Inovasi ini, yang meraih medali perunggu di International Exhibition of Inventions di Jenewa, Swiss, pada April 2025, akan mengotomatiskan perawatan sarang lebah. Warren menjelaskan, dari 210 jam per tahun yang dibutuhkan dengan sistem tradisional, "Smart Beehive" mampu memangkasnya menjadi sekitar 100 jam per tahun, menghemat lebih dari 50 persen waktu.
"Smart Beehive" memantau suhu, kelembaban, hama, dan aktivitas lebah dari jarak jauh, menjaga lebah dari stres dan memastikan produksi madu optimal.
Melalui proyek Octahive, Warren Xie dan kawan-kawan terus menyempurnakan "Smart Beehive" untuk eliminasi hama kutu dan pemanenan madu otomatis. Mereka bahkan mengintegrasikan tenaga surya agar teknologi ini dapat menjangkau daerah terpencil.
"Dengan mengurangi kebutuhan tenaga manusia dalam merawat dan juga meningkatkan produktivitas madu lebah, kami berharap proyek Beehive ini dapat memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat, khususnya para petani lebah," pungkas Warren.
Jaring Asa, Menuai Kesejahteraan
Fitrah Febriyansah, Ketua KPM Tungkung, bersaksi bahwa program budidaya lebah madu Nectarmas sangat membantu anggotanya dalam mengelola lahan gambut secara lestari.
"Kami merasa terbantu oleh adanya gerakan Nectarmas yang dengan konsisten memberikan pendampingan dan dukungan hingga saat ini. Semoga program ini bisa terus berkelanjutan sehingga dapat memberikan manfaat serta berdampak positif bagi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di desa kami," tutur Fitrah.
Dolly Priatna, Direktur Eksekutif Belantara Foundation, mengakui tantangan budidaya madu: kualitas yang tak konsisten dan sulitnya akses pasar. Namun, kehadiran Nectarmas yang digerakkan Gen Z ini adalah bukti nyata bahwa generasi muda adalah agen perubahan, mampu merajut masa depan yang lebih baik melalui pemanfaatan teknologi cerdas. Warren dan kawan-kawan adalah teladan, menunjukkan bagaimana inovasi dapat menjadi solusi jitu untuk budidaya lebah madu, sekaligus mencegah terulangnya bencana karhutla di Jambi.
Nectarmas diharapkan menjadi jawaban atas berbagai tantangan petani madu. Melalui "Smart Beehive", produksi dan kualitas madu meningkat, tenaga kerja berkurang, harga jual premium tercapai, dan yang terpenting, keuntungan finansial masyarakat bertambah signifikan.
Dr. Sih Kahono, pakar lebah dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menegaskan pentingnya lebah dalam ekosistem melalui penyerbukan tumbuhan.
"Budidaya lebah penghasil madu sangat berpotensi untuk dikembangkan dalam upaya meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar kawasan hutan, sehingga bisa menjadi entry point atau pintu masuk untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga dan melestarikan hutan," ungkap Kahono, yang telah lebih dari 30 tahun meneliti lebah.
"Dengan demikian, harapan kita mengembangkan ekonomi hijau berkelanjutan bisa terwujud sesuai dengan target nasional dan Sustainable Development Goals."
Akankah inisiatif Nectarmas mampu menjadi model keberlanjutan bagi daerah lain di Indonesia?
--
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat! Dapatkan berita dan artikel pilihan tentang sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui WhatsApp Channel di https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News di https://shorturl.at/xtDSd. Jadilah bagian dari komunitas yang selalu haus akan ilmu dan informasi!
KOMENTAR