Akan tetapi, situasi berubah pada 1990-an. Pada masa ini, abrasi mulai memakan bibir pantai Desa Bedono. Tercatat, sekitar 739,2 hektare hilang pada 1997, menjadi 551,673 hektare pada 2017, dan 482,8 hektare pada 2022.
Dusun Tambaksari dan Rejosari adalah yang paling terdampak parah sampai mengubah kawasan secara signifikan. Tanah tenggelam berada di kedalaman dari sekitar 0,3 hingga 1,7 meter di bawah permukaan laut.
Ada banyak faktor yang menyebabkan masuknya air laut ke kawasan pemukiman Desa Bedono. Ekuatorial dalam laporan tahun 2010, pemicunya adalah pembangunan Pelabuhan Tanjung Mas di Kota Semarang. Pembangunan ini mengurangi dan menghentikan tanah sedimen pesisir pantai Desa Bedono, berdasarkan analisis Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 2009.
Reklamasi ini memicu perubahan aliran arus gelombang yang langsung menghantam dusun terluar di Bedono. "Itu juga yang terjadi di Timbulsloko, desa yang sangat terkenal karena sudah tenggelam. Itu ada di sebelah Bedono," terang Aliyuna. Abrasi ini, kemudian, mendorong warga Bedono bermigrasi ke desa terdekat, seperti Purwasari, Sidogemah, dan Gemulak.
Dalam penelitian Aliyuna, disebutkan bahwa pada relokasi perdana pada 1997, warga Tambaksari melaksanakan istigasah, ritual doa bersama meminta untuk meminta kesalamatan. Warga berupaya mengurangi rasa khawatir dan takut akan abrasi yang mulai menenggelamkan dusun.
"Keajaiban" Mendiang Syekh Mudzakir
Di Dusun Tambaksari, tidak semua warga bermigrasi. Ada yang memutuskan untuk tetap tinggal dengan alasan untuk merawat makam Syekh Mudzakir.
Sementara itu, kebanyakan warga yang bermigrasi lebih memilih pindah ke kawasan desa yang masih dekat dengan Tambaksari dengan alasan yang sama. "Jarak yang dekat memungkinkan warga untuk tetap terhubung dengan makam Kiai," jelas Aliyuna.
Inilah yang membuat kasus adaptasi abrasi Desa Bedono unik. Selain di Bedono, Aliyuna juga menemukan pola yang mirip di Desa Pantai Bahagia, seperti yang dilaporkan sebelumnya.
"Pola yang unik, karena proses migrasi lingkungan mereka berdasarkan dimensi keagamaan yang secara signifikan menentukan keputusan mereka, sekaligus jejaring sosial," Aliyuna berpendapat.
Baca Juga: Apa Itu Banjir Rob? Bagaimana Langkah Adaptasi dan Mengurangi Dampaknya?
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR