“Inilah keadaannya: tidak ada dewa yang mencintai kebijaksanaan atau ingin menjadi bijak—karena mereka sudah bijak. Begitu pula orang bijak tidak mencintai kebijaksanaan. Namun, orang bodoh juga tidak menginginkannya, karena inilah sifat kebodohan yang menyedihkan: tanpa menjadi indah, bermartabat, atau berpengetahuan, mereka tetap puas dengan dirinya sendiri.”
Socrates bertanya: “Lalu siapa yang berfilsafat, Diotima, jika bukan yang bijak atau bodoh?”
Diotima menjawab: “Ini jelas bahkan untuk seorang anak: mereka yang berada di antara keduanya. Salah satunya adalah Eros. Karena kebijaksanaan adalah hal yang sangat indah, dan Eros adalah cinta pada keindahan. Maka, Eros pasti seorang filsuf. Dan sebagai filsuf, ia berada di antara orang bijak dan orang bodoh. Ini karena asal-usulnya: ayahnya bijak dan cerdik, tetapi ibunya tidak bijak maupun cerdik.”
Eros menjadi cinta
Sebagaimana tubuh melahirkan, jiwa juga melahirkan, dan kehamilan ini adalah yang paling penting. Dorongan utama bagi keduanya adalah Cinta, yang memicu hasrat dan menciptakan segala sesuatu yang indah.
Menurut pandangan ini, perempuan adalah sosok yang mampu mengekspresikan keindahan fisik dan spiritual secara sempurna. Mungkin karena itulah Plato memilih seorang perempuan, Diotima, untuk "mengajar" tentang Cinta dalam Symposium-nya.
Menurut Diotima, Cinta mendorong seseorang untuk mencari keindahan. Pada awalnya, keindahan itu bersifat duniawi, tetapi seiring bertambahnya kebijaksanaan, pencarian berubah menjadi keindahan yang bersifat spiritual.
Bagi Diotima, penggunaan cinta yang paling mulia terhadap sesama manusia adalah mengarahkan pikiran pada cinta terhadap kebijaksanaan, yaitu filsafat.
Cinta Platonis menurut Diotima di Symposium Plato
Dialog Socrates mengungkapkan bahwa Diotima memperkenalkannya pada konsep cinta Platonis—cinta yang intelektual, murni, dan didasarkan pada cinta sejati, bukan nafsu jasmaniah yang berlalu setelah dipenuhi.
Bagi Diotima, cinta berkembang melalui tiga tahap, yakni tubuh, jiwa, dan pengetahuan. Perjalanan ini bergerak dari hal-hal material menuju hal-hal spiritual, dari tubuh menuju intelektual. Ini adalah perjalanan cinta spiritual.
Bagi Plato, cinta adalah sebuah gagasan yang bertujuan membawa individu menuju tingkat tertinggi dalam mistisisme erotis.
Melalui Symposium, Plato menyampaikan pandangannya tentang cinta dengan menggunakan Socrates dan Diotima sebagai tokoh untuk menjelaskan gagasan tersebut kepada audiensnya.
Source | : | Greek Reporter |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR