“Sejak dulu saya bercita-cita punya bisnis sendiri,” kata salah satu pemiliknya, pria 39 tahun bernama Héctor Higuera Martínez, kepada saya pada suatu sore. “Dulu saya mengira akan menjadi insinyur. Tetapi, saya lihat ada nafkah yang layak jika bekerja dengan para wisatawan.”
Higuera melambai kepada seseorang dan tak lama kemudian menyajikan salad yang enak untuk saya, dengan selada segar, irisan ayam, dan taburan bubuk cokelat. Dia sedang memikirkan cara melayani rombongan sepuluh orang untuk nanti malam. Makan malam di Le Chansonnier, yang menarik orang asing maupun orang Kuba, berharga sekitar 40 CUC per orang.
Mitra bisnisnya, Laura Fernández Córdoba, yang mengelola restoran bersamanya sejak mereka buka pada musim gugur 2011, sedang menyetujui pembelian peralatan makan di ruangan sebelah. Mudah membayangkan uang terbang keluar-masuk gedung itu, dalam cara khas Kuba Baru yang Berubah, dan sebagian kebingungan saya pada minggu-minggu awal di Kuba kini mulai jelas.
Tidak semua orang Kuba mengemudi taksi atau melayani bar demi tip dari wisatawan, bukan? Jadi dari manakah mereka memperoleh CUC? Saya bertanya-tanya setiap kali melihat barang non-peso yang dijajakan kepada orang Kuba dari segala penjuru. Sebagian jawabannya adalah kiriman uang dolar dan euro dari kerabat di luar negeri.
Jumlah uang yang dikirim ke Kuba sulit dilacak, tetapi sebagian ahli ekonomi memperkirakan angkanya mungkin melebihi 2 miliar dolar AS tahun ini. Itu berarti negara Kuba modern ditopang sebagian oleh orang-orang yang telah meninggalkannya.
Dan, karena pemerintah AS maupun Kuba telah melonggarkan pembatasan pada emigran yang kembali untuk mengunjungi keluarga, orang Amerika Kuba yang datang disambut peluk tangis di bandara Havana. Mereka biasanya membawa uang dan barang: televisi, peralatan rumah tangga, tas penuh pakaian, dan apa pun yang dapat dijual kerabatnya por la izquierda untuk mendapat CUC.
!break!
Selain itu ada pencurian, yang selama tahun-tahun depresi pasca-keruntuhan Soviet muncul sebagai mekanisme bertahan hidup keluarga di seluruh negara. Kata kerja luchar, yang berarti “melawan”, di Kuba juga dapat diterjemahkan bebas menjadi “memindahkan benda kantor ke kepemilikan pribadi, yang dipaksakan sistem kepada kami. Alasannya, gaji kami tidak cukup untuk membeli sebotol Bucanero sekalipun.” Lucha standar melibatkan makan, minum, menggunakan, membarter, atau menjual benda tersebut.
Kampanye reformasi yang diupayakan Raúl Castro telah menghasilkan puluhan penangkapan korupsi tingkat tinggi, tetapi daya tarik suatu kantor tetap ditentukan oleh satu hal pasti, yaitu bagaimana lucha di situ.
Kombinasi ini, kiriman uang dan pencurian, bukan hal aneh di negara tropis kecil yang tidak memiliki bahan mentah melimpah untuk diekspor. Tidak aneh pula cara penting ketiga CUC masuk ke saku orang Kuba: perdagangan legal, jenis apa pun, yang secara langsung atau tidak langsung memperoleh uang dari orang asing.
Tetapi, pemerintah proyecto socialista Kuba, atau proyek sosialis telah mencoba selama setengah abad untuk membentengi sebagian besar negaranya justru terhadap sistem jual-beli yang menghasilkan uang itu. Melihat orang Kuba berjuang hidup, sambil mempertimbangkan sejauh mana sebaiknya benteng itu kini diruntuhkan, adalah pengalaman yang menarik.
Ambil contoh Higuera dan Fernández: Bisnis swasta berlaba mereka dan sepuluh karyawan mereka berstatus legal di bawah undang-undang wiraswasta yang baru, sepanjang mereka membayar pajak. Tetapi pajak bisnis, konsep yang juga relatif baru di Kuba, naik tajam seraya pemilik bisnis mempekerjakan orang lebih banyak.
Pembobotan dalam sistem ini meredam perluasan bisnis swasta, sementara orang Kuba bereksperimen dengan kebijakan peraturan dan pajak baru. Masalah batas ini merupakan isu perdebatan filosofis dan politis besar di Kuba Baru yang Berubah.
Tahun lalu, setelah diskusi berbulan-bulan di seluruh negeri, terbitlah sebuah dokumen resmi luar biasa yang berjudul “Pedoman untuk Kebijakan Ekonomi dan Sosial bagi Partai dan Revolusi”. Tepatnya 313 pedoman, yang masing-masing membahas subjek spesifik, seperti penggunaan lahan atau pentingnya olahraga bagi warga negara. Pedoman nomor tiga menyatakan bahwa “pemusatan harta benda” oleh individu, alih-alih oleh negara, “tidak akan diizinkan.”
!break!
“Kami memang belum tahu,” kata ahli ekonomi kawakan dari University of Havana bernama Juan Triana Cordoví ketika saya bertanya tentang pedoman nomor tiga. “Ini bisa dilakukan dengan gebrakan besar, seperti di Rusia, tetapi menurut saya tidak terlalu berhasil. Atau, bisa dilakukan langkah demi langkah, sambil mengamati perkembangannya. Saya termasuk yang lebih menyukai langkah demi langkah. Saya membayangkan ini seperti menguji batu di sungai, selangkah demi selangkah, untuk melihat apakah setiap batu itu mantap.”
Saya paham bahwa dari sudut pandang tertentu, pedoman itu, mungkin lagi-lagi seperti botol garam yang hanya terisi seperempat. Itu sebabnya begitu banyak kaum muda sering berbincang dengan rekan sebayanya tentang masa depan mereka di Kuba, apakah sebaiknya tinggal atau pergi.
Sekarang ada banyak jalan keluar. Anggota keluarga menjalani penantian panjang untuk mendapat visa agar dapat bergabung dengan kerabat di luar negeri. Profesional di luar negeri dalam misi bakti Kuba, seperti ribuan dokter dan pelatih olahraga yang kini bekerja di Venezuela, kadang-kadang tidak mau pulang.
“Kami selalu berusaha meyakinkan orang agar tidak pergi,” kata Higuera. “Selalu. Saya punya teman yang sekarang tinggal di Madrid. Dia sampai di sana persis sebelum krisis ekonomi.”
Saya bertanya, apa kata Higuera dan Fernández andai mereka dapat berbicara langsung kepada seorang Kuba kenalan saya, yang minggu ini akan berangkat secara ilegal ke Selat Florida. Higuera menghela napas. “Akan saya katakan kepadanya, kalau kau ingin pergi, pergilah,” katanya.
Seminggu kemudian saya pulang, dan menunggu Eduardo menelepon dengan collect call dari suatu tempat di Florida Selatan, sebagaimana telah kami atur berdua. Dua minggu berlalu tanpa telepon. Lalu seminggu lagi, lalu seminggu lagi. Saya mencoba menghubungi ponsel Havana yang digunakan Eduardo, tetapi tidak diangkat, dan akhirnya saya menelepon saudaranya, yang berimigrasi ke Meksiko beberapa tahun silam untuk menikah dengan wanita setempat.
Sambungan teleponnya buruk, dan saya tidak yakin seberapa banyak informasi yang aman bisa diungkapkan. Saya adalah orang Amerika yang berteman dengan Eduardo di Havana, kata saya, dan saya hanya ingin tahu kabarnya, itu saja. Saya berkata, Eduardo pernah menyebut bahwa dia akan berlibur. Saudaranya menjadi heboh. “Dia tidak berhasil,” katanya dalam bahasa Spanyol. Dia berteriak di telepon. “Perahunya bermasalah. El timón. Mereka tidak berhasil.”
Di dekat saya tidak ada kamus, dan saya tidak tahu arti kata timón. Yang terpikir hanyalah bahwa kata itu mirip tiburón, yang berarti hiu. “Beri tahu saya apa artinya,” ujar saya mendesak. Saudara Eduardo berkata dia tidak tahu cara menjelaskannya, tetapi itu komponen kapal, benda yang rusak sebelum mereka pergi jauh, dan bahwa tidak apa-apa, mereka menggunakan dayung, dan sudah kembali di Kuba. Tidak ada yang ditangkap.
Setelah kami menutup telepon, saya mengambil kamus. Timón itu kemudi. Kini saya dapat membayangkan pengalaman Eduardo: Terkatung-katung di laut dengan kemudi rusak, dia dan teman-temannya tentu berunding beberapa lama, apa yang kira-kira terjadi jika mereka menyalakan mesin dan berusaha melanjutkan perjalanan, ke arah pantai yang tak terlihat, tanpa alat di kolong perahu untuk mengatur arah. Lalu mereka memutar perahu, kembali ke bagian laut yang sudah mereka kenal, lalu mendayung pulang.
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR