Mengapa Festival Lupercalia Berakhir?
Pada akhir abad ke-5 M, Gereja Kristen telah memperoleh pengaruh yang signifikan, dan banyak festival pagan, termasuk Lupercalia, mendapat sorotan karena dianggap tidak sesuai dengan doktrin Kristen.
Paus Gelasius I secara resmi melarang festival tersebut sekitar tahun 494 M, dan mengutuknya sebagai praktik pagan yang tidak mendapat tempat dalam masyarakat Kristen.
Penindasan terhadap Lupercalia merupakan simbol dari pergeseran budaya dan agama yang lebih besar yang terjadi, seiring transisi Roma dari masyarakat politeistik yang berakar kuat pada ritual tradisional menjadi masyarakat monoteistik yang dipandu oleh prinsip-prinsip Kristen.
Selain itu, perlakuan terhadap perempuan di Lupercalia dianggap tidak dapat diterima oleh para pemimpin gereja.
Meskipun jelas bahwa perempuan berpartisipasi dalam festival dengan memposisikan diri mereka untuk dipukul selama ritual berlangsung, penafsiran atas tindakan ini berbeda-beda.
Beberapa orang melihatnya sebagai bentuk penaklukan, sebuah ritual penguatan norma-norma patriarki.
Yang lain berpendapat bahwa ini adalah kesempatan langka bagi perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan keagamaan publik, dan rela melakukan mogok kerja sebagai bentuk berkah ilahi bagi kesuburan.
Namun, warisan Lupercalia terbukti sangat bertahan lama. Meskipun festival itu sendiri mungkin telah ditiadakan, tema kesuburan, pembaruan, dan komunitas tidak sepenuhnya hilang.
Beberapa ahli berpendapat bahwa unsur Lupercalia diserap ke dalam perayaan Hari Valentine umat Kristiani, meskipun hubungan ini masih menjadi bahan perdebatan.
Fokus festival ini pada kesuburan dan cinta, serta waktunya pada pertengahan Februari. Hal ini pun membuat banyak orang untuk menyamakan kedua perayaan tersebut, meskipun bukti pastinya masih sulit dipahami.
Membedah Target Ambisius Mozambik Memaksimalkan Potensi 'Blue Carbon' Pesisirnya
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR