Nationalgeographic.co.id—Para ilmuwan akhirnya mengajukan pertanyaan lama tentang peran orbit Bumi dalam mendorong siklus zaman es global.
Dalam sebuah studi baru yang diterbitkan di jurnal Science pada 26 Mei 2022 berjudul Persistent influence of precession on northern ice sheet variability since the early Pleistocene, tim dari Universitas Cardiff telah mampu menunjukkan dengan tepat bagaimana kemiringan dan goyangan Bumi saat mengorbit di sekitar Matahari telah memengaruhi pencairan lapisan es di Belahan Bumi Utara selama 2 juta tahun terakhir atau lebih.
Para ilmuwan telah lama menyadari bahwa lapisan es besar di Belahan Bumi Utara yang membesar dan memudar disebabkan oleh perubahan geometri orbit Bumi yang mengelilingi Matahari. Hal ini dipengaruhi oleh dua aspek geometri bumi yaitu kemiringan dan presesi.
Kemiringan adalah sudut kemiringan Bumi saat mengelilingi Matahari dan merupakan alasan mengapa kita memiliki musim yang berbeda.
Presesi adalah bagaimana Bumi bergoyang saat berotasi, seperti bagian atas yang berputar sedikit di luar pusatnya. Sudut goyangan ini menyebabkan Belahan Bumi Utara dan Selatan seringkali bergantian berada di posisi yang paling dekat dengan Matahari. Kondisi seperti ini diperkirakan setiap 10.000 tahun satu belahan bumi akan mengalami musim panas yang lebih hangat dibandingkan dengan yang lainnya, sebelum beralih.
Para ilmuwan telah menentukan bahwa selama sekitar satu juta tahun terakhir, efek gabungan dari kemiringan dan presesi pada lapisan es Belahan Bumi Utara semakin membuatnya menipis. Hal ini terjadi melalui interaksi yang rumit dalam sistem iklim, dalam siklus zaman es yang berlangsung sekitar 100 ribu tahun.
Namun, sebelum 1 juta tahun yang lalu, dalam periode yang dikenal sebagai Pleistosen awal, durasi siklus zaman es hanya dikendalikan oleh kemiringan dan siklus zaman es ini hampir tepat 41.000 tahun. Selama beberapa dekade, para ilmuwan bingung mengapa presesi tidak memainkan peran yang lebih penting dalam mendorong siklus zaman es selama periode ini.
Dalam studi baru mereka, tim Universitas Cardiff mengungkapkan bukti baru yang menunjukkan bahwa presesi ternyata juga turut berperan selama Pleistosen awal.
Hasil mereka menunjukkan bahwa musim panas yang lebih intens, didorong oleh presesi, selalu menyebabkan lapisan es di belahan bumi utara mencair. Tetapi sebelum 1 juta tahun yang lalu, peristiwa ini tidak terlalu merusak dan tidak menyebabkan runtuhnya lapisan es secara keseluruhan.
Baca Juga: Astronom Konfirmasi Asteroid Berdiameter 1 Kilometer Dalam Orbit Bumi
Baca Juga: Berubahnya Orbit Bumi Saat Membeku Total, Kehidupan Bermunculan
Baca Juga: Orbit Bumi Berbelok, Jupiter dan Venus Dinilai Sebagai Penyebabnya
Baca Juga: Kehidupan Tak Terduga Ditemukan Jauh di Bawah Lapisan Es Antarktika
Baca Juga: Pergeseran Tektonik di Samudra Selatan Memicu Pendinginan Mendadak
"Lapisan es Pleistosen awal di belahan bumi utara lebih kecil daripada rekan-rekan mereka yang lebih baru, dan terbatas pada garis lintang yang lebih tinggi di mana efek kemiringan mendominasi atas Presesi. Ini mungkin menjelaskan mengapa kita membutuhkan waktu lama untuk menemukan bukti gaya presesi selama Pleistosen awal.” tutur penulis utama studi, Profesor Stephen Barker, dari Sekolah Ilmu Bumi dan Lingkungan Universitas Cardiff.
Ia juga menambahkan, "Temuan ini adalah puncak dari upaya besar, yang melibatkan lebih dari 12 tahun kerja keras di laboratorium untuk memproses hampir 10.000 sampel dan pengembangan berbagai pendekatan analitis baru. Berkat ini, kami akhirnya dapat menghentikan masalah lama dalam paleoklimatologi dan akhirnya berkontribusi pada pemahaman yang lebih baik tentang sistem iklim bumi.”
"Meningkatkan pemahaman kita tentang dinamika iklim Bumi, bahkan di masa lalu yang terpencil, sangat penting jika kita berharap untuk memprediksi perubahan selama abad berikutnya dan seterusnya. Perubahan yang sedang berlangsung mungkin buatan manusia, tetapi hanya ada satu sistem iklim dan kita perlu memahaminya." pungkas Barker.
Source | : | Phys.org |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR