Nationalgeographic.co.id—Alkisah, Seorang ratu dari negeri Syeba yang tidak disebutkan namanya pergi ke Yerusalem dengan membawa emas, permata dan rempah-rempah.
Memiliki sifat gemar mencari pengetahuan, sang ratu memiliki ketertarikan khusus pada Salomo yang terkenal akan kebijaksanaannya.
Ratu mencoba menguji Salomo dengan beberapa “pertanyaan sulit”. Salomo menerima tantangan tersebut serta menunjukkan keramahannya kepada sang ratu.
Dalam Alkitab disebutkan, bahwa Ratu Balqis memberikan berbagai hadiah kepada Salomo atas keramahannya.
"Tidak pernah ada lagi rempah-rempah yang dibawa masuk sebanyak yang diberikan oleh Ratu Syeba kepada Salomo." Kemudian, ratu berkata kepadanya: "Dalam hikmat dan kekayaan engkau telah jauh melebihi laporan yang kudengar" (1 Raja-raja 10:7).
Kisah perjumpaan alkitabiah ini telah memberikan dampak yang sangat besar pada imajinasi populer, memproyeksikan tema-tema keindahan, kekayaan, kekuasaan, eksotisme, intrik, keajaiban, dan cinta.
Kisah sang ratu telah banyak mengilhami karya-karya seni di Eropa, seperti seni lukis, musik, bahkan film epik Hollywood.
Nama Ratu Syeba dapat ditemukan dalam kitab-kitab agama samawi dan juga pada literatur-literatur kuno.
Kebra Nagast, sebuah epos Kristen dari abad ke-14, menghubungkan Ratu Syeba dengan berdirinya Ethiopia. Menurut literatur ini, bahwa Syeba Kuno terletak di Ethiopia.
Dikisahkan sang ratu dan Salomo memiliki seorang putra yang kelak memerintah Ethiopia Hingga keturunan akhirnya (Inilah yang dikatakan arkeologi tentang tambang-tambang Raja Salomo).
Meskipun demikian, hingga saat ini tidak ditemukan bukti arkeologis yang menunjukan secara pasti siapa sebenarnya sang ratu dan dari mana asalnya. Boleh jadi, ia merupakan gabungan dari tokoh-tokoh sejarah yang ada atau bahkan sepenuhnya legenda.
Keberadaan lokasi Syeba sendiri, hingga saat ini masih menjadi perdebatan di antara para pakar. Sebagian orang menyatakan bahwa Syeba berada di Ethiopia, sementara yang lain menempatkannya di Yaman saat ini.
Kekayaan dan teka-teki
Dalam Alkitab, Ratu Syeba digambarkan sebagai sosok yang cerdas, mandiri, menyukai tantangan, dan penuh rasa hormat.
Penulis sejarah abad pertama masehi, Flavius Josephus, dalam bukunya The Antiquities of the Jews juga menggambarkan Ratu Syeba seperti dalam Alkitab:
“Orang yang memiliki rasa ingin tahu besar terhadap filsafat, oleh karena hal itu serta hal-hal lainnya, ia patut dikagumi.”
Saat Kisah ini diceritakan kembali dalam Targum Sheni, sebuah teks Yahudi dari abad ketujuh hingga kedelapan Masehi, kisah ini semakin terperinci.
Alkisah seekor hudhud yang dapat berbicara, memberitahu Salomo bahwa tanah Syeba merupakan satu-satunya daerah yang tidak tunduk terhadap kekuasaannya.
Salomo mengirim hudhud ke Syeba dengan sebuah surat yang isinya mendesak ratu untuk tunduk kepadanya.
Alih-alih marah atas surat tersebut, Ratu Syeba justru membalasnya dengan mengirim hadiah-hadiah berharga dan 6.000 pria muda.
Disebutkan, bahwa ribuan pria tersebut datang dengan sandangan warna ungu, memiliki tinggi badan yang sama, dan bahkan lahir dalam hari dan waktu yang sama. Mereka menyampaikan pesan dari ratu yang mengumumkan bahwa ia akan melakukan perjalanan ke Yerusalem.
Setibanya di sana, sang ratu memberikan tiga teka-teki kepada Salomo, yang segera dipecahkannya. Pertemuan ini menunjukkan pengetahuan dan keterampilan diplomatiknya, karena teka-teki tersebut tidak sekadar permainan baginya. Ini adalah caranya mengukur Salomo.
Beberapa pakar berpendapat bahwa Al-Quran meminjam Targum Sheni dalam membahas kisah Ratu Syeba. Namun, ada ketidakpastiaan kapan Tagum Sheni ditulis.
Mungkin saja, faktanya Targum Sehni ditulis setelah abad ketujuh setelah penulisan Al-Quran, dalam hal ini teks Islam bisa saja mempengaruhi teks Yahudi.
Dalam Al-Quran, sang ratu tidak disebutkan namanya, namun sumber-sumber Arab kontemporer menyebutnya Bilqis.
Dalam versi Islam, Sulaiman (Solomon) percaya kepada Allah, dikenal dengan kebijaksanaannya, dan dapat memahami bahasa pepohonan dan hewan. Sulaiman juga diberikan kemampuan untuk dapat mengendalikan pasukan jin, manusia, serta burung.
Seperti halnya literatur Yahudi, kisah ini dimulai dengan seekor burung yang memberi berita kepada Sulaiman dari tanah Syeba.
Burung itu berkata: "Saya menemukan dia dan rakyatnya bersujud kepada matahari dan bukan kepada Allah." Inilah yang kemudian mendorong Sulaiman untuk mengirim surat kepada sang ratu.
Dalam literatur Yahudi, Ratu Syeba juga diidentikkan dengan Lilith, sosok iblis kuno. Demikian juga, dalam teks Al-Quran, seorang jin memperingatkan Sulaiman tentang sisi iblis ratu, karena takut raja akan tergoda oleh kecantikannya.
Singkat cerita, dalam kisah ini berakhir dengan tunduknya sang ratu dengan Sulaiman. Ia juga kemudian menyerahkan dirinya kepada Allah.
Ibu Bangsa
Pada abad ke-14, di dataran tinggi utara Tanduk Afrika, kisah tentang Raja Salomo dan Ratu Syeba memiliki arti baru tersendiri.
Dalam versi kisah ini, sang ratu memiliki nama: Makeda. Versi baru ini memadukan kekayaan sastra dan tradisi Kristen, Yahudi, serta Muslim untuk menciptakan sesuatu yang baru.
Kristen menjadi agama kerajaan Aksum (terletak di Ethiopia modern) pada pertengahan tahun 500-an M. Agama ini masuk bersama dengan pengaruh Yahudi, melalui migrasi dan perdagangan.
Kisah Salomo dan Ratu Syeba muncul secara tertulis pada tahun 1321 dalam Kebra Nagast, atau Kemuliaan Para Raja, di Ethiopia.
Dikaitkan dengan Is'haq Neburä -Id, karya ini dibagi menjadi 117 bab. Edward Ullendorff, seorang cendekiawan Ethiopia, menggambarkannya sebagai “Perpaduan raksasa dari kisah-kisah legendaris.”
Penggabungan kisah-kisah ini kemudian akan menjadi teks yang menyatukan budaya Ethiopia selama berabad-abad.
Menurut Ullendorff, penulis Kebra Nagast adalah penyunting dan penerjemah yang sudah lama dikenal, namun belum diketahui siapa ia sebenarnya. Baginya, Kebra Nagast adalah “"salah satu hikayat nasional yang paling kuat dan berpengaruh di seluruh dunia."
Kebra Nagast menawarkan penggambaran ratu yang lebih positif dibandingkan dengan teks-teks Yahudi, Kristen, dan Muslim. Tidak ada yang menyebutkan tentang sifat iblis atau kakinya yang berbulu.
Mencari Syeba
Wilayah Syeba masih hilang dalam sejarah. Dua lokasi utama adalah kerajaan Saba di Yaman modern dan kerajaan kuno Aksum di Ethiopia.
Setelah lebih dari satu abad penggalian oleh sejumlah arkeolog untuk menemukan bukti fisik keberadaan ratu, hasilnya nihil.
Salah satu faktor menyulitkan ialah kronologi yang dikaitkan dengan Salomo, yang sebagian besar terjadi sekitar abad ke-10 SM. Ini tidak sesuai dengan masa kejayaan Saba atau Aksum.
Sebagian besar sumber-sumber Yahudi dan Al-Quran menyebutkan situs-situs yang secara jelas mengaitkan Kerajaan Syeba dengan Saba. Keberadaan kota kuno ini didukung oleh banyak bukti.
Teks-teks Asyur berbicara tentang ratu-ratu Arab dari periode kebesaran Saba. Bangsa Saba juga mengirim duta serta hadiah ke istana Asyur dalam misi diplomatik dan komersial.
Kerajaan ini menjadi kaya karena keberhasilannya dalam pengelolaan air serta perdagangan kemenyan dan mur. Namun ia baru muncul sebagai kekuatan internasional pada abad ke-8 SM, lama setelah pemerintahan Salomo.
Meskipun Kitab Raja-Raja ditulis pada abad keenam SM, kisah Salomo mungkin mewakili kisah terdahulu yang mencerminkan realitas geopolitik berabad-abad sebelumnya.
Teori Etiopia mendapat dukungan kuat dari sejarawan abad pertama Masehi, Flavius Josephus. Ia menggambarkan tamu Salomo sebagai "Ratu Mesir dan Etiopia", yang menunjukkan asal usul Afrika.
Hubungan historis telah terjalin antara Etiopia dan Saba–kedua kerajaan tersebut berada tepat di seberang Laut Merah satu sama lain.
Pada zaman kuno, para pedagang Arab selatan, termasuk dari Saba, melakukan perjalanan singkat menyeberangi Laut Merah untuk mendirikan pemukiman kecil di dataran tinggi Ethiopia.
Meskipun menarik, hubungan ini tidak menyelesaikan masalah kronologi. Aksum adalah sebuah kerajaan Ethiopia yang berkembang pesat dari tahun 100 SM hingga 700 M, bertahun-tahun setelah pemerintahan Salomo.
Baca Juga: Balqis sang Ratu Syeba: Bagaimana Sebuah Kisah Legenda Lahir
Baca Juga: Perempuan Arab Penjaga Terusan Suez, Inspirasi Patung Liberty
Baca Juga: Mengapa Ratu Ma Xiuying, Istri Pendiri Dinasti Ming Dicintai Rakyat?
Baca Juga: Kisah Looty, Anjing Ratu Victoria Hasil Jarahan dari Kaisar Tiongkok
Baca Juga: Alasan Kaisar Tiongkok Xianzong Tidak Punya Ratu, tapi Haremnya Banyak
Wendy Laura Belcher, profesor sastra Afrika di Universitas Princeton, mengusulkan bahwa sang ratu mungkin berasal dari budaya lain, yaitu budaya Tanah Punt, sebelum Aksumite Ethiopia.
Disebutkan dalam sumber-sumber Mesir sejak abad ke-15 SM, Tanah Punt menyediakan dupa, rempah-rempah, dan emas bagi Mesir–semua komoditas yang terkait dengan ratu dan kunjungannya ke Sulaiman.
Sejarawan berbeda pendapat tentang lokasi tepatnya Tanah Punt, tetapi umumnya menempatkannya di tenggara Mesir dan di utara Tanduk Afrika.
Penemuan berbagai barang Mesir di Ethiopia utara, menegaskan adanya hubungan dagang yang berlangsung lama di antara mereka. Hal ini cukup untuk menarik perhatian raja seperti Sulaiman.
Seperti yang ditulis Belcher, "jika ada ratu yang pergi ke utara ke Israel pada abad kesepuluh, itu adalah ratu Afrika."
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR