Baca Juga: Penemuan Jasad Bangsawan Khuwy: Sejarah Mumi Mesir Perlu Ditulis Ulang
Tidak selalu mudah untuk mendapatkan mumi, sehingga para pedagang Timur yang kurang teliti memutuskan untuk membuatnya sendiri. Namun para apoteker bisa melihat perbedaannya.
Guy de La Fontaine pada tahun 1564, setelah perjalanannya ke Alexandria untuk mendapatkan obat tersebut, pernah mengeluhkan hal ini. Dia menemukan masalah bahwa dalam banyak kasus, mumi-mumi yang ditawarkan adalah mayat modern yang diperlakukan menyerupai mumi kuno. Sebuah perbedaan kemudian ditarik antara mumiya primer atau benar dan mumiya sekunder atau palsu.
Proses mengubah manusia yang baru saja meninggal menjadi faksimili persuasif mumi Mesir kuno ini adalah proses yang tidak menyenangkan. Luis de Urreta, seorang biarawan Spanyol di Ordo Dominika, pernah menjelaskan kengerian ini dalam karya tulisnya yang berjudul Historia de los reynos de la Etiopía (Sejarah Kerajaan Etiopia) yang ia buat pada tahun 1610.
Biarawan tersebut memberikan penjelasan rinci tentang metode pembunuhan dan kejam untuk membuat mumi baru. Prosedurnya terdiri dari berulang kali membuat tawanan kelaparan dan memberinya "obat" khusus sebelum memenggal kepalanya saat dia tidur. Jenazah kemudian dikuras darahnya, diisi rempah-rempah, dibungkus jerami, dan dikubur selama 15 hari.
Setelah organ dan darahnya dikeluarkan dan diganti rempah-rempah, jasad tersebut dikeringkan di bawah sinar matahari selama 24 jam. Pada akhir proses yang mengerikan ini, daging telah menjadi gelap dan berubah. Biarawan tersebut menggambarkannya sebagai tidak hanya lebih bersih dan lebih halus daripada mumi kuno tetapi juga lebih efektif.
Bagaimanapun, tidak semua orang memuji mumiya sebagai obat, terlepas dari apakah itu "benar" atau "salah." Pada awal tahun 1582, orang Prancis bernama Ambroise Paré menulis dalam Discours de la mumie, “efek obat jahat ini tidak hanya tidak melakukan apa pun untuk memperbaiki pasien, seperti yang telah saya lihat sendiri dalam banyak kesempatan di antara mereka yang dipaksa meminumnya, tetapi juga menyebabkan mereka sakit perut yang parah, bau busuk di mulut, dan muntah yang hebat, yang merupakan sumber gangguan dalam darah...”
Pada masa yang tak masuk akal tersebut, Eropa telah diselimuti oleh era "kegilaan mumi". Apakah digiling sebagai obat ataupun dipajang di 'pesta-pesar terbuka', mumi-mumi Mesir telah membuat orang-orang Eropa tersebut, sehingga menimbulkan apa yang dikenal sebagai Egyptomania atau kegandrungan terhadap segala hal yang berbau Mesir kuno.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR