Nationalgeographic.co.id—Homo sapiens atau manusia modern telah menjelajahi Kepulauan Indonesia sejak puluhan ribu tahun silam. Perpindahan mereka bahkan menyisiri pesisir, melewati laut, dan menetap di kepulauan kecil di Indonesia.
Kemampuan berpindahnya manusia modern menjadi minat yang menarik bagi ilmuwan untuk melacak kebudayaan Indonesia. Pasalnya, perpindahan umat manusia modern mungkin berasal dari suatu kelompok yang besar. Ketika berpisah di tujuan pulaunya masing-masing, kelompok tersebut mungkin mewariskan peninggalan kebudayaan yang serupa pada zaman prasejarah.
Dalam penelitian dari bukti DNA terbaru, beberapa kerangka peninggalan purbakala di berbagai pulau di Indonesia punya ketertarikan genetik. Agustus 2023 lalu, penelitian terbaru yang melibatkan ilmuwan Australia dan Indonesia menyingkap bahwa ada kesamaan budaya dari manusia yang bermigrasi ke pulau-pulau yang berbeda.
Pengungkapan tersebut dipublikasikan di jurnal Antiquity bertajuk "Sequins from the sea: Nautilus shell bead technology at Makpan, Alor Island, Indonesia". Penelitian itu berfokus pada hasil keterampilan manusia modern di tiga pulau di Indonesia timur, yakni Pulau Kisar, Pulau Timor, dan Pulau Alor.
Kawasan pesisir kerap kali menawarkan tempat bagi manusia modern prasejarah untuk tinggal dan mencari makanan. Kondisi ini mendukung bagi manusia modern membuat kreasi berbahan alami seperti manik-manik dan senjata. Pada ketiga pulau tersebut, ada banyak temuan seperti ini yang berasal dari sekitar 12.000 tahun silam.
Dalam pengungkapan, para ilmuwan menganalisis manik-manik yang ada di Gua Makpan, Pulau Alor. Mereka menemukan bahwa metode pembuatan manik-manik tersebut sangat konsisten—menunjukkan suatu komunitas punya pakeman dalam membuat produk. Metode pembuatan ini ternyata mirip dengan manik-manik yang pernah ditemukan di Pulau Timor dan Kisar.
“Waktu dan keterampilan yang dibutuhkan untuk membuat manik-manik kecil berkilau yang ditemukan secara arkeologis pasti sangat lama, menunjukkan bahwa manik-manik tersebut merupakan bagian penting dari koleksi perhiasan komunitas Makpan,” kata Michelle Langley di laman Griffith University.
Langley adalah penulis utama studi dan profesor di Australian Research Centre for Human Evolution, Griffith University.
Lebih lanjut, Langley dan tim tidak hanya menemukan persamaan budaya dalam metode pembuatan manik-manik. Mereka mengungkapkan bahwa masyarakat purbakala menignkatkan teknologi penangkapan ikan. Hal itu dapat dibuktikan dengan kail kerang, obsidian, dan artefak lainnya yang dapat ditemukan di situs arkeologi.
Para peneliti menjelaskan, kesamaan antara manik-manik dan kail ikan dengan keterampilan dan upaya yang sama dalam produksinya, menandakan bahwa manusia purbakala di sana memiliki kesamaan tradisi.
Mereka juga menyimpulkan, komunitas masyarakat di pulau yang berbeda sering berlalu lalang di sekitar lautan sekitarnya, seperti Laut Arafura, Laut Timor, dan Laut Banda.
Untuk menggali kemungkinan lainnya pada peralatan yang dihasilkan oleh peradaban purbakala di Gua Makpan, tim mengekskavasi. Rupanya, di sana masih ada ribuan lagi cangkang pada sisa makanan.
"Saat kami melakukan penggalian di Gua Makpan di Alor, kami takjub dengan banyaknya butiran cangkang yang kami temukan, dan bagaimana kami terus menemukannya bahkan hingga penggalian tingkat paling bawah," kenang Sue O'Connor, salah satu peneliti dari ARC Centre of Excellence for Australian Biodiversity and Heritage, Australian National University (ANU)
"Mengingat penggalian yang sangat mendalam, kami berpikir bahwa ada kemungkinan besar bahwa manik-manik tertua berada di endapan berumur Pleistosen," lanjutnya.
Salah satu yang menarik bagi para peneliti adalah cangkang nautilus, hewan cephalopoda dari filum moluska purba yang masih ada sampai sekarang. Manusia di Pulau Alor ternyata menggunakannya sebagai manik-manik.
"Hampir seluruhnya tidak ada di tumpukan kerang kuno yang dibuang. Ini menunjukkan bahwa nautilus tidak dikumpulkan untuk dimakan, tetapi khusus untuk kerajinan," ujar peneliti lainnya, Shimona Kealy dari Archaeology and Natural History, School of Culture, ANU.
Langley berpendapat, keunikan di Gua Makpan yang menggunakan nautilus sebagai manik-manik membuktikan kepandaian produksi perhiasan masyarakat purbakala. Peradaban purbakala di pulau ini memahami pengolahan sumber daya yang cocok untuk keindahan, walau belum mengetahui manfaatnya secara praktis yang jelas.
Dengan pulau-pulau lain, walau ada persamaan tradisi dan budaya, keunikan masing-masing akan saling bertukar sebagai interaksi. Pada akhirnya, tidak hanya membagi gen, tetapi budaya dan teknologi benar-benar terjalin di tempat lain yang terpisahkan lautan, ungkap Langley.
Artikel ini adalah bagian dari sinergi inisiatif Lestari KG Media bersama Saya Pilih Bumi, Sisir Pesisir dengan media National Geographic Indonesia, Initisari, Infokomputer, dan GridOto.
Source | : | Griffith University |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR