Nationalgeographic.co.id—Kaisar Hongwu (memerintah 1368-1398 Masehi) merupakan pendiri Dinasti Ming. Ia mengambil alih kekuasaan Dinasti Yuan Mongol dan menjadi penguasa di Kekaisaran Tiongkok.
Terlahir dengan Zhu Yuanzhang di tengah keluarga petani, ia memimpin kelompok pemberontak Turban Merah. Di bawah kepemimpinannya, kelompok pemberontak ini merebut ibu kota Yuan, Nanjing. Setelah mengalahkan saingannya, Yuanzhang mendeklarasikan dirinya sebagai kaisar dengan nama pemerintahan Hongwu pada tahun 1368 Masehi.
Kaisar Hongwu mendorong kebangkitan kekuasaan Han di Kekaisaran Tiongkok. Ia mendirikan dinasti dengan pertumbuhan ekonomi dan perkembangan seni yang pesat.
Hongwu adalah penguasa keras yang memusatkan pemerintahan dan mereformasi sistem pertanian Tiongkok yang sedang lemah. Hongwu dengan kejam menangani setiap perbedaan pendapat di istananya, bahkan tega mengeksekusi ribuan orang yang menentangnya.
Meski tidak dicintai rakyatnya, Hongwu memberikan landasan bagi penerusnya untuk membangun dan mengubah Tiongkok menjadi kekuatan dunia.
Masa muda Kaisar Hongwu
Kisah Hongwu adalah contoh kisah klasik tentang rakyat jelata yang menjadi penguasa. “Keluarganya adalah keluarga petani yang menderita kemiskinan ekstrem,” tulis Mark Cartwright di laman World History Encyclopedia. Konon orang tuanya sering kali harus pindah rumah hanya untuk menghindari pemungut sewa.
Saat wabah melanda Kekaisaran Tiongkok, ayah dan kakak laki-laki tertuanya meninggal karena penyakit tersebut. Zhu diwajibkan untuk bergabung dengan biara Buddha saat berusia 16 tahun. Di biara, ia berharap bisa mendapatkan makanan dan tempat tinggal. Sayangnya, kondisi biara juga tidak terlalu baik dan Zhu terkadang terpaksa mengemis di jalan untuk mendapatkan makanan.
Zhu berkeliling Tiongkok tengah selama beberapa tahun, namun akhirnya dia kembali ke biara di Anhui. Ketertarikan Zhu terhadap agama Buddha memungkinkannya belajar membaca dan menulis. Ia kemudian mengadopsi prinsip-prinsip Konfusianisme.
Zhu bergabung dengan kelompok Turban Merah
Dinasti Yuan telah memerintah Tiongkok sejak invasi Mongol pada kuartal ketiga abad ke-13 Masehi. Seiring dengan berjalannya waktu, kekuasaannya terus-menerus kehilangan kendali. Pemerintahannya diiringi dengan bencana kelaparan, wabah penyakit, banjir, bandit yang meluas, dan pemberontakan petani. Selain itu, penguasa Mongol juga saling berebut kekuasaan dan gagal menumpas banyak pemberontakan.
Salah satu kelompok pemberontak yang paling sukses adalah Gerakan Turban Merah. Kelompok ini merupakan cabang dari Gerakan Teratai Putih Buddha yang radikal. Turban Merah terbentuk sebagai bagian dari reaksi petani terhadap kebijakan kerja paksa pada proyek konstruksi Dinasti Yuan.
Paling aktif di Tiongkok utara, para pemberontak sering bentrok dengan pasukan Mongol. Dalam salah satu pemberontakan, biara tempat Zhu tinggal dibakar.
Zhu, yang berusia 24 tahun, memutuskan untuk bergabung dengan Turban Merah. Dalam waktu singkat, Zhu menjadi orang penting dalam kelompok tersebut. Ia menikahi putri salah satu pemimpin gerakan tersebut dan kemudian mengambil alih kepemimpinan pada 1355 Masehi.
Dengan mendirikan basis kekuatannya di lembah Yangzi, Zhu memiliki 30.000 pengikut di bawah komandonya. Zhu menggantikan tujuan kebijakan tradisional Turban Merah untuk mengembalikan Dinasti Song lama dengan ambisi pribadinya untuk memerintah. Ia memperoleh dukungan yang lebih luas dengan membuang kebijakan anti-Konfusianisme yang mengasingkan kelas terpelajar.
Zhu Yuanzhang merebut kekuasaan
Langkah besar pertama Zhu untuk mendominasi Kekaisaran Tiongkok adalah merebut Nanjing, ibu kota Dinasti Yuan pada 1356 Masehi. Keberhasilan Zhu terus berlanjut dan ia mengalahkan dua pemimpin pemberontak saingan utamanya dan pasukan pribadi mereka.
Yang pertama adalah Chen Youliang, yang mendeklarasikan dirinya sebagai kaisar Han pada tahun 1360 M. Berikutnya adalah Zhang Shicheng yang dikalahkan pada tahun 1367.
Saat itu, Han Lin'er mengaku sebagai pewaris sah garis kaisar Song. Ketika ia meninggal, Zhu menjadi pemimpin paling berkuasa di Kekaisaran Tiongkok. Dan setelah mengusir sisa-sisa tentara Mongol, dia menyatakan dirinya sendiri sebagai kaisar pada tanggal 23 Januari 1368.
Zhu menggunakan nama pemerintahan Hongwu (perkawinan berlimpah) dan dinasti yang ia dirikan Ming (berarti cerah atau cahaya). Kaisar baru berusaha membangun legitimasinya dengan mengembalikan ritual persembahan yang dilakukan penguasa Tiongkok terhadap Langit dan Bumi. Untuk alasan yang sama, ritual Konfusianisme dan Buddha lainnya juga kembali diterapkan.
Apapun legitimasinya, Hongwu kemudian membasmi gerakan pemberontak yang masih ada dalam dua dekade berikutnya. Ia memerintah hingga tahun 1398. Penerusnya melanjutkan upayanya untuk menyatukan Kekaisaran Tiongkok melalui pemerintahan terpusat yang kuat di bawah Dinasti Ming. “Masa itu adalah awal dari era keemasan sejarah Kekaisaran Tiongkok,” ungkap Cartwright.
Peraturan yang diterapkan Hongwu di Kekaisaran Tiongkok
Hongwu khawatir akan kehilangan takhtanya dengan cara yang sama seperti saat ia memperolehnya. Oleh karena itu, ia bertekad untuk menerapkan pemerintahan terpusat yang kuat di Kekaisaran Tiongkok. Bahka Hongwu secara pribadi menjalankan kendali atas semua urusan.
Institusi kaisar Tiongkok kembali ke institusi lama, raja absolut dan pemilik mandat ilahi untuk memerintah (Mandat Surga).
Pejabat yang berbeda pendapat akan dihukum atau dieksekusi dengan kejam. Untuk memastikan kendali Hongwu menyebar jauh melampaui ibu kota, pemerintah provinsi diatur ulang. Anggota keluarga kekaisaran ditempatkan sebagai kepala pemerintahan provinsi. Pada saat yang sama, pemerintah daerah diberi otonomi yang cukup. Mereka dapat menciptakan keseimbangan kekuasaan dengan para kepala daerah dan memastikan tidak ada seorang pun yang berani menantang kaisar.
Kebijakan lain yang dilakukan oleh Hongwu termasuk penyusunan kode hukum yang kejam (Da Ming lu atau Pernyataan Besar). Kewajiban tanah dan pajak didaftarkan dengan cermat, dinas militer turun-temurun terus diberlakukan, perdagangan internasional dibatasi, dan sistem upeti dijalankan lagi.
Berkurangnya perdagangan internasional menyebabkan pertanian menjadi fokus kebijakan ekonomi pemerintah.
Hongwu pun mendukung pembelajaran bagi semua orang. Ia mempromosikan sekolah-sekolah lokal untuk mencapai tujuan tersebut. Pada tahun 1370, Hongwu memperkenalkan kembali sistem ujian pegawai negeri tradisional. Sistem ini menjadi jalur penting kemajuan sosial di Tiongkok pra-Mongol dan terus berlanjut hingga abad ke-20. Mengenai seni, perkembangan hanya akan terjadi di bawah penerus Hongwu tetapi dia mendirikan akademi seni lukis di Nanjing.
Berkuasa dalam ketakutan dan paranoia
Ia dikenal sebagai pemimpin yang paraniod. Hongwu tidak memiliki keraguan untuk menghukum para pejabatnya, seperti yang diilustrasikan oleh kutipan yang dikaitkan dengannya.
“Di pagi hari saya menghukum beberapa orang. Pada malam hari orang lain melakukan kejahatan yang sama. Saya menghukum ini di malam hari dan di pagi hari ada pelanggaran. Meski jenazah orang pertama belum disingkirkan, orang lain sudah mengikuti jejak mereka. Siang malam saya tidak bisa istirahat,” dikutip oleh Brinkey di Almanac of World History.
Namun, seiring berjalannya waktu, Hongwu menjadi semakin tidak menentu dan paranoid. Hukuman rutin dan pembersihan birokrasi kekaisaran dilakukan. Peristiwa yang paling terkenal adalah pada tahun 1376 ketika beberapa ribu pejabat dieksekusi. Mereka dituduh salah mengelola pajak gandum.
Siapa pun yang merasa keberatan dengan bias kaisar terhadap agama Buddha akan diperlakukan serupa.
Sejak tahun 1380 terjadi pembersihan yang lebih besar yang menyebabkan 15.000 pejabat dan kerabatnya dieksekusi. Saat itu Hongwu mengira dia telah mengetahui rencana pembunuhan yang dilakukan oleh kanselirnya, Hu Weiyong. Pembersihan tersebut, yang dimulai dengan eksekusi kanselir, berlangsung selama lebih dari satu dekade. Ia membasmi siapa pun yang memiliki hubungan sekecil apa pun - nyata atau khayalan - dengan Weiyong.
Kematian dan peninggalan Kaisar Hongwu
Hongwu memiliki 26 putra. Ahli warisnya yang dipersiapkan dengan cermat adalah putra pertamanya Zhu Biao. Sayangnya, kematian dini Biao pada tahun 1392 menyebabkan perombakan hierarki istana yang menimbulkan konsekuensi yang mengerikan.
Ketika Hongwu meninggal pada tahun 1398, ia digantikan oleh pilihan keduanya sebagai pewaris, putra sulung Biao, Zhu Yunwen (Kaisar Jianwen). Cara ini menjadi metode yang digunakan Dinasti Ming untuk memilih pewaris takhta; putra tertua permaisuri berada di urutan pertama. Jika dia meninggal sebelum menjabat, putra sulungnya akan mewarisi.
Kaisar Jianwen tidak bertahan lama karena putra kedua Hongwu, yang dikenal sebagai Pangeran Yan, memiliki ambisinya sendiri dan tidak suka jika diabaikan. Setelah perang saudara selama 3 tahun, putra kedua ini menjadi kaisar Chengzu, alias Kaisar Yongle. Di masa pemerintahan Kaisar Yongle, Dinasti Ming mengalami perkembangan pesat yang dicatat dalam sejarah Kekaisaran Tiongkok.
Source | : | World History Encyclopedia |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR