Kepada Socrates, Diotima mengatakan, bahwa cinta tidak seperti yang umumnya dipahami. Ia membedakan antara Eros dan Cinta, sesuatu yang sering disalahartikan.
Menurut Diotima, Eros adalah langkah awal menuju Cinta, seperti menaiki tangga yang disebut Tangga Cinta. Eros sendiri adalah roh penghubung antara manusia dan dunia para dewa.
Socrates bertanya: “Jadi, apa sebenarnya Eros itu? Apakah ia makhluk fana?”
Diotima menjawab: “Bukan.”
Menurut Diotima, Eros adalah makhluk setengah dewa yang berada di antara manusia dan dewa. Sifatnya bertentangan karena lahir dari Penia (kemiskinan) dan Poros (kelimpahan):
“Eros selalu miskin, kasar, dan jauh dari keindahan seperti yang banyak orang bayangkan. Ia hidup tanpa rumah, bertelanjang kaki, dan kumal.”
Namun, Eros juga memiliki sifat ayahnya, Poros. Ia penuh kecerdikan, keberanian, dan ketekunan. Ia adalah pemburu yang ulung, pandai merancang strategi, dan memiliki hasrat yang besar untuk mencari kebenaran.
Eros adalah imajinasi
Diotima dalam Symposium Plato menjelaskan tentang Eros:
“Kadang, dalam satu hari yang sama, Eros berkembang dan hidup ketika ia menemukan cara, lalu mati, tetapi hidup kembali berkat sifat ayahnya. Apa yang ia dapatkan perlahan-lahan hilang. Jadi, Cinta tidak pernah sepenuhnya miskin atau kaya. Ia berada di antara kebijaksanaan dan kebodohan.”
Baca Juga: Solon: Pembuat Undang-Undang Yunani Kuno dan Peletak Dasar Demokrasi
Source | : | Greek Reporter |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR