Nationalgeographic.co.id—Manusia cenderung tertarik dengan cerita tentang asal mula mereka. Kisah awal mula manusia diceritakan secara turun-temurun di seluruh budaya, agama, etnis dan kebangsaan.
Ini semua sangat penting. Kisah-kisah ini memberikan wawasan tentang asal, bagaimana mereka beradaptasi di suatu tempat dan dengan kelompok lain. Salah satu kisah ini, tentu saja, adalah kisah tentang gen manusia.
Para ilmuwan menemukan DNA manusia purba, mengambil sampel DNA manusia modern dan menganalis, ditemukan banyak hal tentang bagaimana manusia purba bergerak. Manusia di seluruh dunia terus bergerak dan mengisi hampir setiap petak tanah.
Setelah ribuan tahun terus bergerak untuk bermigrasi, timbul pertanyaan: apakah ada penduduk bumi yang bukan imigran? Dengan kata lain, mereka berada di tempat yang sama setelah berevolusi.
"Dari sudut pandang ilmiah, mungkin satu-satunya orang yang dapat dianggap bukan imigran adalah beberapa kelompok berbahasa Khoe-San di Afrika selatan," kata Austin Reynolds. Ia merupakan asisten profesor antropologi di Universitas Baylor di Texas yang mempelajari tentang genetika populasi manusia.
Khoe-San mengacu pada komunitas Afrika di wilayah Botswana, Namibia, Angola, dan Afrika Selatan. Mereka menggunakan bahasa yang serupa dengan konsonan klik yang berbeda.
Reynolds mengatakan ada dua faktor utama yang menunjukkan bahwa kelompok Khoe-San mungkin keturunan non-migrasi dari manusia asli. Mereka tinggal di tempat di mana kemungkinan manusia pertama kali muncul. Kelompok ini memiliki keragaman genetik yang tinggi.
Cara untuk memahami soal keragaman genetik yang tinggi ini adalah dengan menggunakan semangkuk cokelat M&M. Gen diwakili oleh cokelat yang berwarna-warni. Segenggam cokelat diambil dari mangkuk adalah orang yang memisahkan diri dari populasi manusia asli. Kelompok ini mungkin hanya memiliki beberapa warna cokelat di dalamnya. Sedangkan mangkuk asli memiliki semua warna. Inilah yang terjadi pada Khoe-San.
Namun terlepas dari kedekatan kelompok ini dengan "tempat lahir manusia" dan keragaman genetik, masih belum jelas apakah mereka dapat diidentifikasikan sebagai pribumi genetik.
Pertama, para peneliti tidak tahu pasti bahwa Afrika bagian selatan adalah tempat lahir umat manusia. Beberapa ilmuwan berpikir bahwa manusia pertama kali berevolusi di Afrika Timur, kata Reynolds. Belum ada cukup bukti arkeologis di kedua wilayah tersebut untuk memastikan di mana Homo sapiens pertama kali muncul.
Bahkan ada kemungkinan manusia berevolusi di Afrika barat, kata Mark Stoneking, ahli genetika molekuler di Institut Max Planck, Jerman. Lingkungan yang berbeda menghasilkan kondisi sisa-sisa fosil yang berbeda. Ini dapat memengaruhi daya tahan fosil tersebut. Jadi, jika fosil tidak ditemukan, bukan berarti manusia tidak berada di sana. Bisa jadi fosil hancur atau belum ditemukan.
Stoneking tidak setuju tentang anggapan Khoe-San sebagai pribumi. Menurutnya, setidaknya secara ilmiah, tidak ada pribumi yang tersisa hingga saat ini.
"Orang-orang selalu bergerak," kata Stoneking. Penelitian genetiknya baru-baru ini tentang populasi di seluruh Asia telah menunjukkan bahwa ada sentuhan dari hampir semua orang pada orang lain.
Baca Juga: Di Bawah Pergelangan Tangan Kita, Ada Bukti Manusia Masih Berevolusi
Semua populasi manusia telah melakukan kontak dengan orang lain, termasuk Khoe-San, katanya. Ini ditunjukkan dengan bukti dalam gen, budaya, dan bahasa mereka.
Manusia purba bergerak secara luas di sekitar Afrika selama lebih dari 100.000 tahun sebelum meninggalkan Afrika. Mereka mungkin pindah dari Afrika Timur ke Timur Tengah, kata Stoneking. Sepertinya tidak lama kemudian, manusia menuju ke tenggara di sepanjang pantai India.
Selama pergerakan akan ada pertukaran besar DNA. Dua komponen ini, gerakan dan pertukaran, adalah apa yang dia lihat sebagai karakteristik yang menentukan spesies manusia.
"Yang suka dilakukan manusia adalah bermigrasi dan berhubungan seks," kata Stoneking. Dan sepertinya kesukaan ini sudah ada sejak dahulu kala.
Baca Juga: Teori Kognisi Komplementer, Rantai Pelengkap Teka-teki Evolusi Manusia
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR