Menariknya, Junghuhn juga terampil dalam melukis. Sejauh ini, tidak pernah ada bukti empirik yang menjelaskan dari mana Junghuhn melatih keterampilan melukisnya. Besar dugaan bahwa sekolah kedokterannya di Jerman itulah yang melatihnya melukis.
Studi kedokteran di Jerman mendorong para mahasiswanya untuk mendokumentasikan spesimen tumbuhan, hewan, bahkan struktur anatomi melalui penggambaran. Saat itu belum diketahui adanya teknologi yang dapat mendokumentasikan gambar tentang itu.
Inilah yang jadi dugaan bahwa Junghuhn semakin terlatih untuk mendokumentasikan apa yang dikaji dan diamati melalui bakat melukisnya. Berbagai karya litografinya memanjakan mata.
Gunung menjulang dengan rona hijau bersanding birunya langit, potret lukisan Tjandi Seboe (Candi Sewu, Prambanan) di antara reruntuhannya, atau pegunungan Dieng Plateau dengan candinya yang kekar di antara orang berkuda, memberikan jejak dokumentasi yang bernilai, tak terhingga.
Franz Junghuhn melakoni perjalanan dinasnya dengan Dr. E. A. Fritze, seorang yang menjabat direktur dinas kesehatan di Hindia Belanda kala itu, untuk menjelajahi seluruh pulau Jawa. Mereka mendaki hampir segala gunung api di sana.
Selama beravontur, Junghuhn membawa perangkat lukisnya. Sebagaimana ketika ia menjalani sekolah kedokteran di Jerman, ia mendokumentasikan apa yang ia lihat untuk digurat pada kanvasnya.
Lebih jauh lagi, yang mengesankan dari sekadar peneliti dan penulis, Junghuhn tidak hanya menggambarkan objek kajiannya secara deskriptif, melainkan digambarkan melalui karya-karya naturalis yang memikat mata.
Di antara karya-karyanya adalah deskripsi penting dan sejarah alam dalam banyak volume gunung berapi di Jawa, Bijdragen tot de geschiedenis der vulkanen in den Indischen Archipel (1843).
Pada tahun 1849, kesehatan Junghuhn yang memburuk telah memaksanya kembali ke Belanda. Kembalinya ke Eropa juga sekaligus untuk menikahi Johanna Louisa Frederika Koch pada tanggal 23 Januari 1850. Pernikahannya dikaruniai seorang putra.
Setelah sembuh dari penyakitnya, Junghuhn memutuskan kembali ke Jawa pada tahun 1855. Kembalinya ke Jawa memunculkan ketertarikan baru pada botani dan aplikasi praktisnya.
Baca Juga: Memprihatinkan, Kondisi Taman Junghuhn Saat Ini
Mengingat Gaydar, Studi Kontroversial yang Mampu Deteksi Orientasi Seksual Lewat AI
Source | : | Eroica (2000) |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR