Dia mendepang, berusaha tampak tidak cemas, dan mengulangi namanya dengan cara khas Amerika Latin: nama depan, nama keluarga ayah, nama keluarga ibu. Saya berkata, jangan bersikap bodoh, bahwa dia masih tinggal di negara satu partai, yang warganya dihajar atau ditangkap atau dituding sebagai tentara bayaran jika terlalu bersemangat mengkritik pemimpinnya.
Dan, bahwa kita membicarakan hal ini di tempat umum hanya karena pelayan kafe itu temannya dan di dekat kami tidak ada orang lain. Jadi lupakan, kata saya. Maaf. Tak ada nama asli. Kami diam.
!break!
SELURUH KOTA seolah berkilau, pada pagi itu bersama Eduardo, meskipun terjadi derrumbe di lingkungan tempat saya menginap. Itu berarti gedung runtuh, hal yang cukup sering terjadi, terutama di Havana. Gedung yang dulu indah megah itu kini membusuk di udara tropis, dan negara tidak punya dana untuk memperbaikinya.
Jadi gedung-gedung itu pun runtuh, sebagian atau seluruhnya. Gemuruh yang membahana diiringi oleh puing-puing dan kesedihan. Derrumbe ini menewaskan empat orang, tiga di antaranya gadis remaja. Gedung itu telah dinyatakan tidak aman, tetapi orang Kuba memang kreatif soal tempat tinggal di Havana.
Di kota itu, beberapa bagian begitu padat sehingga beberapa keluarga dan generasi berjejalan di rumah yang dimaksudkan untuk satu keluarga pada masa lebih makmur. Eduardo meyakini bahwa jumlah kematian saat derrumbe di lingkungan itu adalah 21 jiwa—dia mendengar ini lewat radio bemba, radio bibir, yaitu sebutan orang Kuba untuk berita dari mulut ke mulut. Radio bibir itu menjadi satu-satunya metode bebas sensor untuk penyebaran berita buruk dalam negeri.
Tetapi, saya membaca Granma, harian Partai Komunis nasional, yang ternyata memuat juga artikel tentang derrumbe ini alih-alih berpura-pura bahwa hal itu tidak terjadi, dan bersiteguh pada jumlah korban jiwa sebanyak empat orang. Pokoknya, kota itu tampak berkilau. Wisatawan membanjir dari bus-bus, membawa peta.
Dan dari yang saya lihat mereka tampaknya bersenang-senang, menghirup mojito rum dan mentol, mengekor pemandu wisata Kuba yang menguasai beberapa bahasa, dan bertepuk tangan untuk ingar-bingar riang musik rumba dan son yang melimpah ke plaza dari restoran, pojok jalan, dan bar.
Secara gamblang dan provokatif, di jalanan berlangsung hal-hal “ganjil”. Di beberapa lingkungan, sebagian pintu gedung tampaknya diambil alih oleh wiraswastawan baru. Mereka adalah lelaki dan perempuan yang duduk penuh harap di samping kios dadakan berisi aksesoris rambut atau kue buatan rumah, atau film DVD dan acara televisi.
Tanda “Dijual”, yang tidak diperbolehkan pada masa berpuluh tahun yang melarang menjual rumah tapi mengizinkan bertukar rumah, kini bermunculan di jendela rumah. Beberapa minggu lagi, Paus Benediktus XVI dijadwalkan tiba. Ini kunjungan paus pertama ke Kuba dalam 14 tahun.
Di sepanjang rute yang akan dilalui rombongan Paus, para petugas pemerintahan membersihkan dan mengecat bagian depan rumah dengan begitu tekun. Saya mendengar orang-orang berseloroh bahwa ada baiknya Paus sering-sering datang, supaya kota dibersihkan.
Gedung-gedung besar setengah jadi mencuat di sana-sini—antiderrumbe, demikian saya menamainya, yang dikucuri sumber daya modal negara yang terbatas. Derek tinggi dan perancah mengelilingi pemugaran gedung-gedung bersejarah, pendandanan objek wisata, dan pembangunan fasilitas pelabuhan baru.
Dari beberapa tempat di sepanjang pantai, terlihat bentuk anjungan air-dalam besar yang menjelajahi dasar laut Kuba, yang diyakini mengandung miliaran barel minyak bumi. Jika produksi minyak skala besar ternyata signifikan, peluang masa depan ekonomi negara itu menjadi amat menjanjikan.
!break!
Penulis | : | |
Editor | : | Administrator |
KOMENTAR