Nationalgeographic.co.id—Afrika merupakan benua terbesar kedua. Namun, catatan fosil dinosaurus di sana secara keseluruhan sangat jarang bila dibandingkan dengan benua lainnya.
Hampir tiga perempat dari seluruh dinosaurus yang diketahui berasal hanya dari 10 negara, dengan China, Amerika Serikat, dan Mongolia menempati posisi teratas.
Jarangnya catatan fosil dinosaurus di Afrika ini dapat memberi kesan bahwa tidak banyak sisa dinosaurus yang dapat ditemukan di benua itu, atau mungkin fosil dinosaurus yang telah ditemukan tidak semenarik atau sepenting yang ditemukan di Eropa atau Amerika Utara. Akan tetapi, sejarah dinosaurus di Afrika lebih kompleks daripada itu.
Dr. Kimi Chapelle adalah seorang peneliti Afrika Selatan yang mempelajari dinosaurus di seluruh Afrika bagian selatan, tetapi khususnya berfokus pada dinosaurus yang berada di dalam lapisan batuan yang dikenal sebagai Elliot Formation. Batuan ini berasal dari periode yang membentang dari peristiwa kepunahan Triassic-Jurassic sekitar 200 juta tahun yang lalu.
"Jelas ada bias pengumpulan dalam hal fosil," kata Kimi. "Ya, memang ada lebih sedikit spesies dinosaurus yang diketahui dari Afrika Selatan, tetapi itu ada hubungannya dengan fakta bahwa tempat itu belum banyak dieksplorasi."
"Contoh khasnya adalah kami mengira Elliot Formation Bawah [Afrika Selatan] jauh lebih sedikit keanekaragamannya dibandingkan Elliot Formation Atas. Namun, banyak di antaranya yang masih dalam tahap pengambilan sampel. Setiap hewan yang kami temukan dalam formasi tersebut adalah spesies baru. Segala sesuatunya."
Namun, tidak selalu seperti ini. Ada sejarah dinosaurus dari Afrika yang sangat kaya, yang dimulai sejak awal studi paleontologi itu sendiri.
Fosil dinosaurus di Afrika
Dinosaurus pertama yang ditemukan oleh para ilmuwan di seluruh belahan bumi selatan ditemukan di Afrika Selatan hanya tiga tahun setelah kata 'dinosaurus' diciptakan oleh Sir Richard Owen pada tahun 1842. Selain itu, salah satu dinosaurus pertama yang diberi nama adalah hewan bernama Massospondylus yang juga berasal dari Afrika Selatan, dan juga dinama oleh Richard Owen.
Pada abad kesembilan belas perhatian para paleontologi beralih ke fosil-fosil luar biasa yang ditemukan di American Midwest, ekspedisi dinosaurus terbesar sepanjang masa tidak dilakukan di Amerika Utara atau Eropa seperti yang diperkirakan banyak orang, tetapi di Tanzania, Afrika timur.
Antara tahun 1909 dan 1913, tim ilmuwan dari Museum für Naturkunde Berlin mengunjungi situs bernama Tendaguru di wilayah yang saat itu merupakan Afrika Timur Jerman. Ekspedisi kolonial tersebut menggunakan ratusan pekerja lokal untuk mengumpulkan 225 ton material dari area seluas 80 kilometer persegi. Dari sana, mereka menggali ribuan fosil dinosaurus yang terfragmentasi.
Baca Juga: Temuan Fosil di Maroko Memberi Petunjuk Mengapa Dinosaurus Punah
Akhirnya, para ilmuwan menyatukannya untuk mendeskripsikan sejumlah spesies baru, termasuk Dicraeosaurus berleher pendek dan berleher panjang, Kentrosaurus berduri, dan yang lebih tinggi dari semuanya, Giraffatitan. Semua fosil ini masih ada di Jerman hingga hari ini.
Oleh karena itu, fosil-fosil yang ditemukan di Afrika penting secara historis, tetapi ada juga sejumlah yang penting secara ilmiah.
Pada tahun 1930-an, kepemilikan Tanzania telah jatuh ke tangan Inggris dan saat itu dikenal sebagai Wilayah Tanganyika. Di sinilah beberapa sisa tulang fosil dikumpulkan dan akhirnya dibawa ke Natural History Museum, London. Pada tahun 2013, dan tulang-tulang ini akhirnya dideskripsikan sebagai spesies baru Nyasasaurus parringtoni.
Dengan usia sekitar 230 juta tahun, dinosaurus ini berpotensi menjadi dinosaurus paling awal yang pernah ditemukan (atau paling tidak sangat dekat dengan asal usul dinosaurus). Ini berarti bahwa, meskipun benua ini kurang mendapat perhatian, Afrika mungkin telah memainkan peran penting dalam evolusi dinosaurus itu sendiri.
Namun, meskipun memiliki sejarah panjang dan potensi yang jelas, secara umum benua ini masih terabaikan.
Minat fosil dinosaurus di Afrika rendah?
Lantas, jika Afrika mengandung begitu banyak fosil dari masa-masa kritis dalam sejarah Bumi, mengapa minat terhadap benua itu relatif rendah? Jawaban atas pertanyaan ini pun mungkin beragam.
Sebagian dari masalahnya adalah seberapa terpencilnya banyak lokasi tersebut. Banyak formasi batuan yang kaya akan fosil berada jauh dari kota-kota, atau dalam beberapa kasus berada di wilayah yang secara politik tidak stabil. Hal ini dapat mempersulit pekerjaan di tempat-tempat tersebut karena logistiknya.
Kurangnya infrastruktur ini sangat mencolok jika dibandingkan dengan lokasi fosil terkenal lainnya, seperti di Amerika Utara.
Faktor utama lainnya adalah keahlian. Selama ini, fosil-fosil yang ditemukan di Afrika dibawa keluar benua ke Eropa dan Amerika untuk dipelajari oleh para ilmuwan di sana, alih-alih membangun kapasitas dan keahlian di negara tersebut.
Hal ini mengakibatkan minimnya pakar lokal dan ketergantungan historis pada ilmuwan dari Eropa dan Amerika Serikat untuk menafsirkan apa yang ditemukan. Meskipun kurangnya kapasitas ini perlahan membaik, terutama di tempat-tempat seperti Maroko dan Afrika Selatan, masih ada jalan yang sangat panjang yang harus ditempuh.
Baca Juga: Ada 700 Spesies Dinosaurus Ditemukan dan Diberi Nama, Mengapa Begitu Banyak?
Namun, satu hal yang jelas di sini adalah bahwa sejarah perburuan fosil di benua Afrika pada dasarnya terkait dengan proyek kolonial negara-negara Eropa.
Fosil-fosil awal dari Afrika Selatan hanya sampai ke tangan Richard Owen di London karena Inggris menjalankan kekuasaan brutal di daerah Tanjung Selatan, sementara Jerman menduduki Tanzania dengan memaksakan kekuasaan berdarah di seluruh wilayah Afrika Timur.
Seperti biasa, ini berarti ada sejarah yang sangat rumit dan besar untuk diurai. Sementara banyak temuan fosil utama dari Afrika dikumpulkan secara legal dan kemungkinan besar akan terkikis jika dibiarkan di dalam tanah (yang berarti kita akan semakin kurang tahu tentang dinosaurus Afrika), fosil-fosil itu diambil dari tanah yang diduduki yang merupakan akibat langsung dari tindakan perang, genosida, dan kematian.
Misalnya, di masa lalu beberapa politisi Tanzania telah menyerukan pengembalian Giraffatitan ke negara tempat penggaliannya, meskipun penting untuk dicatat bahwa ini bukanlah posisi pemerintah Tanzania. Namun, meskipun ada peningkatan dalam seruan untuk pemulangan fosil dinosaurus selama beberapa tahun terakhir, segala sesuatunya tidak pernah sesederhana yang terlihat pertama kali.
Seorang paleontolog, Dr Nizar Ibrahim, mengatakan, "Memulangkan fosil sebenarnya jauh lebih rumit daripada yang disadari banyak orang. Saya pernah memulangkan fosil ke tempat-tempat seperti Maroko , tetapi itu pekerjaan yang sangat berat."
"Ada banyak contoh fosil yang dikembalikan ke negara-negara yang kemudian hancur berkeping-keping karena infrastrukturnya tidak ada. Jadi, hal yang sulit adalah mengumpulkan dana untuk infrastruktur dan pengembangan kapasitas di lapangan."
Namun, pemindahan fosil dari negara-negara Afrika tidak berhenti setelah berakhirnya kolonialisme. Di beberapa negara, salah satu ancaman terbesar terhadap warisan fosil mereka adalah perdagangan fosil ilegal. Ini adalah masalah besar khususnya di Maroko, yang kini tengah marak dengan perdagangan fosil ilegal.
Ini bukanlah masalah yang tidak dapat diatasi. Namun, ini berarti bahwa para paleontolog perlu berpikir lebih jauh ke depan daripada sekadar tindakan repatriasi, yang dalam banyak kasus tidak menyelesaikan masalah. Mereka perlu mempertimbangkan bagaimana warisan penting ini akan dilindungi bagi generasi ilmuwan mendatang.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | Natural History Museum |
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR