Nationalgeographic.co.id—Orang utan tapanuli teranam punah dan kehidupan mereka terisolasi. Peneliti dari Pusat Riset Zoologi Terapan (PRZT), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wanda Kuswanda, menjelaskan kondisi habitat orang utan tapanuli di Sumatra Utara yang saat ini hanya tersisa di ekosistem Batang Toru.
Habitat orang utan tapanuli di Batang Toru sangatlah terbatas. Luasnya hanya sekitar 138,435 hektare.
“Artinya, jika kawasan itu rusak maka orang utan tersebut akan punah,” tutur Wanda, seperti dikutip dari laman BRIN.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, kehilangan tutupan hutan terutama di luar kawasan hutan periode 2022-2023 masih terjadi dan mencapai sekitar 121.000 hektare. Hal ini akan memengaruhi penurunan daya dukung satwa liar di dalamnya.
Menurut Wanda, berbagai perubahan tutupan hutan mengakibatkan ancaman bagi beragam satwa liar, seperti menurunnya habitat, terputusnya wilayah jelajah, terisolasi, dan mengurangi ketersediaan pakan untuk mendukung pertumbuhan satwa liar.
Dampak lainnya adalah adanya stres dan konflik yang meningkat dengan manusia. Kemudian pergerakan satwa menjadi terbatas, serta mengakibatkan penurunan dan kematian populasi.
“Pada kawasan hutan sebagai habitat satwa liar, pembukaan areal hutan untuk berbagai kepentingan masih sering terjadi. Penebangan liar dan begitu banyaknya perubahan tutupan lahan menjadi perkebunan sawit, pertanian, serta lainnya dapat memicu meningkatnya laju penurunan satwa liar tersebut,” terang Wanda.
Dengan kondisi saat ini, program konservasi alam perlu menjadi prioritas, salah satunya membangun koridor satwa liar. “Bagaimana memfasilitasi pergerakan individu atau meta populasi orang utan yang terpisah pada blok-blok habitat tersebut,” tambahnya.
Wanda menjelaskan, koridor satwa adalah area atau jalur bervegetasi, entah alami atau buatan. Koridor ini merupakan sarana terjadinya pergerakan atau pertukaran individu antarpopulasi, sehingga aliran genetik masih terjadi.
Tujuan koridor ini dalam upaya perlindungan dan pengawetan satwa liar di luar Kawasan Pelestarian Alam (KPA) dan Kawasan Suaka Alam (KSA).
Baca Juga: Mukjizat Alam, Orang Utan Sumatra Pakai Tanaman Obat untuk Obati Luka
“Dengan adanya amandemen UU No. 5 Tahun 1990 menjadi UU No. 23 Tahun 2024 merupakan dasar hukum yang lebih konkret, karena koridor menjadi bagian dari area preservasi,” jelasnya.
Fungsi koridor ini adalah sebagai jalur penghubung habitat terfragmentasi, menjaga perkawinan silang antarpopulasi, mencegah inbreeding, fasilitas migrasi satwa, meminimalkan konflik satwa, menjaga ketahanan ekosistem, dan membantu adaptasi satwa reintroduksi.
Wanda mengatakan, riset koridor orang utan tapanuli didukung Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) Sumatera Utara, Yayasan Ekosistem Lestari, dan Yayasan Konservasi Indonesia.
“Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kesesuaian habitat dan merancang area koridor yang efektif,” terang Wanda.
Dari hasil riset yang dilakukan, telah dibuat rekomendasi solusi pembangunan koridor. Pertama, perlu desain ulang area koridor sebagai area preservasi.
Beberapa syarat koridor yaitu tutupan hutan yang masih utuh, minimal lebar koridor 100 meter, meminimalkan gangguan dan potensi konflik, dan apabila memotong area perusahaan maka pilih potensi area pembukaan hutannya yang minim.
Kedua, pembangunan koridor artifisial/buatan (melintasi jalan dan sungai). Ketiga, melakukan pemulihan area koridor yang terdegradasi.
“Harapannya, dengan pemulihan area koridor, selain akan memperluas pergerakan orang utan juga tentunya menambah ketersediaan daya dukung habitatnya. Salah satunya dengan penanaman pohon pakan. Tetapi catatannya adalah yang pemanfaatan oleh manusia dan orang utan itu berbeda, misalnya pengembangan pohon kemenyan yang juga sudah dikembangkan oleh masyarakat di Tapanuli Utara,” papar Wanda.
Keempat, pembangunan skema kompensasi nontunai dan kolaborasi manajemen. “Semoga bisa membangun suatu kelembagaan yang memberikan kompensasi nontunai sebagai pengganti. Di mana, lahan yang masyarakat miliki tersebut dialihkan fungsinya untuk men-support konservasi orang utan,” harapnya.
Wanda menyebut hasil riset ini telah berkontribusi pada kebijakan daerah, seperti Peraturan Bupati Tapanuli Selatan untuk pengembangan koridor dan konservasi orang utan.
“Dari hasil riset ini, selain menghasilkan publikasi juga menghasilkan kebijakan," ucapnya.
"Salah satu riset kita ini sudah menjadi dasar peraturan Bupati Tapanuli Selatan, karena Bupati Tapanuli Selatan sangat men-support konservasi orang utan. Semoga hasil riset di tahun 2025 ini dapat didorong juga menjadi sebuah peraturan seperti ini."
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR