Baca Juga : Korea Selatan dan Tiongkok Atasi Polusi Udara dengan Hujan Buatan
“Perencanaan bangunan [OLVEH] ini sudah mengantisipasi kehadiran plaza itu karena dia berada dalam BOW [Burgerlijke Openbaar Werken atau Dinas Pekerjaan Umum zaman Hindia Belanda], dan dia tahu betul planning berikutnya.”
Bagaimana arsitektur sebuah bangunan merespon keadaan lingkungannya? Konteks arsitektural sebuah bangunan mungkin akan terkait dengan tempat, aspek arkeologi dan sejarah kawasan, atau ekologi disekitarnya. Kapan bangunan ini hadir dan pada saat kota seperti apa? “Konteks sangat penting bagi sebuah bangunan,” ujar Boy mengingatkan. “Kapan dia dibuat dan bagaimana dia merespon konteks.”
“Saya di sini dan saya penting,” Boy menambahkan, "posisi itu yang membuat suatu bangunan, meski kecil, tetap penting bagi kota."
Setiap bangunan memiliki jiwa dan Boy juga berharap bahwa Jakarta dan Kota Tuanya juga masih memiliki jiwa. “Membangun kembali itu tidak susah,” ungkapnya. “Tetapi memberi jiwa pada bangunan itulah yang berat.”
Kota Tua Menuju Warisan Dunia
Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan—juga dikenal sebagai sejarawan yang gemar memasak dan bermusik—mengungkapkan pemikirannya pada kesempatan yang sama.
Saat ini minat pada cagar budaya dan pusaka telah mengalami banyak peningkatan, demikian hemat Hilmar. Peningkatan kesadaran dan minat tentang pelestarian pusaka terlihat tidak hanya pada meningkatnya penulisan sejarah secara akademik, tetapi juga penulisan sejarah secara lebih populer.
Dia juga menyaksikan bahwa kini banyak orang datang mengunjungi gedung-gedung tua dan terlibat dalam pembuatan narasi—seperti catatan perjalanan dalam blog atau media sosial. Sebagai sebuah potensi dalam upaya pelestarian “sudah waktunya kita menarik minat yang sudah tinggi ini ke arah yang lebih berbasis data dan studi,” ujarnya, kendati berawal dari riset kecil oleh para pejalan.
“Upaya kita untuk mencari tahu mengenai masa lalu, mengenai ruang yang berubah dari waktu ke waktu adalah bagian dari mencari jiwa,” kata Hilmar Farid.
“Kita menyadari bahwa salah satu kelemahan di Indonesia adalah soal keruangan. Sangat sedikit ruang yang berpengaruh pada kesadaran nasional,” kata Hilmar. “Penataan ruang—tidak hanya bangunan—akan membawa atau menghidupkan kembali jiwa kota."
Menurutnya, jiwa kota bisa ditransfer lewat media diskusi dan berbagai upaya pelestarian. “Upaya kita untuk mencari tahu mengenai masa lalu, mengenai ruang yang berubah dari waktu ke waktu adalah bagian dari mencari jiwa.”
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR