Nationalgeographic.grid.id—Pada masa itu, perempuan indo, apalagi pribumi, hanya dianggap sebagai manusia rendahan. Jadi pelampiasan dan amuk para lelaki yang berkedudukan. Masa-masa sulit dalam sejarah kolonial Hindia Belanda.
Sampai pada gilirannya, sejarah mencatat satu warisan intelektual. Muncul novel-novel sastra yang menghadirkan persona wanita-wanita berkarakter dan tangguh dari kalangan indo maupun pribumi. Dialah penulis besar Hindia, Marie Sloot.
"Dia menerbitkan novel sekitar tahun 1900, di mana dia membela gadis-gadis Hindia," tulis Vilan van de Loo kepada Historiek dalam artikel berjudul Historische sensatie: de Indische meisjes van Melati van Java, terbitan 14 November 2016.
Seorang penulis muda yang namanya sohor kemudian. Wanita indo kelahiran Semarang, 13 Januari 1853. Namanya semakin besar hingga dunia mulai mengenalnya dengan nama pena: Melati van Java.
Sebagai seorang wanita, dia memegang posisi kelas dua di Belanda. Dia beragama Katolik, yang menjadikannya bagian dari minoritas. Dia kecil, memiliki gigi yang sedikit menonjol dan penampilannya juga gelap. Tapi ada yang membuatnya besar: dia bisa menulis!
Masa kecilnya di Hindia, kepergiannya ke Belanda, meninggalnya nenek dan ibunya, berpengaruh terhadap perkembangannya sebagai seorang penulis.
Berkat novel-novelnya yang populer seantero Hindia, menjadikannya salah satu wanita pertama yang menjadi anggota Maatschappij der Nederlandse Letterkunde, sebuah perkumpulan sastrawan paling eksklusif di Belanda pada tahun 1893.
Meski dari penampilannya yang tak begitu nyentrik dibandingkan dengan wanita-wanita Belanda totok, barangkali dialah wanita indo dari Hindia yang pertama kali bergabung dengan perkumpulan paling eksklusif itu.
Sang novelis memulai karir penulisannnya dengan menelurkan karya berjudul De jonkvrouwe van Groenerode (1874). Karya inilah yang memperkenalkan Marie dengan nama penanya; Melati.
Kebolehannya dalam mengembangkan kisah-kisah dalam bukunya, menjadikannya wanita indo yang cukup gilang gemilang. Mewakili suara wanita Jawa, membuat penerbitnya, G. Kolff menambahkan kata 'van Java' setelah nama 'Melati.'
Sejak tahun 1874 hingga tahun 1917, setidak-tidaknya sudah 48 judul karangan Melati van Java telah diterbitkan. Hingga muncul Fernand (1878) yang membuat karir bersastranya harum di hampir seluruh Hindia dan Belanda.
Baca Juga: Kala Terbunuhnya De Bordes oleh Depresi, Jadi 'Sejarah Kecil' di Hindia Belanda
Menurut Yudo Rahmadiyansyah, Peneliti dan Koordinator Database & Informasi di Cakra Wikara Indonesia, menyebut dalam artikelnya Perempuan di Masa Kolonial Membayangkan Indonesia, bahwa Perempuan pribumi pada saat itu sering kali diasosiasikan sebagai gundik (nyai) bagi orang Eropa atau Timur Asing.
Namun, gubahan 'Marie' Sloot liyan. Ia memunculkan gagasan menarik tentang perempuan Hindia dalam beberapa novelnya. Ambil satu contoh: Fernand (1878). Novel ini mengisahkan Empat pahlawan wanita Hindia.
Permunculannya dalam novel itu digambarkan jika masing-masing dari tokoh wanita itu cerdas dan mandiri, dengan caranya sendiri.
Salah satu pahlawannya adalah Theodore van Vaerne. Wanita Indo yang memutuskan pertunangan karena laki-laki itu membuatnya bosan. Dia bepergian melintasi Jawa dengan berpakaian seperti laki-laki. Menariknya, fenomena ini belum pernah terjadi di Hindia!
Salah satu cuplikannya berkisah: "Menurut pendapat bapak-bapak, dia (Theodore van Vaerne) cantik, tapi para perempuan menganggap penampilannya terlalu berani untuk menjadi cantik. Dia memiliki sepasang mata dan ekspresi wajah yang dengan jelas menunjukkan bahwa dia tidak takut pada hal-hal sepele."
Lebih ekstrem lagi: Theodore van Vaerne digambarkan dalam novel itu sangat gagah berani demi menuruti kemauannya. Ia berjalan ke kampung di mana wabah kolera yang mematikan tengah merajalela!
Perempuan Hindia yang digambarkan lemah, terdiskriminasi dan terbelenggu dalam dunia kolonial yang memarjinalkannya, tunduk pada segala yang berkuasa, tampil beda dalam novel itu.
Betapa pun, dengan penggambaran ini, semua orang semakin penasaran dan mengetahui bahwa Theodore dalam Fernand (1878) bukanlah gadis Hindia biasa. Mematahkan segala stigma miring dari realitas sosial yang ada.
Selain itu, salah satu karya monumentalnya adalah roman berjudul Van Slaaf Tot Vorst, yang terbit pada tahun 1887. Karya ini kemudian diterjemahkan oleh FH Wiggers dan diterbitkan tahun 1898 dengan judul Dari Boedak Sampe Djadi Radja.
Sebuah roman yang ditulis dengan gaya romantis-historis yang menarik pembaca ke dalam berbagai peristiwa dan karakter.
Melati van Java dengan sempurna menangkap suasana Jawa kuno dari pengalamannya mendengarkan cerita rakyat Jawa dan merangkainya melalui cerita dengan cara yang menarik.
Van Slaaf Tot Vorst tidak hanya memberikan hiburan, tetapi juga wawasan tentang konteks budaya dan sejarah Pulau Jawa. Buku inilah yang mengisahkan histori tentang Untung Surapati yang cukup penting dalam sejarah nasional kita.
Source | : | Historiek |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR