Nationalgeographic.co.id—Salah satu fakta yang sering diketahui tentang perempuan di Yunani Kuno adalah bahwa mereka tidak memiliki hak untuk memilih. Meskipun ini berlaku di Athena, pengecualian perempuan dari ranah politik tidak terjadi di semua wilayah Yunani Kuno.
Maup van de Kerkhof dalam "The Life of Women in Ancient Greece" sebagaimana dimuat pada laman History Cooperative menyebut bahwa kajian-kajian klasik telah mengungkap berbagai aspek kehidupan perempuan Yunani Kuno yang lebih kompleks.
Bahkan kini, diketahui bahwa peran mereka jauh lebih beragam dan kaya daripada yang sebelumnya diperkirakan. "Perempuan di Yunani Kuno lahir dalam masyarakat yang didominasi dan berpusat pada laki-laki," kata Van de Kerkhof.
Akibatnya, bayi perempuan memiliki peluang lebih besar untuk ditelantarkan saat lahir dibandingkan bayi laki-laki. Penelantaran ini sering kali didasari pada pertimbangan tentang masa depan anak perempuan.
Tak hanya itu, kontribusi yang bisa mereka berikan kepada keluarga juga dipertimbangkan. Sementara laki-laki dianggap lebih mungkin meniti karier di bidang politik atau mengumpulkan kekayaan.
Anak-anak perempuan umumnya dibesarkan di bawah pengawasan perawat. Di dalam rumah, terdapat ruang khusus bagi perempuan yang disebut gynaikon, biasanya terletak di lantai atas. Ruangan ini menjadi tempat para ibu dan perawat membesarkan anak-anak serta melakukan kegiatan seperti memintal dan menenun.
Pendidikan dalam Masyarakat Yunani Kuno
"Secara umum, anak perempuan tidak sepenuhnya dikecualikan dari pendidikan. Dalam beberapa hal, mereka menerima pendidikan serupa dengan anak laki-laki, meskipun terdapat perbedaan tertentu," ungkap Van de Kerkhof.
Misalnya, pelajaran musik lebih banyak diminati oleh anak perempuan, sementara pendidikan mereka cenderung difokuskan pada keterampilan yang relevan dengan kehidupan domestik.
Atletik juga menjadi bagian penting dari pendidikan, tetapi ada perbedaan mencolok dalam kegiatan ini. Anak perempuan lebih ditekankan pada tari dan senam, yang kemudian ditampilkan dalam kompetisi musik, festival, dan upacara keagamaan.
Di Sparta, pengembangan fisik perempuan mendapat perhatian yang lebih besar. Hal ini terkait erat dengan budaya militer Sparta, di mana pelatihan fisik sejak dini dianggap penting untuk mendukung keterampilan tempur dan pertahanan negara.
Baca Juga: Dewi Ular: Gambarnya Provokatif, Restorasi dan Interpretasinya Bermasalah
Pernikahan, Tahapan Kehidupan, dan Mahar
Wanita Yunani Kuno menjalani berbagai tahapan kehidupan yang ditandai dengan sebutan khusus. Masa remaja disebut kore, yang berarti gadis muda.
Setelah menikah, mereka memasuki tahap nymphe, yakni masa antara pernikahan dan kelahiran anak pertama. Ketika mereka menjadi seorang ibu, sebutannya berubah menjadi gyne.
Pernikahan umumnya terjadi di usia yang relatif muda. Di Athena, perempuan biasanya menikah pada usia 13 hingga 15 tahun, sementara di Sparta, pernikahan lebih lambat, dengan perempuan menikah di usia 20-an, sekitar 21 atau 22 tahun.
Sebaliknya, laki-laki biasanya menikah pada usia yang lebih matang, sekitar 30 tahun. Dalam hampir semua kasus, ayah memutuskan pasangan hidup untuk putrinya.
"Pernikahan dipandang sebagai puncak proses sosialisasi seorang perempuan muda. Karena ayah bertanggung jawab memilihkan suami, persetujuan dari pengantin perempuan sering kali tidak diperlukan," jelasnya.
Ketimpangan ini mencerminkan posisi perempuan yang lebih rendah dalam masyarakat Yunani Kuno. Meski demikian, praktik ini sering dibenarkan dengan alasan untuk memberikan perlindungan lebih besar kepada perempuan.
Kyrios dan Perlindungan
Dalam masyarakat Yunani Kuno, ayah memiliki tanggung jawab untuk memilihkan pasangan bagi putrinya, dengan pertimbangan utama adalah rasa aman yang dapat diberikan oleh calon suami. Jika sang ayah tidak berperan, tanggung jawab ini dialihkan kepada saudara laki-laki perempuan tersebut.
Sosok yang bertanggung jawab atas kesejahteraan dan keamanan seorang perempuan dikenal sebagai kyrios. Awalnya, kyrios adalah ayah atau saudara laki-laki perempuan itu, kemudian peran ini berpindah kepada suaminya setelah menikah.
Tugas utama seorang kyrios meliputi perlindungan ekonomi dan kesejahteraan keseluruhan perempuan di bawah tanggung jawabnya.
Baca Juga: Asal Nama Kota Yunani Kuno: Olympia, Athena, Rhodes, Thera dan Sparta
Selain itu, kyrios berfungsi sebagai penghubung antara dunia privat perempuan dan dunia publik, yang umumnya tidak melibatkan mereka.
Peralihan status kyrios dari ayah atau saudara laki-laki ke suami memiliki nilai strategis. Hal ini memungkinkan sang ayah untuk lebih fokus pada dirinya sendiri dan anak-anak lainnya. Dengan demikian, pernikahan menjadi langkah strategis yang umum dilakukan dalam berbagai masyarakat kuno.
Cinta dalam Pernikahan
Dalam pernikahan Yunani Kuno, cinta bukanlah elemen utama, terutama di awal hubungan. Meskipun demikian, cinta dapat tumbuh seiring waktu.
Namun, tujuan utama pernikahan lebih pada memberikan perlindungan kepada perempuan muda, yang sering kali menikah sebelum usia 15 tahun.
Pernikahan dini ini sebagian besar bertujuan untuk memastikan keamanan dan kesejahteraan perempuan muda.
Meski alasan di balik praktik ini belum sepenuhnya dipahami, pernikahan pada usia muda dianggap sebagai cara untuk memberikan jaminan lebih besar bagi putri mereka.
Hubungan terbaik yang diharapkan dari pernikahan ini adalah sesuatu yang disebut philia, yang berarti persahabatan erat.
Philia dapat mencakup cinta, tetapi jarang bersifat erotis. Hubungan seksual biasanya dilakukan semata-mata untuk tujuan memiliki anak.
Pria yang sudah menikah sering mencari hubungan seksual di luar pernikahan. Hal ini dianggap wajar. Namun, perempuan yang melanggar kehormatan keluarga dengan berhubungan di luar pernikahan dituduh melakukan moicheia.
Akibatnya, ia akan dilarang mengikuti upacara keagamaan umum, yang pada dasarnya berarti ia dikecualikan dari kehidupan publik.
Baca Juga: Tragedi Dosa Kesombongan Antigone dan Polynices dalam Mitologi Yunani
Hukuman bagi pria yang terlibat dalam hubungan ini sering kali lebih berat. Jika seorang suami memergoki istrinya berselingkuh, ia memiliki hak untuk membunuh pria tersebut tanpa menghadapi tuntutan hukum.
Mahar Sebagai Jaminan Keamanan
Mahar merupakan bagian penting dari pernikahan di Yunani Kuno. Pada dasarnya, mahar adalah bagian dari kekayaan keluarga suami yang diberikan kepada istri saat menikah. Meskipun secara hukum tidak wajib, secara moral mahar dianggap tak terpisahkan dari institusi pernikahan.
Baik perempuan maupun laki-laki akan dipandang rendah jika tidak ada mahar dalam pernikahan. Hal ini terkait erat dengan peran mahar sebagai sumber kekayaan utama yang dapat dimiliki perempuan dalam masyarakat Yunani Kuno.
Biasanya, mahar berupa sejumlah uang, tetapi kadang-kadang dilengkapi dengan barang-barang lain, seperti perabotan atau barang bergerak.
Dalam kasus tertentu, mahar bahkan mencakup tanah, meskipun ini jarang terjadi. Sebagian besar tanah tetap diwariskan kepada anak laki-laki yang lahir dari pernikahan tersebut.
Besar kecilnya mahar bergantung pada kekayaan keluarga suami. Dalam beberapa kasus, jumlahnya mencapai lebih dari 20 persen dari total harta warisan, tetapi dalam kasus lain, hanya kurang dari 10 persen.
Meskipun penting, mahar biasanya tidak cukup untuk menjamin kehidupan perempuan seumur hidup. Sebaliknya, mahar lebih berfungsi sebagai simbol formal untuk membawa perempuan ke oikos baru, yaitu rumah tangga keluarga suaminya. Selain itu, mahar menjadi jaminan atas keamanan perempuan dalam pernikahan.
Jika keluarga perempuan merasa bahwa suaminya tidak memperlakukan putri mereka dengan baik, mereka dapat membatalkan pernikahan.
Dalam situasi ini, suami diwajibkan mengembalikan mahar, bahkan dengan bunga sebesar 18-20 persen. Ancaman ini sering kali menjadi insentif bagi suami untuk menjaga hubungan yang sehat dan penuh perlindungan dengan istrinya.
Four Pests Campaign: Kala Pemberantasan Hama Justru Picu Kematian Puluhan Juta Warga TIongkok
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR