno di Dasar Samudra Kita
Baca Juga: Merapah Rempah: Sejumput Cengkih Maluku di Rumah Tuan Puzurum
Philipp Stockhammer, seorang arkeolog di Ludwig Maximilian University of Munich, terlibat dalam penelitian ini. Dia mengatakan bahwa pemikiran awal tentang Mediterania kuno yang hanya mendapatkan dan mengonsumsi makanan secara
lokal, ternyata terbantahkan. “Mereka juga sudah melakukan impor bahkan sejak zaman Perunggu,” kata Philipp.
Dia juga menerangkan, sampel dari beberapa plak gigi yang diteliti memberikan bukti bahwa mereka memakan kedelai dan kunyit berwarna jingga cerah. Menurut para peneliti, kedelai dan kunyit merupakan tanaman asli Asia Selatan dan Asia Timur. Para arkeolog juga mengatakan bahwa kedelai dan kunyit bukanlah jenis bahan makanan yang umum berada di dapur dan meja makan orang-orang di Mediterania kuno.
Kembali ke Indonesia. Minimnya sumber-sumber tertulis terkait asal-usul dan cerita penggunaan kunyit cukup menyulitkan para peneliti. Khususnya, proses penelitian dan pencarian pengetahuan akan perjalanan sejarah masyarakat. Apalagi, ketika kita berada dalam konteks mencari fakta dalam setiap kisah melalui “Jalur Rempah”.
Pasalnya, kunyit merupakan rempah yang secara pasti selalu ada dalam setiap aspek kehidupan masyarakat kita. Kunyit hadir dalam aspek kuliner, bahan pengobatan tradisional hingga rital-ritual kepercayaan. Dialah Si Rempah Emas!
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR