Nationalgeographic.co.id—Banyak seni dan sastra atau mitologi Yunani Kuno menceritakan tentang Prometheus, salah satu dewa Yunani yang menantang dan mencuri api Zeus untuk umat manusia.
Sebagai pemberontak, pengkhianat, pahlawan, dan pelindung umat manusia, Prometheus menjadi simbol kondisi hidup manusia yang luar biasa seru sekaligus menderita.
Selama berabad-abad sejak mitos Prometheus pertama kali populer dalam cerita masyarakat, api yang dicurinya untuk umat manusia menggambarkan semangat dari kemajuan teknologi. Tak hanya itu, api Zeus juga menjadi simbol intelektual dan budaya yang dimiliki manusia.
Siapa Prometheus dari Mitologi Yunani Kuno?
Carol Dougherty dalam bukunya Prometheus menjelaskan bahwa penyair Yunani bernama Hesiod meciptakan mitos Prometheus dalam karyanya yang berudul Theogony.
Nama Prometeheus terdiri dari kata ‘pro’ yang artinya ‘sebelum’ dan ‘metheus’ mungkin turunan dari ‘metis,’ yang berarti ‘kecerdasan.’ Prometheus merupakan sosok 'yang berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak'.”
Selain itu, ada juga penyair romantis Jerman berama Goethe yang menawarkan variasi cerita Prometheus sebagai pencipta umat manusia. Bagi Goethe, mitos Prometheus yang bersifat fleksibel, menjadi tambang emas bagi inspirasi puitis.
Justru karena tidak perlu diceritakan secara rinci, mitos Prometheus menawarkan penyair banyak tema dan pertanyaan tentang pengalaman manusia untuk digali lebih luas dan lebih dalam.
Prometheus dan Kondisi Manusia
Sebagai pencuri, pemberontak, dan pencipta, Prometheus membantu kita memahami sifat, ruang lingkup, dan evolusi kondisi manusia dalam semua kompleksitas fundamentalnya.
Sebagai sosok yang paling rancu dalam mitologi Yunani, mitos Prometheus menceritakan kisah manusia sebagai perayaan menangnya kecerdasan, imajinasi, dan kemajuan teknologi atas semua yang bisa alam anugerahkan kepada kita.
Baca Juga: Olympia, Tempat Berlangsungnya Olimpiade dalam Sejarah Dunia Kuno
Namun, ini juga menjelaskan mengapa kerja keras yang melelahkan, kondisi politik yang menindas, dan penderitaan tanpa akhir mengisi kehidupan kita sehari-hari.
Bagaimana satu mitos yang sama dapat menghasilkan narasi yang sangat berbeda tentang kondisi manusia?
Daripada memuliakan atau meratapi satu versi tunggal dari pengalaman manusia, Prometheus memberikan kerangka interpretatif untuk berpikir tentang arti menjadi manusia pada waktu dan tempat tertentu.
Setiap kisah Prometheus tercipta khusus untuk menggambarkan budaya dan pengalaman masyarakat yang membetuknya. Bukan mitos Prometheus yang berubah, melainkan sifat pengalaman manusia yang diwakilinya yang berubah.
Di sisi lain, seperti layaknya tokoh-tokoh mitologi yang berpengaruh, Prometheus membantu umat manusia untuk merenungkan dan mengimajinasikan ulang pengalaman-pengalaman manusia.
Seperti kata Roland Barthes, “mitos membantu menaturalisai dan dengan demikian memahami setiap rangkaian keadaan yang dihadapi manusia-manusia pada setiap pembabakan sejarah. Prometheus sebagai pencipta umat manusia yang juga menanamkan ‘harapan’ dalam sanubari setiap insan, juga memberi kita cara untuk menghadapi ketidakpastian dalam hidup.”
“Sebagai manusia biasa dengan pengetahuan terbatas mengenai dunia tempat kita bernapas, kita hanya bisa menerka-nerka apa artinya menjadi manusia. Etimologi nama Prometheus yang berarti 'orang yang berpikir terlebih dahulu (sebelum bertindak)' selalu menjadi bagian penting dari kisahnya,” pungkasnya.
Prometheus vs Zeus: Pertarungan Logika
Dalam Theogony, kisah Prometheus menjadi alat penyair untuk merayakan sekaligus mengokohkan kekuasaan Zeus. Zeus menggabungkan keunggulan fisik dan intelektual untuk memperkuat posisinya sebagai raja para dewa dan manusia.
Mahadewa ini juga pernah diramal bahwa putranya yang lahir dari Metis akan menggulingkan kekuasaannya, sehingga Zeus menelan Metis untuk mencegah hal itu terjadi. Kejadian itu juga berarti bahwa Zeus mengisi dirinya dengan kekuatan baru, karena Metis merupakan lambang kecerdikan intelektual.
Dalam pemikiran Yunani, dewi Metis mewakili jenis keterampilan intelektual yang dikaitkan dengan tipu muslihat dan kebohongan. Posisi Metis yang berada di wilayah ambang yang ambigu dan penuh ketidakpastian sering diadu dengan kekuatan fisik.
Baca Juga: 7 Peradaban Terbesar dalam Sejarah Dunia, Termasuk Yunani Kuno
Misalnya, tertulis nasihat Nestor kepada Antilochus dalam Iliad bahwa pembalap kereta mampu menang atas kehendak Metis:
"Bukan kekuatan, melainkan atas kehendak Metis seorang penebang kayu mendapatkan tenaganya. Atas kehendak Metis seorang pelaut mengarahkan kemudinya dengan cepat melawan angin di lautan yang ungu tua seperti warna anggur. Dan atas kehendak Metislah seorang pembalap kereta lebih unggul dari yang lainnya."
Prometheus, dewa yang digambarkan Hesiod "mampu meloloskan diri dari hal serumit apapun," di sini ditampilkan sebagai prototipe Metis yang sebenarnya – ada unsur Metis dalam nama Prometheus.
Pengetahuan Prometheus yang hati-hati dan penuh antisipasi sangat membantunya bersiap untuk duel dengan Zeus dalam pertarungan logika kecerdasan.
Kisah Prometheus menjadi penekanan akan kecerdasan Zeus. Ceritanya diawali dan diakhiri dengan merujuk hukuman yang diterima Prometheus serta mengulangi kata-kata "tidak ada yang bisa menipu Zeus, bahkan Prometheus yang sangat cerdik dan licik."
Hal pertama yang kita perhatikan dari kisah ini yakni mengenai tipu daya. Kata kecerdikan dan kecerdasan digunakan lima belas kali untuk menggambarkan sifat Prometheus dan Zeus dalam bagian kisah duel kecerdasan ini.
Ronde pertama: Prometheus menipu Zeus dengan porsi kurban yang tidak seimbang, tetapi Zeus tidak dapat dibohongi dan berkata: "Wahai putra Iapetos, jika kamu bukan yang paling pintar di antara mereka semua. Jadi kamu masih belum lupa trik-trikmu, kan?"
Zeus, dewa "yang kebijaksanaannya tidak pernah habis," membalas dengan tidak memberikan umat manusia kekuatan api.
Ronde kedua: Prometheus mengalahkan Zeus dengan mencuri dan menyembunyikan api suci dalam tangkai adas lalu memberikannya pada manusia.
Kemudian, saat Zeus melihat nyala terang di kejauhan dan sadar umat manusia sudah memiliki apinya kembali, Zeus menciptakan wanita pertama yang penuh tipu daya dan tak tertampik oleh laki-laki. Hal itu menandakan kemenangan Zeus pada babak terakhir atas Prometheus yang sangat cerdik.
Berbeda dengan penaklukan Zeus terhadap monster Typhoeus atau pertempuran sengitnya dengan Titan yang lain, pertarungannya dengan Prometheus adalah perkara kecerdasan, bukan kekuatan fisik.
Baca Juga: Misteri Orphic, Kepercayaan Bangsa Yunani Kuno yang Sering Dicemooh
Pada bagian tertentu, kisah Prometheus dibawakan untuk merayakan kecerdasan intelektual Zeus: jika Zeus bisa mengalahkan Prometheus, dia bisa menaklukkan siapapun.
Prometheus dengan kecerdikan dan tipu muslihatnya memiliki banyak kesamaan dengan tokoh-tokoh penipu di hampir setiap mitologi dan folklor masyarakat - kadang-kadang sebagai dewa, kadang-kadang sebagai binatang.
Para penipu ini adalah tokoh ambigu yang aneh-aneh, mereka biasanya dapat menjelma dalam berbagai wujud, dan sering kali menjadi penghubung antara dunia ilahi dan dunia manusia.
Dalam sebuah esai dari Indian Amerika Utara, Mac Linscott Ricketts mendefinisikan mereka sebagai sosok yang mengubah dunia mitos yang kacau menjadi ciptaan yang teratur seperti sekarang ini; ia adalah pembunuh monster.
Prometheus adalah pencuri cahaya matahari, air, dan sejenisnya untuk kepentingan manusia; ia adalah guru keterampilan dan adat kebudayaan; tetapi ia juga seorang pengganggu yang sangat rakus, sombong, penipu yang licik terhadap teman maupun musuh.
Prometheus juga merupakan pengembara yang gelisah di muka bumi dan pengacau yang seringkali menjadi korban dari tipuannya sendiri dan kecerobohannya.
Meskipun telah berusaha dengan segala upaya dan kecerdasannya, Prometheus dalam cerita Hesiod tidak benar-benar membantu umat manusia melalui tipu dayanya terhadap Zeus (persembahan, api).
Bukan hanya dirinya yang dihukum atas pencurian itu, tetapi Prometheus secara langsung bertanggung jawab atas penderitaan dan terpisahnya manusia dari kehidupan surgawi.
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR