Sementara itu, Turki telah menjalin hubungan baik dengan Hindia Belanda dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, sudut pandang seorang intelektual Jawa yang berorientasi Barat dan sekuler di Turki, yang pada saat itu sedang mengalami perubahan besar di berbagai sektor, sangat menarik.
"Banyak madrasah dan sekolah agama ditutup. Di sisi lain, orang Turki menyaksikan berbagai lembaga pendidikan modern didirikan untuk mengajarkan ilmu pengetahuan modern yang berkembang di dunia Barat," papar Yon dan Frial.
Universitas Istanbul dan Universitas Ankara adalah dua universitas yang didirikan untuk mendukung program modernisasi masyarakat dan pendidikan di Turki.
Berbeda dengan kunjungannya ke negara-negara lain di mana ia disambut hangat oleh mahasiswa Indonesia, Sutomo tidak bertemu dengan mahasiswa Indonesia di Turki.
Mahasiswa Indonesia, khususnya penduduk asli Indonesia, lebih tertarik untuk belajar Islam di Haramain (Mekkah dan Madinah) dan Kairo daripada di Istanbul.
Haramain berfungsi sebagai tempat penting bagi pembentukan jaringan intelektual dan ulama Nusantara karena Haramain merupakan pusat intelektual umat Muslim.
Kemudian, Kairo, dengan Universitas Al-Azhar yang terkenal, menjadi tempat belajar bagi banyak mahasiswa Indonesia mengenai pengalaman mereka dengan pemikiran modern dan nasionalisme.
Pada tahun 1912, sebuah asosiasi mahasiswa kecil bernama Jamiah Setia Pelajar didirikan di Kairo. Kehadiran mahasiswa pribumi Indonesia di Haramain dan Kairo meningkatkan semangat nasionalisme Indonesia. Oleh karena itu, tidak heran jika kehadiran Sutomo di Kairo disambut hangat oleh mahasiswa Indonesia.
Haramain dan Kairo masih menjadi bagian dari Kekaisaran Ottoman hingga akhir Perang Dunia Pertama. Kedua wilayah tersebut menjadi daerah favorit bagi mahasiswa Indonesia.
Meskipun Turki menarik perhatian kaum Islamis Indonesia terkait Pan-Islamisme, orientasi intelektual pribumi Indonesia bukanlah Istanbul. Namun, bukan berarti tidak ada mahasiswa Indonesia yang belajar di Istanbul sebelum kemerdekaan Indonesia.
Beberapa dokumen arsip Turki yang berisi korespondensi antara Konsulat Jenderal Ottoman di Batavia dan pemerintah Ottoman menyebutkan keberadaan beberapa siswa dari Hindia Belanda.
Baca Juga: Diplomasi Aceh-Ottoman Libatkan Tentara Turki Bernama Lutfi
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR