“Dia (Jaap Kunst) punya peran besar untuk musik ini—dia mengobservasi agar mencegahnya dari kepunahan dan membawanya menjadi arsip kolonial tertentu, di samping dalam tugas misi militernya mengarsip banyak dari berbagai kebudayaan,” jelasnya.
Baca Juga: Arsip 1815: Gemuruh Erupsi Tambora Terdengar Sampai Bangka
Baca Juga: Lahirnya Etnomusikologi dari Nusantara: Adakah Penerus Jaap Kunst?
Baca Juga: Saatnya Gulungan Arsip VOC Ungkap Losmen Lampu Merah di Batavia
Pengembalian arsip suara seperti Be’odong dan Barassi Hama, Barbara melanjutkan, diharapkan dapat menghadirkan kembali suara mereka yang selama ini tidak terwakili dalam historiografi tertulis.
Ia menjelaskan, proyek dekolonisasi arsip suara ini diperlukan dengan mendengarkan sebagai cara dialogis untuk membentuk pengetahuan. Tujuannya supaya mengasosiasikan kembali pemahaman yang sudah berkembang terkait arsip yang telah dikurasi.
Pendekatan yang diperlukan adalah titik akses fisik pada materi (penyalinan data), digitalisasi arsip, memaksimalkan penggunaan bahan arsip untuk hubungan dari antarbudaya, penelitian, hingga sebagai karya seni, dan membangun jejaring antara pegiat atau kurator di Asia dan Eropa.
Sampai saat ini, Barara mengutarakan, ada empat koleksi musik dan suara digital akses terbuka dari repositori Eropa. Keempat koleksi itu didigitalisasi dalam proyek yang dilakukannya adalah Jaap Kunst Sound Collection, BBC Empire Service in SE Asia, Songs of the Thrice-Blooded Land, Southeast Asia Hearing.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR