Nationalgeographic.co.id—Ketika Anda memberi makan kucing Anda, bisa jadi kucing Anda tiba-tiba mengangkat hidupnya dan menjauh dari makanan tersebut. Jangan marah, kucing Anda yang tampaknya pemeliharaannya tinggi memiliki evolusi yang harus disalahkan atas sikapnya yang pilih-pilih makanan.
Menurut sebuah penelitian, kucing ternyata terdorong untuk makan makanan dengan rasio protein dan lemak yang disukai, yaitu 1 hingga 0,4. Ini berarti sekitar 50:50 dalam hal persentase energi dari protein dan lemak.
Rincian penelitian tersebut telah diterbitkan dalam jurnal Royal Society Open Science dengan judul "Balancing macronutrient intake in a mammalian carnivore: disentangling the influences of flavour and nutrition."
"(Terlebih lagi) Kucing dapat menampilkan neophobia," kata penulis utama Adrian Hewson-Hughes seperti dikutip Live Sciece.
"Ini berarti mereka tidak mau mencoba makanan yang baru atau berbeda dari makanan normal mereka, yang mungkin membuat mereka tampak rewel."
Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa kucing dan cerpelai memiliki kebutuhan dan kelemahan makanan yang hampir sama.
Keduanya dikenal sebagai hiper karnivora, karena mereka telah berevolusi untuk memakan makanan yang hampir seluruhnya berupa daging, berlawanan dengan omnivora seperti anjing.
Di alam liar, kucing yang memakan makanan baru dapat menyebabkan sakit perut atau lebih buruk lagi, menjadikan neophobia sebagai penyelamat di luar lingkungan rumah yang aman.
Untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan makanan kucing, Hewson-Hughes, seorang ilmuwan peneliti senior di Pusat Nutrisi Hewan Peliharaan Waltham, dan rekan-rekannya melakukan serangkaian percobaan.
Pertama, mereka menyajikan kucing jantan dan betina dengan tiga rasa makanan basah yang telah diformulasikan oleh para peneliti, yaitu kelinci, ikan, dan jeruk.
Makanan tersebut memiliki rasio protein dan lemak yang kira-kira sama. Kucing menyukai ikan, dengan kelinci menjadi pilihan kedua mereka dan jeruk menjadi pilihan ketiga yang sangat jauh.
Source | : | Live Science,Royal Society Open Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR