Nationalgeographic.co.id—Di zaman Romawi kuno, budak menjadi aset penting. Seorang majikan memiliki hak atas seorang budak. Ia bahkan boleh membunuh budaknya tanpa alasan spesifik. Sebagai budak, orang Romawi memiliki kesempatan untuk menjadi orang bebas. Menjadi orang bebas, mereka mendapatkan hak sebagai warga negara Romawi, meski terbatas. Maka tidak heran jika seorang budak yang harus berjuang untuk kebebasannya. Gladiator termasuk dalam kelompok ini. Saat berada di arena, mereka memiliki kesempatan untuk mendapatkan kebebasan. Yang harus dilakukan adalah mengalahkan lawan dengan keterampilan dan keberaniannya. Namun ternyata tidak semua gladiator ingin menjadi orang bebas. Salah satunya adalah Flamma, Gladiator Romawi dari Suriah yang menolak kebebasan. Apa sebabnya?
Asal-usul yang tidak jelas Flamma
Masa kecil Flamma diselimuti misteri. “Menurut arsip Romawi, ia lahir di Suriah,” ungkap Prateek Dasgupta di laman History of Yesterday. Dia hidup pada masa pemerintahan Kaisar Hadrian (117-138 Masehi).
Orang Romawi menjual Flamma sebagai budak. Dia mungkin adalah seorang pemberontak Yahudi selama Perang Romawi-Yahudi Kedua “Bar Kokhba”.
Pemberontakan Bar Kokhba meletus di Yudea, yang berada di Israel modern. Ketegangan yang meningkat antara orang Romawi dan penduduk asli Yahudi atas administrasi dan penanganan masalah agama. Ini menjadi bahan bakar tepat untuk konflik yang sedang berkembang.
Keputusan gubernur Romawi di Yudea membuat marah penduduk setempat sehingga terjadi pemberontakan. Ia membangun kota baru di atas reruntuhan Yerusalem dan kuil Yupiter di Bukit Bait Suci, tempat suci bagi orang Yahudi.
Menurut sejarawan Cassius Dio, Kaisar Hadrian menumpas pemberontakan. Ia berhasil menewaskan 580.000 pemberontak dan meratakan 50 kota dan 980 desa.
Hadrian mengganti nama provinsi Yudea menjadi Suriah Palestina. Suriah daera asal Flamma pun menjadi pertanyaan, apakah "Suriah" merujuk ke negara Suriah atau provinsi Suriah Palestina. Kemungkinan ia adalah seorang pemberontak tawanan tingkat tinggi.
Kemampuan bertarung legendaris Flamma menyiratkan bahwa dia bukan penjahat kelas teri yang ditangkap dan dijual sebagai budak. Jika dia seorang pemberontak, dia memiliki pelatihan militer yang layak.
Ini adalah teori tentang asal-usulnya, tetapi tanpa catatan tertulis, sejarawan hanya bisa berasumsi. Flamma bisa saja seorang warga negara Romawi dari Suriah yang mengikuti pertandingan gladiator. Pasalnya, selain berisiko, itu adalah profesi yang menguntungkan bagi orang miskin. Lumpuh oleh kemiskinan dan hutang, banyak warga Romawi bergabung dengan sekolah gladiator.
Tidak seperti representasi gladiator di film Hollywood, pertandingan gladiator sebenarnya bukanlah olahraga darah di mana "orang terakhir yang bertahan". Jika bangsawan ingin melihat gladiator terbunuh, dia harus membayar sejumlah besar uang kepada pemilik gladiator dan penyelenggara pertandingan.
Pembelot tentara bergabung dengan barisan gladiator bersama tawanan perang yang ditangkap. Selain mereka, orang-orang yang ingin melunasi hutang juga mencari jalan pintas dengan menjadi gladiator. Mungkin Flamma adalah seorang legiuner atau pembantu Romawi yang melarikan diri, ditangkap, dan dijual sebagai budak.
Bakat tempur Flamma menunjukkan bahwa dia lebih mungkin dilatih di militer. Jadi alih-alih miskin dan memiliki hutang, Flamma kemungkinan besar adalah seorang pemberontak Yahudi atau pembelot tentara Romawi.
Diberi kebebasan dan menolak
Flamma adalah seorang secutor, kelas gladiator Roma. Ia bertarung lebih banyak dari gladiator biasa. Sepanjang karirnya, Flamma berlaga sebanyak 34 kali, menang 21 kali, seri sembilan kali, dan hanya kalah empat kali. “Dia hidup sampai usia tiga puluh, yang sudah tua untuk gladiator aktif,” tambah Dasgupta.
Gladiator memiliki dua jalan menuju kebebasan. Ini dilakukan dengan menunjukkan bakat luar biasa atau menampilkan pertunjukan yang “menyenangkan”. Mereka menyimpan cukup uang untuk membeli kebebasan mereka atau sponsor permainan. Biasanya seorang senator atau pejabat tinggi Romawi, memberi mereka sebuah rudius. Rudius adalah pedang kayu yang merupakan paspor resmi kebebasan. Gladiator yang memilikinya bisa pensiun dengan tenang dan tidak lagi menjadi budak.
Gladiator dibebaskan atau tewas di arena di usia dua puluhan. Flamma memiliki kesempatan untuk menjadi orang bebas di awal usia dua puluhan, tetapi dia memutuskan untuk tidak melakukannya.
Bahkan Flamma menolak rudius empat kali. Ada beberapa teori tentang mengapa dia melakukannya.
Di luar arena, kehidupan seorang gladiator tidak selalu spektakuler. Mereka bisa bekerja sebagai pengawal elit jika mereka dalam keadaan sehat. Tapi perlakuan selebritas yang mereka dapatkan di arena hilang. Mereka tidak akan dielu-elukan lagi di dunia nyata.
Orang Romawi sering mengundang gladiator aktif untuk peluncuran produk dan pembukaan toko, bak seorang influencer modern. Publik memperlakukannya seperti selebritas. Meskipun seorang budak, mereka memiliki status yang lebih baik di masyarakat. Bandingkan dengan mereka yang melakukan konstruksi atau pekerjaan rumah tangga.
Mungkin Flamma, sebagai salah satu gladiator terbaik, adalah seorang selebriti dan menghasilkan banyak uang. Dia tidak ingin menyerahkan segalanya dan menjalani kehidupan normal.
Baca Juga: Pertempuran Laut Buatan 'Naumachia', Pentas Penuh Darah ala Romawi
Baca Juga: Bak Hercules, Apakah Kaisar Romawi Commodus adalah Gladiator Tangguh?
Baca Juga: Orang Romawi Percaya Darah Gladiator Dapat Mengobati Epilepsi
Penjelasan kedua untuk penolakan Flamma untuk bebas adalah bahwa desanya dihancurkan. Orang-orang Romawi membantai anggota keluarga selama penindasan pemberontakan Yahudi. Dia tidak punya tempat untuk kembali dan enggan melakukan perjalanan panjang sampai ke Timur Tengah.
Dia merasa arena adalah hidupnya dan tidak punya hal lain untuk dinanti-nantikan di luar kompetisi gladiator. Tanpa keluarga di luar arena dan gaji tinggi dengan sanjungan tanpa henti, Flamma nyaman hidup dan mati oleh pedang.
Setelah kematiannya, sesama gladiator menguburkan Flamma di Sisilia.
Batu nisannya bertuliskan:
“Flamma s[e]c(utor) vix(it) ann(os) XXX / pugna(vi)t XXXIIII vicit XXI / stans VIIII mis(sus) IIII nat(ione) Syrus / hui(c) Delicatus coarmio merenti fecit”
Ini diterjemahkan menjadi “Flamma, seorang secutor Suriah yang meninggal pada usia 30, setelah bertarung 34 kali, menang 21 kali, seri sembilan kali, dan menang penangguhan hukuman empat kali”
Delicatus (teman gladiator) membuat batu nisan ini untuk rekan seperjuangannya.
Kisah Flamma adalah kisah yang tidak biasa tentang seorang pria yang lebih memilih kehidupan perbudakan daripada kebebasan.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR