Nationalgeographic.grid.id—Bayangkan sebuah dunia di mana raksasa berjalan di Bumi, langit dipenuhi makhluk bersayap, dan lautan dikuasai oleh predator yang menakutkan. Selama 230 juta tahun, dinosaurus memerintah planet ini. Kemudian, dalam sekejap mata geologis, mereka menghilang.
Apa yang terjadi? Kenapa dinosaurus punah? Apakah itu akhir yang tiba-tiba dan dahsyat, atau kematian yang lambat dan tak terhindarkan?
Para ilmuwan telah menghabiskan beberapa dekade untuk mengumpulkan petunjuk, menggali fosil, dan menganalisis batuan, semuanya untuk mengungkap misteri ini.
Teori-teori berkisar dari tumbukan meteor raksasa hingga letusan gunung berapi yang dahsyat, masing-masing dengan bukti yang menarik dan argumen yang meyakinkan.
Namun, kebenaran mungkin lebih kompleks, sebuah jalinan peristiwa yang saling terkait yang menyebabkan kepunahan salah satu kelompok hewan paling luar biasa yang pernah ada. Temukan jawabannya dalam artikel ini.
Hantaman meteor raksasa
Teori mengenai kepunahan dinosaurus yang paling terkenal adalah hipotesis Alvarez, yang sering disebut sebagai 'kematian dari langit'. Hipotesis ini dikembangkan oleh ilmuwan ayah dan anak, yaitu Luis dan Walter Alvarez.
Pada tahun 1980, mereka mengajukan sebuah gagasan revolusioner bahwa sekitar 66 juta tahun silam, sebuah meteor dengan ukuran sebesar gunung menghantam Bumi.
Peristiwa dahsyat ini menyebabkan atmosfer Bumi dipenuhi oleh berbagai material seperti gas, debu, dan puing-puing. Akibatnya, seperti dilansir National Geographic, iklim global mengalami perubahan ekstrem dan drastis.
Bukti utama yang mendukung hipotesis ini adalah ditemukannya konsentrasi logam iridium yang sangat tinggi pada lapisan geologis yang dikenal sebagai lapisan Kapur-Paleogen, atau lapisan K-Pg. Lapisan K-Pg ini merupakan zona batas geologis yang menandai akhir dari semua lapisan batuan yang diketahui mengandung fosil dinosaurus.
Iridium sendiri merupakan unsur yang relatif langka di kerak Bumi, namun lebih banyak ditemukan dalam meteorit berbatu. Observasi ini mendorong Alvarez bersaudara untuk menyimpulkan bahwa kepunahan massal dinosaurus disebabkan oleh tumbukan benda luar angkasa.
Baca Juga: Mungkinkah Selama Ini Kita Salah Memahami Teori Kepunahan Dinosaurus?
Teori ini semakin kuat dan mendapatkan dukungan luas ketika para ilmuwan berhasil mengaitkan peristiwa kepunahan tersebut dengan keberadaan sebuah kawah tumbukan raksasa yang terletak di lepas pantai Semenanjung Yucatán, Meksiko.
Kawah tersebut, yang dikenal sebagai kawah Chicxulub, memiliki lebar sekitar 150 kilometer. Ukuran dan usia kawah Chicxulub ini sangat sesuai untuk menjelaskan peristiwa kepunahan dinosaurus.
Pada tahun 2016, para ilmuwan melakukan pengeboran inti batuan di dasar kawah Chicxulub yang terendam air. Mereka berhasil mengambil sampel yang menembus jauh ke dalam perut kawah.
Pemeriksaan mendalam terhadap interior kawah ini mengungkapkan bahwa tumbukan meteor tersebut sangat kuat. Kekuatan tumbukan ini diperkirakan mampu mengirimkan batuan dan gas yang menguap dalam jumlah yang mematikan ke atmosfer Bumi. Efek dari peristiwa tumbukan ini diperkirakan berlangsung selama bertahun-tahun.
Lebih lanjut, pada tahun 2019, para paleontolog yang melakukan penggalian di Dakota Utara menemukan sejumlah besar fosil yang sangat dekat dengan batas K-Pg.
Temuan fosil ini seolah-olah merekam sisa-sisa ekosistem lengkap yang eksis sesaat sebelum peristiwa kepunahan massal terjadi. Sangat signifikan bahwa lapisan yang mengandung fosil-fosil tersebut juga mengandung banyak sekali serpihan kaca kecil yang disebut tektit
Tektit ini diperkirakan merupakan gumpalan batuan cair yang terlempar ke atas akibat tumbukan meteor, membeku di atmosfer, dan kemudian jatuh menghujani Bumi.
Amarah gunung api
Meskipun teori tumbukan meteor raksasa sebagai penyebab kepunahan massal dinosaurus populer, beberapa ilmuwan memiliki pandangan berbeda. Mereka berpendapat bahwa bukti tumbukan meteor besar tidak cukup kuat dan meyakini bahwa Bumi sendiri adalah penyebab utama kepunahan pada periode K-Pg.
Teori alternatif ini menyoroti peran aktivitas vulkanik yang sangat besar, khususnya aliran lava purba di India yang dikenal sebagai Deccan Traps. Formasi geologis ini tampaknya terbentuk pada periode waktu yang sama dengan akhir periode Kapur.
Baca Juga: Molekul Organik di Tulang Dinosaurus Ini Bantah Hipotesis Ilmiah Lama
Ledakan vulkanik dahsyat terjadi antara 60 hingga 65 juta tahun yang lalu, menghasilkan semburan lava yang luar biasa luas. Batuan vulkanik yang dihasilkan dari peristiwa ini sekarang menutupi area yang sangat luas, hampir mencapai 500.000 kilometer persegi. Lapisan batuan ini sangat tebal, di beberapa tempat bahkan mencapai lebih dari 1.800 meter.
Letusan vulkanik sebesar ini pasti memiliki dampak dramatis pada atmosfer Bumi. Gas-gas seperti karbon dioksida dan gas vulkanik lainnya yang dilepaskan dalam jumlah besar akan memenuhi langit dan secara signifikan mengubah iklim global.
Para pendukung teori vulkanisme sebagai penyebab kepunahan K-Pg menunjukkan berbagai bukti pendukung. Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa suhu Bumi sudah mengalami perubahan bahkan sebelum terjadinya peristiwa tumbukan meteor yang diperkirakan.
Penelitian lain menemukan bukti kepunahan massal yang terjadi jauh sebelum 66 juta tahun yang lalu, bahkan menunjukkan bahwa dinosaurus sudah mengalami penurunan populasi secara bertahap di akhir periode Kapur.
Selain itu, aktivitas vulkanik adalah fenomena umum di planet Bumi dan telah menjadi penyebab kepunahan massal lainnya di masa lalu, sementara tumbukan meteor raksasa adalah peristiwa yang jauh lebih jarang terjadi.
Para pendukung teori ini berargumen bahwa semua bukti ini lebih masuk akal jika letusan gunung berapi yang berkepanjangan dan dahsyat adalah akar penyebab kepunahan K-Pg yang melanda seluruh dunia.
Mungkinkah keduanya?
Dalam upaya mengungkap misteri prasejarah, semakin banyak ilmuwan kini mempertimbangkan kombinasi dari berbagai gagasan yang ada. Ada kemungkinan besar bahwa dinosaurus mengalami serangkaian peristiwa geologis yang malang, yaitu kombinasi antara aktivitas vulkanik dan hantaman meteor.
Aktivitas vulkanik tersebut kemungkinan besar telah melemahkan ekosistem, membuat dinosaurus lebih rentan terhadap dampak meteor yang datang kemudian.
Namun, gagasan ini sangat bergantung pada penanggalan yang lebih akurat dari peristiwa Deccan Traps dan kawah Chicxulub. Pada tahun 2019, dua penelitian independen melakukan analisis petunjuk geokimia dari lava Deccan Traps dan menghasilkan kesimpulan yang sedikit berbeda.
Satu makalah dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa gunung berapi memainkan peran pendukung dalam kepunahan dinosaurus dengan menyebabkan penurunan kondisi ekosistem sebelum terjadinya tumbukan meteor.
Sementara makalah lainnya menyatakan bahwa letusan gunung berapi justru terjadi setelah peristiwa tumbukan meteor dan mungkin hanya memainkan peran kecil dalam mengantarkan kepunahan dinosaurus.
Perdebatan mengenai peran relatif dari kedua peristiwa ini kemungkinan akan terus berlangsung selama bertahun-tahun ke depan. Para ilmuwan akan terus mencari dan menganalisis petunjuk-petunjuk baru serta mengembangkan teknik-teknik baru untuk memahami masa lalu bumi.
Namun, terlepas dari apakah penyebab utama kepunahan dinosaurus adalah tumbukan meteor dari luar angkasa atau aktivitas vulkanik yang masif, penelitian mengenai napas terakhir dinosaurus ini memberikan pelajaran yang sangat penting. Pelajaran tersebut adalah mengenai efek perubahan iklim yang dramatis terhadap seluruh penghuni Bumi.
KOMENTAR