Nationalgeographic.co.id - Beberapa tahun terakhir, ketertarikan pada pola makan nabati dan pengurangan limbah makanan semakin meningkat. Banyak orang mencari cara-cara kreatif untuk menggunakan setiap bagian dari sayuran dan buah-buahan mereka.
Sekarang ilmuwan menunjukan bahwa kulit pisang tidak selalu menjadi sampah atau kompos. Kulit pisang bisa dijadikan tepung dan menjadi adonan kue untuk membuat kukis yang lebih sehat.
Para peneliti melaporkan temuan mereka di ACS Food Science & Technology yang merupakan jurnal akses terbuka. Makalah tersebut bisa didapatkan secara daring dengan judul "Effect of the Addition of Banana Peel Flour on the Shelf Life and Antioxidant Properties of Cookies."
Seperti diketahui, kulit pisang adalah salah satu limbah yang telah dicoba oleh koki dan juru masak rumahan. Akan tetapi kulit pisang sangat berserat, membuatnya tidak enak untuk dimakan mentah.
Pada penelitian ini, para ilmuwan menemukan bahwa mereka dapat menggiling kulit pisang menjadi tepung yang kaya akan serat. Kandungannya seperti magnesium, potasium, dan senyawa antioksidan.
Dan ketika tepung terigu dalam jumlah kecil dalam roti dan kue diganti dengan tepung baru, makanan yang dipanggang lebih bergizi dan memiliki rasa yang dapat diterima.
Dalam uji rasa, kue yang diperkaya dengan beberapa tepung kulit pisang lebih memuaskan daripada yang dipanggang dengan tepung terigu saja.
Namun, eksperimen serupa belum banyak dilakukan dengan kukis. Oleh karena itu, Faizan Ahmad dan rekan-rekannya ingin mengganti sebagian tepung terigu dalam kukis dengan tepung kulit pisang. Mereka kemudian menilai kualitas gizi kue, stabilitas rak, dan penerimaan konsumen.
"Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penambahan tepung kulit pisang terhadap sifat nutrisi dan antioksidan kukis yang dibuat dengan tepung terigu," tulis peneliti dalam makalah.
Untuk membuat tepung kulit pisang, para peneliti mengupas pisang yang sudah matang dan tidak rusak. Kulit pisang kemudian direbus, dikeringkan, dan digiling menjadi bubuk halus.
Baca Juga: Akibat Jamur Pembawa Penyakit Ini, Buah Pisang Terancam Punah
Baca Juga: Berkah di Balik Limbah: Pengawetan Buah-buahan Lewat Kitosan
Baca Juga: Makanan Pokok, Sejak Kapan Manusia Makan Karbohidrat Seperti Nasi?
Mereka mencampur jumlah yang berbeda dari bubuk dengan mentega, susu bubuk skim, gula bubuk, minyak sayur, dan tepung terigu, menciptakan lima kelompok kukis, dan memanggangnya.
Peningkatan jumlah tepung kulit pisang dari 0 menjadi 15 persen dalam kelompok kukis menghasilkan produk yang lebih coklat dan lebih keras. Hal itu mungkin disebabkan oleh peningkatan kandungan serat dari kulit pisang.
"Kukis disiapkan dengan mengganti 7,5; 10; 12,5, dan 15 persen tepung gandum dengan tepung kulit pisang dan dibandingkan dengan sampel kontrol," tulis peneliti.
Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang nyata pada kadar air, protein, lemak kasar, dan kadar abu. "Kadar air dan kadar abu tertinggi terdapat pada kukis dengan penambahan tepung kulit pisang sebesar 15 persen, sedangkan kadar protein dan lemak kasar tertinggi terdapat pada kukis kontrol," tulis peneliti.
Selain itu, cookies dengan tepung kulit pisang lebih menyehatkan, memiliki lebih sedikit lemak dan protein. Kemudian jumlah fenol yang lebih tinggi dan aktivitas antioksidan yang lebih baik daripada yang konvensional.
Panel terlatih menentukan bahwa kukis dengan substitusi tepung kulit pisang terkecil sekira 7,5 persen, memiliki tekstur terbaik dan penerimaan keseluruhan tertinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya.
Kelompok ini juga disimpan dengan baik selama tiga bulan pada suhu kamar, rasanya sama dengan versi gandum saja setelah periode penyimpanan yang lama.
Karena kukis dapat diperkaya dengan beberapa tepung kulit pisang tanpa memengaruhi penerimaan konsumennya, para peneliti mengatakan penambahan ini dapat membuat makanan yang dipanggang ini lebih bergizi.
Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo
Source | : | ACS Food Science & Technology |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR