Tentu saja, percobaan mereka tidak sepresisi studi aslinya. Meskipun menggunakan stopwatch, ada keterlambatan beberapa detik saat memindahkan telur dari satu panci ke panci lainnya.
Menjaga suhu air yang lebih dingin juga menjadi tantangan, karena memasukkan telur yang baru saja direbus dalam air mendidih menyebabkan suhu naik satu atau dua derajat.
Para peneliti merekomendasikan untuk memulai dengan suhu air dingin pada 28°C agar perubahan suhu ini bisa diminimalisir.
Mereka juga menyarankan untuk sedikit menggores bagian ujung cangkang sebelum memasak dan mengaduk telur perlahan saat berada di air dingin. Namun, ternyata mereka lupa melakukan kedua hal tersebut.
Hasilnya? Lezat!
Kuning telur memiliki warna emas yang kaya, rasanya lebih gurih, dan teksturnya sedikit lembut tanpa menjadi cair.
Bagi mereka yang lebih suka telur rebus dengan tekstur lebih padat, metode ini mungkin sedikit mengecewakan. Namun, para peneliti menyarankan untuk meningkatkan suhu air yang lebih dingin jika menginginkan hasil yang lebih keras. Bagi kita, teksturnya sudah mendekati sempurna!
Mengapa Mengembangkan Resep Ini?
Para peneliti ini bekerja di FoamLab, laboratorium sains di University of Napoli Federico II yang berfokus pada struktur material dalam berbagai suhu dan kondisi.
Fokus utama penelitian mereka sebenarnya adalah plastik. Namun, menurut direktur lab sekaligus salah satu penulis studi, Ernesto Di Maio, proyek ini bermula dari tantangan seorang kolega yang meminta mereka menerapkan keahlian mereka pada sesuatu yang lebih populer, seperti makanan.
Kolega tersebut memberi tahu Di Maio tentang seorang koki yang menjual telur seharga 80 euro per butir. Koki itu menggunakan teknik yang cukup rumit, di mana putih dan kuning telur dimasak secara terpisah, lalu disatukan kembali dengan cara yang sangat elegan.
Merasa tertantang, Di Maio meminta mahasiswa PhD Emilia Di Lorenzo untuk mengembangkan metode yang memungkinkan kedua bagian telur matang pada suhu idealnya masing-masing, tanpa harus memisahkan atau merusak cangkangnya.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR