Nationalgeographic.co.id - Telah ditemukan cincin emas unik dari penggalian di kompleks kilang anggur kuno, Yavne, Israel. Pihak Otoritas Barang Antik Israel (Israel Antiquities Authority/IAA) mengumumkan bahwa kompleks kilang anggur ini digunakan untuk memproduksi minuman anggur yang legendaris, dikenal sebagai Gaza atau Ashkelon wine.
Cincin emas ini memiliki keunikan karena tersemat batu kecubung (amethyst) berwarna ungu. Perhiasan ini didapat dari penggalian dekat salah satu gudang.
“Orang yang memiliki cincin itu adalah orang kaya dan pemakaian perhiasan tersebut menunjukkan status serta kekayaannya. Cincin seperti itu bisa dipakai oleh pria dan wanita,” ujar Dr. Amir Golani, pakar perhiasan kuno dari IAA dilansir dari The Jerusalem Post.
Dr. Amir Golani lalu menjelaskan bahwa batu kecubung ini pernah disebutkan dalam Alkitab sebagai salah satu dari 12 batu mulia yang dikenakan oleh imam besar pada pelindung dada.
“Ada banyak manfaat yang telah melekat pada permata (batu kecubung) ini, termasuk pencegahan dari efek samping minum yakni mabuk,” jelas Dr. Amir Golani.
Menurut para arkeolog, mungkin ada hubungan antara kualitas yang dikaitkan dengan batu ini dan lokasi di mana batu ditemukan.
Baca Juga: Komplek Pembuatan Minuman Anggur Berusia 1.500 Tahun di Israel
“Apakah orang yang memakai cincin itu ingin menghindari mabuk karena minum banyak anggur? Kita mungkin tidak akan pernah tahu,” kata Dr. Elie Haddad, direktur penggalian IAA bersama dengan Liat Nadav-Ziv dan Dr. Jon Seligman.
Melansir dari Britannica, batu kecubung atau amethyst berasal dari bahasa Yunani amethystos yang berarti tidak mabuk. Hal ini mengungkapkan kepercayaan rakyat kuno bahwa batu itu melindungi pemiliknya dari rasa mabuk.
Ada sejumlah besar guci yang ditemukan di gudang, beberapa di antaranya dalam posisi terbalik kemungkinan memang disimpan dalam posisi tersebut atau sebagai upaya untuk mengeringkannya sebelum dibawa dan diisi ulang dengan anggur.
“Ada kemungkinan bahwa cincin yang indah itu kepunyaan pemilik gudang yang megah, seorang mandor atau hanya seorang pengunjung tidak beruntung yang menjantuhkan dan kehilangan cincin berharga sampai akhirnya ditemukan oleh kami,” tambah Dr. Elie Haddad.
Penemuan ini belum diberi penanggalan secara pasti. Diketahui, artefak ini ditemukan dari lokasi yang berada di antara akhir periode Bizantium dan awal periode Islam mula-mula, sekitar abad ke-7 Masehi.
Namun, karena cincin serupa—lingkaran emas bertatahkan batu kecubung—adalah umum di era Romawi, benda ini mungkin milik seseorang yang tinggal di kota tersebut pada awal abad ke-3 Masehi.
Baca Juga: Arkeolog Israel Berhasil Temukan Prasasti Abjad Berusia 3.100 Tahun
Sci News melaporkan pihak IAA juga mengatakan bahwa penemuan kecil yang ditemukan dalam penggalian menceritakan kisah manusia dan menghubungkan mereka langsung dengan masa lalu. Menurutnya, sangat menarik untuk membayangkan bahwa pria atau wanita yang memiliki cincin itu berjalan dalam realitas berbeda dengan apa yang kita ketahui di Kota Yavne saat ini.
Sementara itu, batu kecubung kuno lainnya ditemukan dalam penggalian arkeologis, baru-baru ini. Berasal dari 2.000 tahun lalu, batu ini diambil oleh sukarelawan yang menyaring tanah dari galian di saluran drainase bawah tanah jalan utama yang menghubungkan Kolam Shiloah, di pinggiran Yerusalem, dengan Bukit Bait Suci (Temple Mount).
Batu tersebut juga kemungkinan disematkan pada sebuah cincin. Selain itu, terlihat adanya ukiran burung dan ranting, mungkin penggambaran pertama dari spesies tanaman alkitabiah yang dikenal dengan sebagai balm of Gilead atau kesemek.
Dalam kurun waktu dua dekade terakhir, para arkeolog telah menemukan bukti pemukiman di Yavne dimulai sejak lebih dari 3.000 tahun yang lalu. Di daerah yang sama di mana kilang anggur Bizantium telah ditemukan, sisa-sisa mesin pemeras anggur ditemukan berasal dari sekitar 2.300 tahun selama periode Persia.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Source | : | britannica,The Jerusalem Post,Sci News |
Penulis | : | Maria Gabrielle |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR