Nationalgeographic.co.id—Saat berpuasa, tubuh mengalami serangkaian perubahan biologis yang memengaruhi metabolisme, energi, dan bahkan kesehatan secara keseluruhan. Lantas apa yang sebenarnya terjadi pada tubuh saat puasa? Ini penjelasan ilmiahnya.
Melansir laman Zoe Health Study, puasa memiliki makna yang berbeda bagi setiap orang. Dari sudut pandang ilmiah, puasa berarti tidak mengonsumsi kalori dalam jangka waktu tertentu.
Orang berpuasa karena berbagai alasan, mulai dari menjalankan ibadah keagamaan, melatih disiplin diri, hingga meningkatkan kesehatan. Namun, bagaimana sebenarnya tubuh merespons puasa? Apakah benar ada manfaat kesehatannya?
Puasa dapat dikategorikan menjadi dua jenis utama, yakni puasa intermiten dan puasa berkepanjangan.
Puasa intermiten adalah puasa yang berlangsung kurang dari dua hari atau dilakukan dengan pola makan tertentu yang bergantian antara periode makan dan puasa.
Salah satu bentuk paling populer adalah time-restricted eating, yaitu membatasi waktu makan dalam sehari.
Beberapa metode umum meliputi:
* 16/8: Makan dalam jendela waktu 8 jam (misalnya pukul 10.00–18.00) dan berpuasa selama 16 jam sisanya.
* 18/6: Makan dalam jendela waktu 6 jam dan berpuasa selama 18 jam.
* 20/4: Makan dalam jendela waktu 4 jam dan berpuasa selama 20 jam.
Selain itu, ada juga metode lain seperti alternate-day fasting, yaitu berpuasa setiap dua hari sekali, serta diet 5:2, yang membatasi asupan kalori hanya pada dua hari dalam seminggu.
Baca Juga: Didukung Penuh oleh Sains, Ini 8 Manfaat Puasa bagi Kesehatan
Kemudian yang kedua adalah puasa berkepanjangan, yakni puasa yang berlangsung lebih dari dua hari hingga beberapa minggu.
Karena berisiko bagi sebagian orang, puasa berkepanjangan sebaiknya dilakukan dengan pengawasan tenaga medis untuk memastikan keamanannya.
Namun demikian, tidak peduli jenis puasanya, tubuh akan merespons kekurangan asupan energi dengan berbagai mekanisme adaptasi.
Meski puasa dikaitkan dengan beberapa manfaat kesehatan, seperti peningkatan sensitivitas insulin dan perbaikan metabolisme, ada juga potensi risiko, terutama jika tidak dilakukan dengan tepat.
Selain itu, pola makan tetap menjadi faktor penting. Apapun jadwal puasa yang diterapkan, memilih makanan bergizi saat berbuka dan sahur adalah kunci untuk mendapatkan manfaat optimal dari puasa.
Apa yang terjadi pada tubuh saat puasa?
Tubuh manusia memiliki kemampuan luar biasa untuk beradaptasi, termasuk saat tidak mendapat asupan makanan dalam waktu tertentu. Ketika berpuasa, terjadi berbagai perubahan dalam sistem metabolisme dan seluler. Berikut adalah beberapa respons tubuh saat berpuasa:
1. Perubahan Sumber Energi
Biasanya, tubuh mendapatkan energi dari makanan, terutama dengan mengolah karbohidrat menjadi gula sederhana (glukosa). Glukosa yang tidak langsung digunakan akan disimpan di hati sebagai glikogen atau diubah menjadi lemak dalam sel lemak.
Selama beberapa jam pertama berpuasa, tubuh menggunakan cadangan glikogen sebagai sumber energi utama. Namun, ketika glikogen mulai habis, tubuh beralih ke sumber bahan bakar lain melalui proses yang disebut metabolic switch.
Saat glukosa tidak lagi tersedia, tubuh mulai memecah lemak menjadi keton, yang kemudian digunakan sebagai energi oleh sel-sel tubuh. Ketika kadar keton dalam darah meningkat, tubuh memasuki kondisi yang disebut ketosis.
Baca Juga: Ekspedisi Laut Jawa: Dina Salat dan Puasa di Kedalaman 7.000 Meter
Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ketosis bervariasi, tergantung pada tingkat aktivitas, makanan terakhir yang dikonsumsi, dan jumlah glikogen dalam tubuh. Biasanya, proses ini terjadi dalam 12–36 jam setelah tidak makan.
2. Peningkatan Ketahanan terhadap Stres
Ketika tubuh mengalami puasa secara berulang, sel-sel tubuh menyesuaikan diri dengan kondisi ini. Para ilmuwan percaya bahwa respons adaptif ini membantu meningkatkan daya tahan sel terhadap stres dan penyakit. Meskipun penelitian lebih banyak dilakukan pada hewan dan sel, hasilnya menunjukkan potensi manfaat serupa pada manusia.
3. Autofagi: Proses Pembersihan Sel
Autofagi berasal dari bahasa Yunani yang berarti “memakan diri sendiri.” Ini adalah mekanisme alami tubuh untuk membersihkan dan mendaur ulang komponen sel yang sudah rusak atau tidak berfungsi dengan baik.
Autofagi memainkan peran penting dalam menjaga kesehatan sel dan diyakini berkontribusi dalam mencegah berbagai penyakit, seperti penyakit jantung, diabetes, kanker, dan infeksi.
Proses ini terjadi secara alami dalam tubuh, tetapi jika tidak berjalan dengan baik, dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan.
Beberapa penelitian pada hewan menunjukkan bahwa puasa dapat meningkatkan autofagi, yang berpotensi menjadi cara sederhana dan aman untuk menjaga kesehatan sel.
Namun, bukti ilmiah mengenai manfaat autofagi akibat puasa pada manusia masih terbatas dan memerlukan penelitian lebih lanjut.
4. Kesehatan Pencernaan
Di dalam usus manusia terdapat triliunan bakteri dan mikroorganisme lain yang secara kolektif dikenal sebagai mikrobioma usus. Mikrobioma ini berperan penting dalam berbagai aspek kesehatan secara keseluruhan.
Baca Juga: Ragam Hidangan Berbuka Puasa dari Penjuru Dunia yang Patut Dicoba
Beberapa penelitian sains menunjukkan bahwa puasa dapat memberikan manfaat bagi mikrobioma usus.
Dalam studi yang melibatkan pria yang berpuasa selama 16 jam sehari, ditemukan bahwa mereka memiliki peningkatan jumlah bakteri baik dalam ususnya.
Kehadiran bakteri ini dikaitkan dengan berbagai manfaat kesehatan, seperti metabolisme yang lebih baik, kesehatan jantung yang meningkat, serta penurunan risiko obesitas, kanker, dan penyakit radang usus.
Namun, dalam satu studi, ketika peserta kembali ke pola makan normal, komposisi mikrobioma mereka kembali seperti semula sebelum berpuasa.
Secara alami, saat tidur, tubuh mengalami periode puasa yang memungkinkan dinding usus untuk memperbaiki dirinya sendiri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa memperpanjang durasi puasa ini dapat memperkuat barrier usus, yang berpotensi mengurangi peradangan kronis.
Meskipun penelitian tentang hubungan antara puasa dan kesehatan pencernaan masih berlangsung, hasil awal menunjukkan adanya manfaat potensial. Namun, diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahaminya secara menyeluruh.
Manfaat Jangka Panjang Puasa
Sebagian besar penelitian mengenai puasa dan manfaat jangka panjangnya berfokus pada puasa intermiten.
Saat ini, pemahaman mengenai efek puasa dalam jangka waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun masih dalam tahap awal. Namun, beberapa bukti menunjukkan bahwa beberapa jenis puasa dapat memberikan manfaat kesehatan dalam jangka panjang.
1. Mengontrol Kadar Gula Darah
Menurut sains, beberapa metode puasa intermiten terbukti dapat membantu mengontrol kadar gula darah.
Baca Juga: Sejarah Islam: Perang dan Pertempuran yang Terjadi Selama Ramadan
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa puasa selang-seling (alternate-day fasting) dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan membantu mengelola kadar gula darah.
Namun, masih diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami sepenuhnya hubungan antara puasa dan kontrol gula darah dalam jangka panjang.
2. Menjaga Kesehatan Jantung
Puasa intermiten juga dapat memberikan manfaat bagi kesehatan jantung.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa puasa dapat membantu meningkatkan kesehatan jantung dengan:
Penelitian terbatas telah mengapai efek ini dalam berbagai metode puasa intermiten, seperti puasa selang-seling, pembatasan waktu makan, dan metode modifikasi lainnya.
3. Potensi Menurunkan Berat Badan
Puasa jangka pendek, seperti puasa intermiten, dapat membantu beberapa orang menurunkan berat badan. Namun, penelitian menunjukkan bahwa efektivitasnya tidak jauh berbeda dengan pola diet rendah kalori konvensional.
Sementara itu, penelitian tentang puasa berkepanjangan masih terbatas. Meskipun dapat membantu menurunkan berat badan, beberapa studi menunjukkan bahwa penurunan berat badan tidak hanya berasal dari lemak, tetapi juga dari air, protein, dan jaringan tubuh lainnya.
Dalam sebuah studi kecil, pria yang menjalani puasa selama 10 hari mengalami penurunan berat badan rata-rata 7%, tetapi sekitar 60% dari berat yang hilang bukan berasal dari lemak tubuh.
Saat ini, penelitian belum menunjukkan bahwa puasa adalah metode yang paling efektif untuk menurunkan berat badan. Dibutuhkan lebih banyak studi untuk memahami dampaknya lebih jauh.
Risiko Puasa
Meskipun puasa dapat memberikan manfaat kesehatan, ada beberapa risiko yang perlu dipertimbangkan, antara lain:
* Kelelahan dan Perubahan Mood: Saat pertama kali berpuasa, tubuh mungkin merasa lebih lemas, mudah marah, dan sulit berkonsentrasi. Namun, gejala ini biasanya membaik seiring waktu.
* Sakit Kepala atau Migrain: Melewatkan waktu makan dapat menjadi pemicu migrain. Namun, penelitian menunjukkan bahwa setelah menjalani puasa secara konsisten, seperti selama bulan Ramadan, frekuensi sakit kepala justru bisa berkurang.
* Gangguan Pola Makan: Puasa dapat berdampak negatif bagi mereka yang memiliki riwayat gangguan makan, karena dapat meningkatkan risiko binge eating atau perilaku makan berlebihan setelah periode puasa.
Source | : | Zoe Health Study |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR