Nationalgeographic.co.id—Kanibalisme dipandang sadis dan tak bermoral. Ada orang yang memilih untuk memakan manusia lain karena preferensi alih-alih keputusasaan. Banyak yang melakukannya demi memenuhi kepuasan seksual yang menyimpang, seperti dalam kasus pembunuh berantai Jeffrey Dahmer dan Andrei Chikitilo. Mendapatkan reputasi yang mengerikan, mereka yang memilih kanibalisme karena keinginan daripada kebutuhan. Tidak jarang, pelakunya dijauhi dari masyarakat dan dijatuhi hukuman setimpal. Namun, ada beberapa kisah kanibalisme memilukan demi bertahan hidup.
Rakit Méduse
Pada tahun 1816, French Frigate Méduse kandas 100 kilometer di lepas pantai Mauritania. Awak kapal berjumlah sekitar 400 orang, tetapi hanya ada ruang untuk 250 orang di sekoci. “Pria yang tersisa dan seorang wanita berusaha melakukan perjalanan ke pantai Afrika dengan rakit besar,” ungkap Greg Meyer di laman The Collector.
Awalnya, sekoci menarik rakit, tetapi setelah hanya beberapa kilometer, seseorang membuat keputusan yang menentukan untuk memotong tali. Maka rakit pun terapung-apung.
Makanan yang tersisa di rakit sangat sedikit. Satu-satunya makanan adalah sekantong biskuit yang dikonsumsi pada hari pertama. Bahkan, satu-satunya tong air terlempar ke laut selama perkelahian. “Dan yang tersisa untuk diminum hanyalah enam tong anggur,” Meyer menambahkan.
Kekacauan terjadi pada hari pertama dan perkelahian pun tidak dapat dihindari. Pada akhir hari pertama, 20 orang telah terlempar ke laut atau bunuh diri. Cuaca badai mengancam dan ombak menggulung sisi rakit turut menyeret korban yang malang ke kehancuran mereka. Pada hari keempat, hanya tersisa 67 awak kapal.
Kekeringan, kelaparan, dan menjadi gila, para penyintas melakukan kanibalisme, membunuh dan membantai rekan-rekan mereka.
Pada hari kedelapan, yang terkuat dari yang selamat melemparkan yang terlemah ke laut. Itu hanya menyisakan 15 orang di atas rakit.
Kanibalisme di Andes
Salah satu insiden paling terkenal di zaman modern berasal dari tim rugby Uruguay. Pada 13 Oktober 1972, dalam perjalanan ke Cili, pesawat yang ditumpangi menabrak pegunungan bersalju. Dari 45 orang penumpang, 29 berhasil selamat dari tabrakan mengerikan itu. Namun keadaan terus memburuk.
Cobaan berikutnya berlangsung selama 72 hari. Di dataran tinggi Andes, kelaparan terjadi dengan cepat. Setelah beberapa hari, salah satu yang selamat mengambil pecahan kaca dan mulai mengiris potongan daging dari salah satu pantat rekan mereka. Jelas bahwa mereka harus mempraktikkan kanibalisme untuk bertahan hidup di medan yang tidak bersahabat.
Pilot meninggal dalam kecelakaan itu dan yang selamat memakannya terlebih dahulu. “Itu karena mereka tidak memiliki hubungan emosional dengannya,” ujar Meyer. Rupanya pilot saja tidak cukup. Para penyintas yang masih hidup harus memakan teman-teman mereka yang sudah meninggal.
Segera setelah itu, mereka menemukan radio transistor dan mengetahui bahwa upaya pencarian telah dibatalkan. Longsoran salju melanda dan menewaskan delapan orang lagi yang selamat. Mereka pun memutuskan bahwa sebuah tim akan keluar untuk mencari bantuan.
Dua pria berangkat ke barat menuju Cili. Mereka berjalan kaki ke puncak terdekat, tugas yang sangat penting, tetapi tidak ada tanda-tanda peradaban dari sudut pandang mereka.
Menyerah pada nasib, mereka turun dan yakin jika ajal sudah menanti. Namun, tiba-tiba tim mendengar suara air yang deras dan menemukan sebuah sungai. Di tepi sungai, mereka menemukan kaleng sup kosong, tapal kuda, sekawanan sapi, dan terakhir, seorang pria di atas kuda. Bantuan pun segera dikirimkan.
Helikopter militer Cili dikirim dan pada 22 Desember, 16 orang yang tersisa berhasil diselamatkan.
Kanibalisme dan koloni Jamestown
Tahun-tahun awal kolonisasi di Amerika tidak mudah bagi para koloni. Koloni Jamestown mengalami kesulitan karena menderita kelaparan selama musim dingin pertama. Dari 104 keluarga yang mendirikan koloni, hanya 38 yang selamat pada musim dingin pertama.
Musim dingin tahun 1609 adalah yang terburuk. Dalam sejarah Jamestown, periode ini dikenal dengan “Waktu Kelaparan”. Koloni mengandalkan kapal pasokan. Dan ketika kapal kargo hilang di laut, apa pun yang bisa dimakan akan dimakan. Kuda, anjing, kucing, tikus, dan mencit menjadi korban pertama. Setelah tidak ada hewan yang tersisa, mereka mengonsumsi sepatu bot dan tali dari kulit. Sampai akhirnya penduduk beralih ke kanibalisme.
Pada 2012, para arkeolog menemukan sisa-sisa seorang gadis berusia 14 tahun yang telah disembelih dan dimakan. Para peneliti berpendapat bahwa korban tidak dibunuh untuk dimakan tetapi lebih merupakan makanan oportunistik sebagai individu yang baru saja meninggal. Ini, bagaimanapun, adalah spekulasi dan kita tidak akan pernah tahu kebenarannya.
Pemimpin kolonisasi Jamestown, George Percy, telah membuat klaim kanibalisme pada tahun 1625. Namun tulisannya dipandang sebelah mata hingga para arkeolog menemukan bukti-bukti.
Percy membuat klaim bahwa ia telah mengeksekusi pria dengan membakarnya karena kejahatan memakan istrinya yang sedang hamil.
Kru Essex
Sudah menjadi rahasia umum bahwa kisah Moby Dick terinspirasi dari kejadian nyata. Namun, di mana Moby Dick berakhir, kisah kru Essex berlanjut. Ini pun menjadi kisah mengerikan tentang orang-orang yang terdampar di laut dan beralih ke kanibalisme untuk bertahan hidup.
Pada November 1820, kapal penangkap ikan paus Essex menemukan tempat berburu yang sempurna di Pasifik. Saat itu, perahu kecil yang sedang berburu ketika paus sperma setinggi 26 meter menuju kapal Essex. Kapal Essex ditabrak sebanyak dua kali dan menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.
Para kru pun meninggalkan kapal yang rusak itu. Mereka memutuskan untuk pergi ke selatan alih-alih ke pulau terdekat dengan beberapa perahu. Pasalnya, mereka yakin jika pulau terdekat itu dihuni oleh suku kanibal.
Para kru masuk ke perahu dan meninggalkan Essex yang tenggelam. Air asin membasahi roti dan matahari yang terik menerpa mereka tanpa ampun.
Setelah dua minggu, mereka melihat Pulau Henderson yang tandus. Tiga awak kapal memutuskan untuk tetap tinggal di pulau daripada naik kembali ke perahu.
Badai melanda dan perahu pun terpisah. Setelah memakan salah satu kru mereka yang mati, mereka diselamatkan oleh perahu Inggris.
Dua kapal lainnya bernasib lebih buruk. Di salah satu perahu, tiga orang dimakan sebelum dua perahu yang tersisa dipisahkan.
Perahu yang ditumpangi sang kapten juga menghadapi masalah terberat. Mereka menarik sedotan untuk melihat siapa yang akan ditembak dan dimakan. Kapten akhirnya memakan sepupunya sendiri.
Ketika mereka akhirnya diselamatkan, hanya tersisa dua orang, salah satunya adalah kapten Essex Pollard. Orang-orang itu gila karena cobaan berat yang harus dialami. Para kru bahkan hampir tidak menyadari telah diselamatkan ketika pemburu paus Amerika Dauphin muncul. Mereka terus mengisap tulang saat mendekati kapal. Dan saat ditarik ke atas, para kru memasukkan tulang ke dalam saku.
Ketiga pria yang tinggal di Pulau Henderson kemudian diselamatkan dan semua orang yang selamat dari insiden itu dipersatukan kembali.
Partai Donner
Partai Donner adalah kelompok pionir Bangsa Amerika yang bermigrasi ke California di dalam sebuah kereta wagon dari Amerika Serikat Barat Tengah.
Pada tahun 1846, sekelompok perintis Amerika menuju ke barat di bawah pimpinan kapten George Donner. Mereka memutuskan untuk mengambil jalan pintas yang disebut Hastings Cutoff melintasi Sierra Nevada. Jalan pintas itu merupakan rute yang disarankan oleh pemandu Lansford Hastings.
Pihak Donner memutuskan untuk melanjutkan rute tanpa mengindahkan peringatan sebaliknya. "Jalan pintas" itu ternyata lebih panjang 200 kilometer dari yang diklaim. Dan mereka harus melewati medan yang sangat tidak ramah.
87 anggota Partai Donner mencapai Gurun Great Salt Lake, penyeberangan yang menyebabkan hilangnya puluhan ternak. Pada saat tim mencapai akhir Hastings Cutoff, mereka berpacu dengan waktu karena musim dingin semakin dekat.
Namun mereka kalah cepat. Partai Donner terjebak di Sierra Nevada dengan salju lebat yang turun tanpa henti. Ternak berkeliaran dan hilang, meninggalkan anggota partai kelaparan.
Dalam keputusasaan, sekelompok sepuluh pria dan lima wanita meninggalkan tim dan mencoba mencari bantuan. Delapan orang tewas dalam perjalanan, tetapi yang selamat berhasil melewati California dan menggalang bantuan. Namun, mereka terpaksa memanggang anggota tubuh rekannya yang tewas. Dua dari pejalan kaki, penduduk asli Amerika, menolak memakan mayat. Mereka lari tetapi dikejar, ditembak di kepala, dan dimakan.
Baca Juga: Misteri Hilangnya Peradaban Minoa Hingga Praktik Kanibalisme
Baca Juga: Ukiran Theodore de Bry Melukis Kebrutalan Kanibalisme di Brasil
Baca Juga: Perang Suku dan Praktik Kanibalisme di Pulau Tanna di Vanuatu
Baca Juga: Zimba di Afrika: Memakan dan Menjual Daging Manusia di Pasar
Baca Juga: Layaknya Zombie, Suku Filipina Kuno Pesta Makan Otak Manusia
“Sementara itu, di kamp, anjing dimakan, lalu kulit sapi, dan terakhir mayat,” jelas Meyer. Setelah dua bulan, tim penyelamat pun tiba. Di antara mereka yang diselamatkan adalah seorang Prusia gila bernama Lewis Keseberg. Di sekelilingnya berserakan sisa-sisa manusia. Saat diselamatkan, ia sedang menyiapkan paru-paru dan hati Tamsen Donner untuk makanan berikutnya.
Keseberg dituduh melakukan pembunuhan, tetapi tidak ada yang bisa dibuktikan. Empat puluh dua anggota partai Donner tewas. Sekitar setengah dari yang selamat terpaksa melakukan kanibalisme untuk bertahan hidup.
Di beberapa tempat, kanibalisme diterima sebagai bagian dari praktik budaya dan kepercayaan. Beberapa masyarakat ini masih ada sampai sekarang, hidup jauh di dalam hutan hujan, terisolasi dari dunia modern. Suku Korowai di New Guinea adalah contoh suku yang mengaku masih mempraktikkan kanibalisme. Secara historis, suku Aztec menonjol sebagai budaya yang mempraktikkan agama, kanibalisme ritual, memakan tubuh kurban manusia.
Dalam keadaan terdesak untuk bisa tetap hidup, kanibalisme terpaksa dilakukan. Ketika kelangsungan hidup dipertaruhkan, mereka yang memakan daging manusia sering bergumul dengan dilema moral.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR