Maknanya adalah pemimpin ritual meminta kesedian yang hadir untuk menjadi saksi Totok Urat atau memprediksi hasil panen lewat urat ayam yang akan disembelih. Dengan menjawab, semua yang hadir setuju menjadi saksi.
Mensi pun menyembelih ayam dibantu anggota keluarganya. Sebagian darah ayam yang disembelih diteteskan pada sebuah tumbukan batu yang merupakan peninggalan leluhur mereka dan juga dioleskan buah kopi yang barusan ia panen sebelumnya.
Setelah itu dada ayam dibelah, diambil urat, natung, empudu dan hatinya yang kemudian pemimpin ritual melihatnya untuk memberi prediksi hasil panen. Dari melihat organ dalam ayam orang Manggarai bisa memprediksi hasil panen yang akan dilakukan nanti.
Inilah cara orang Manggarai memprediksi hari-hari ke depan. Bukan hanya Totok Urat Manuk saja, ada juga Totok Kopi, yaitu meramal jalan hidup orang lewat ampas kopi yang di minumnya. Praktik ini biasa dilakukan di Manggarai bahkan di NTT pada umumnya.
Baca Juga: Reis, Adab Orang-orang Manggarai Barat dalam Menyambut Tetamu
Mikael Human pun melihat urat, empedu, hati dan jantung ayam. Kalau uratnya baik, empedu penuh dan hati ayamnya keras artinya panen hasil yang banyak. Kalau uratnya kurang baik, dan empedu kurang penuh, dan hati ayam lembek, hasil panen kopi akan kurang baik.
Tampaknya untuk panen kopi tahun ini kurang baik, seperti yang dilihat pada organ dalam ayam itu. Mereka percaya hasilnya akan seperti itu, karena juga sudah bisa diduga sebelumnya. Curah hujan yang tinggi disertai badai Seroja yang menghantam NTT belum lama ini membuat hasil kebun kopi mereka tak maksimal. Ditambah hasil Totok Urat yang baru saja mereka lihat.
“Selama ini tak pernah meleset hasil totok urat ini, kalau hasilnya kurang bagus hasil panen juga begitu” kata Valentinus, Kepala Desa Colol, yang ikut hadir membagi pengalamannya.
Hati ayam dibakar, lalu sekerat kecil dan sepotong kecil nasi bambu di letakan pada ruas bambu kecil yang dibelah dua ditancapkan di atas batu bertumbuk oleh pemimpin ritual sambil membacakan Torok atau doa dalam basa Manggarai.
Baca Juga: Amba Warloka, Sebuah Cawan Peleburan Pusparagam Bangsa di Flores Barat
Ritual pun selesai, sisa nasi bambu di makan bersama di kebun. Setelah itu semuanya turun untuk menyandap hidangan nasi bambu dan hidangan lainnya yang tadi disiapkan sebelum ritual.
Semua makan dengan lahap, melupakan hasil Totok Urat yang menyatakan hasil panen yang kurang baik. Apapun hasilnya tak bisa menahan mereka untuk memanen hasil kebun keesokan harinya. Bekerja akan membawa hasil, tak bekerja tak akan ada hasil. Harus bergerak maju terus tak usah mengeluh.
Itulah mentalitas orang Manggarai yang melihat kendala sebagai tantangan yang harus dilewati bukan menyerah. Selalu berhasil menyiasati kendala dan melewatinya. Dalam bahasa Manggarainya disebut mentalitas Gejur, yang artinya terus berusaha!
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR