Nationalgeographic.co.id—Pada pengujung tahun 2024 lalu, isu perubahan iklim masih menjadi perhatian utama dunia, memunculkan pertanyaan mendesak mengenai kapan dan bagaimana masalah ini dapat dikendalikan.
Tanggung jawab besar dalam mengatasi tantangan ini terletak pada lima negara yang secara kolektif bertanggung jawab atas lebih dari separuh emisi gas rumah kaca global.
Tiongkok menduduki peringkat teratas sebagai penyumbang emisi terbesar dengan 31,5% dari total emisi global, diikuti oleh Amerika Serikat (13%), India (8,1%), Rusia (4,8%), dan Jepang (2,6%).
Namun, di antara lima negara penghasil emisi terbesar dunia, Tiongkok menonjol sebagai negara dengan masalah emisi yang paling serius, terutama karena ketergantungannya yang berkelanjutan pada batu bara sebagai sumber energi utama.
Situasi ini diperparah oleh fakta bahwa sekitar 57% emisi Tiongkok berasal dari sektor energinya, sebuah kondisi yang sangat kontras dengan negara-negara maju lainnya yang secara bertahap beralih dari batu bara menuju sumber energi yang lebih bersih.
Laporan dari Carbon Brief, sebuah organisasi yang berbasis di Inggris, pada bulan September 2024 mengungkapkan bahwa hampir seluruh kapasitas tenaga batu bara yang saat ini dalam tahap pengembangan (98%) terkonsentrasi di hanya 15 negara, dengan Tiongkok dan India menyumbang 86% dari total kapasitas tersebut.
Kapasitas tenaga batu bara yang masih dalam tahap pra-konstruksi dan konstruksi di Tiongkok mencapai angka yang mencengangkan, yaitu 420,69 gigawatt, sementara India menyusul dengan 97,32 GW.
Lebih lanjut, dari 1,8 GW kapasitas tenaga batu bara baru yang diusulkan di seluruh dunia, lebih dari 40% di antaranya disponsori oleh perusahaan-perusahaan Tiongkok.
"Lebih buruk lagi, pada Juni 2024, Tiongkok memiliki 1.147 GW kapasitas tenaga batu bara operasional yang tersebar di hampir 3.200 unit, mewakili lebih dari setengah total kapasitas batu bara operasional dunia," papar Tim Dais di laman Nikkei Asia.
"Penambangan batu bara Tiongkok juga mencetak rekor baru. Negara ini menambang 4,7 miliar ton batu bara pada tahun 2023," ujar jurnalis dan analis pasar energi, keberlanjutan, dan geopolitik di kawasan Asia-Pasifik tersebut.
Bahkan, negara ini masih terus mengembangkan tambang-tambang baru untuk meningkatkan produksi batu bara guna memenuhi kebutuhan sektor energinya, demikian menurut data dari Global Energy Monitor.
Baca Juga: Pertama dalam Sejarah, Batubara Tergeser oleh Pembangkit Listrik Ini di Eropa
KOMENTAR