Nationalgeographic.co.id—Kita menjumpai bunga teratai dalam ornamen atau ragam hias untuk lukisan, keramik, tembikar, dan lainnya. Demikian pula di negeri Tiongkok, teratai menjadi salah satu bunga yang menjadi ikon musim panas. Mengapa bunga teratai banyak digunakan sebagai ragam hias?
Diduga, awalnya bunga teratai yang berwarna merah banyak dijumpai di Sungai Nil, Mesir. Sejak lama digunakan sebagai peranti upacara tradisional masyarakat Mesir. Dari negeri Sang Firaun itu bunga teratai dibawa ke Assyria di kawasan Mesopotamia. Kemudian, bunga teratai dibawa ke Yunani yang menjadi persembahan untuk Nymphs atau Nimfa (sosok perempuan cantik yang identik dengan suatu tempat) sehinga bunga ini memiliki julukan dalam nama latin Nymphaea.
Tak dapat disangkal, bunga teratai masuk ke Tiongkok melalui pengaruh ajaran Buddha yang menyebar dari India sejak masa Dinasti Qin (221-206 SM). Ajaran Buddha semakin berkembang pada masa Dinasti Tang (618-907M) dan semakin terkenal dengan munculnya kisah Perjalanan ke Barat.
Baca Juga: Firaun Mesir Ini Mati secara Brutal di Medan Perang. Siapakah Dia?
Bunga teratai yang dianggap berasal dari India merupakan singgasana bagi Dewa Brahma. Teratai juga merupakan bunga suci yang dibawa oleh Dewa Wisnu. “Om mani Padma Hum,” demikian doa dalam bahasa Sansekerta yang sering diucapkan oleh para Lama, “semoga jiwa kita seperti tetesan air yang berada di ujung daun teratai sebelum jatuh pada danau kedamaian abadi—sebelum moksa menuju nirwana. Seiring dengan masuknya ajaran Buddha ke Tiongkok, teratai pun menjadi ikon dan simbol yang menjadi bagian dalam kebudayaan masyarakat Tiongkok, baik di Tiongkok daratan maupun di perantauan.
Seperti halnya pohon kelapa yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, bunga teratai dianggap memiliki banyak fungsi yang bermanfaat bagi manusia. Seluruh bagian dari tumbuhan itu digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Tiongkok.
Baca Juga: Penemuan Mumi Perempuan Singkap Gaya Hidup Zaman Dinasti Ming
Banyak danau dan kolam ditanami oleh bunga teratai. Buah dan daunnya digunakan sebagai bahan makanan; bunganya menjadi penghias ruangan dan bunga sesaji dalam doa; serbuk bunga teratai yang dikeringkan dapat diolah menjadi bahan kosmetik; bijinya digunakan sebagai bahan obat herbal; biji lunaknya sering digunakan sebagai bahan untuk membuat sup. Bunga teratai putih yang sering disebut "padma" yang sering digunakan sebagai bahan kosmetik untuk mengencangkan kulit.
Bagi masyarakat Tiongkok, bunga teratai merupakan ikon Buddhisme yang diagungkan. Ia pun menjadi simbol dari kesucian dan kemurnian. Tak hanya menjadi ikon ajaran Buddha, bunga teratai juga menjadi ikon ajaran Taoisme. Bunga teratai merupakan bunga suci yang dibawa oleh He Xiangu salah satu dari Delapan Dewa. Bunga teratai dimaknai sebagai simbol musim panas dan lambang kecantikan. Kesatuan antara benih, bunga mekar dan kuncup teratai merupakan simbol masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang.
Baca Juga: Pada Suatu Mi: Untaian Gastronomi dari Dinasti Tang sampai Majapahit
Bunga teratai menjadi simbol kesetiaan, ketabahan dalam keluarga. Harmoni dalam hubungan pernikahan dalam masyarakat Tiongkok juga dilambangkan dengan merangkai dua batang bunga terati dalam satu vas, benih-benih bunga teratai juga melambangkan harapan akan memperoleh keturunan. Bunyi nama bunga teratai dalam bahasa Mandarin adalah he lian (荷莲) yang bermakna perdamaian dan keberlanjutan.
Sebuah kisah klasik pada masa Enam Dinasti. Pada masa Dinasti Qi (498M), seorang raja bernama Dong Hunhou membuat bunga teratai dari emas dengan dedauan emas. Ia memerintahkan salah seorang selirnya yang pandai menari untuk menari di atas daun tersebut, “Setiap langkahmu akan menghidupkan bunga teratai itu!” Maka kaki sang selir yang ramping pun kemudian menjadi ngehits dan menjadi tren wanita istana dengan kaki mungil yang dililit sejak kecil, dikenal dengan Teratai Emas (jin lian 金莲).
Demikian kisah bunga teratai di negeri Tirai Bambu. Teratai pun tak hanya menjadi ikon bunga suci di Tiongkok, namun juga ikut merantai bersama diasporanya di seluruh dunia—termasuk yang berkembang di pecinan seantero Nusantara. Relief candi-candi pada masa Hindu dan Buddha di Jawa turut memuliakan teratai. Sebagai contoh, arca Harihara dari Candi Sumberjati dekat Blitar yang tampaknya merujuk pada Simping, yang merupakan pendarmaan raja pertama Majapahit, Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawarddhana. tampak bunga teratai di latarnya.
Baca Juga: Satu Tahun GRID STORE: Tersedia Layanan Pelanggan Majalah-el Berdiskon
Penulis | : | Agni Malagina |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR