Cahaya buatan tersebut dapat mengganggu ritme sirkadian tarsius, yang merupakan hewan nokturnal, serta mengacaukan ekosistem malam yang menjadi habitat bagi berbagai jenis serangga yang menjadi makanan utama tarsius.
Selain itu, peningkatan aktivitas manusia di malam hari akibat penggunaan listrik juga dapat menyebabkan peningkatan tingkat kebisingan yang mengganggu aktivitas tarsius dalam mencari makan dan berkomunikasi.
Tarsius, dengan sensitivitasnya yang tinggi terhadap cahaya, memang rentan terhadap gangguan lingkungan lainnya. "Polusi suara di siang hari, ketika tarsius biasanya tidur, mungkin telah menyebabkan gangguan tidur yang berdampak negatif pada kesejahteraan dan perilaku tarsius," jelas Fidenci.
Gangguan tidur ini berpotensi menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap kesejahteraan dan perilaku tarsius, mengancam keberlangsungan hidup spesies unik ini.
Selain masalah polusi suara dan cahaya, habitat tarsius di Lanskap Terlindungi Gunung Matutum juga mengalami tekanan akibat perambahan dan aktivitas pertanian.
Fidenci menyuarakan keprihatinan mendalam terhadap kondisi ini dan mendesak dilakukannya tindakan segera, tidak hanya di Gunung Matutum, tetapi juga di seluruh wilayah persebaran tarsius di Filipina.
Seperti dipaparkan diatas, data telah menunjukkan penurunan populasi tarsius Filipina di Suaka Tarsius secara signifikan selama satu dekade terakhir. Tren penurunan ini menjadi alarm bagi para konservasionis dan peneliti, menggarisbawahi urgensi penerapan langkah-langkah konservasi yang komprehensif.
Untuk menyelamatkan tarsius dari kepunahan, Fidenci mengusulkan beberapa langkah strategis. Pertama, restorasi habitat menjadi kunci. Penanaman kembali pohon-pohon asli akan membantu memulihkan ekosistem yang rusak dan menyediakan habitat yang lebih baik bagi tarsius.
Kedua, perambahan ilegal harus dihentikan dan penegakan hukum di dalam kawasan lindung harus diperkuat. Ketiga, upaya pengurangan kebisingan perlu dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang lebih tenang bagi tarsius.
Terakhir, mendorong penerapan pertanian organik ekologis di sekitar kawasan lindung dapat membantu mengurangi dampak negatif aktivitas manusia terhadap habitat tarsius.
Peningkatan populasi manusia dan aktivitasnya, termasuk polusi suara yang semakin mengusik ketenangan Suaka Tarsius, telah menciptakan ancaman serius bagi kelangsungan hidup spesies ini. Oleh karena itu, upaya konservasi yang terpadu dan berkelanjutan menjadi sangat penting untuk memastikan kelestarian tarsius Filipina dan menjaga keanekaragaman hayati di negara tersebut.
Fidenci menegaskan, "Peningkatan populasi manusia, termasuk polusi suara di dalam Suaka Tarsius, sangat merugikan kelangsungan hidup spesies tersebut."
KOMENTAR