Nationalgeographic.co.id—Para ilmuwan telah merekonstruksi sejarah permukaan laut di Selat Bering, selat antara samudera Pasifik dan Arktika, yang memisahkan Benua Asia dan Amerika. Lebih dari 10.000 tahun yang lalu, wilayah tersebut diketahui terhubung dan dikenal dengan sebutan jembatan tanah bering atau Beringia.
Untuk diketahui, jembatan tanah bering atau The Bering Land Bridge adalah jembatan darat yang menghubungkan wilayah Rusia, yaitu Siberia timur dan negara bagian Alaska di Amerika Serikat selama zaman es sekitar 10.000 tahun yang lalu. Manusia melintasi Beringia dari Asia ke Amerika Utara selama periode glasial.
University of California, Santa Cruz dan Princeton University memimpin penelitian tersebut. Laporan mereka telah diterbitkan di Prosiding National Academy of Sciences. Laporan mereka dipublikasikan secara daring dan merupakan jurnal akses terbuka dengan judul "The Bering Strait was flooded 10,000 years before the Last Glacial Maximum."
Dalam penelitian tersebut, hasil mereka menunjukkan bahwa pertumbuhan lapisan es dan penurunan permukaan laut yang diakibatkannya, terjadi dengan sangat cepat dan jauh lebih lambat dalam siklus glasial daripada yang disarankan oleh penelitian sebelumnya. Mereka menemukan, hingga 35.700 yang lalu, jembatan tanah bering terendam banjir.
Permukaan laut global turun selama zaman es karena semakin banyak air bumi yang terkunci di lapisan es yang sangat besar, tetapi waktu dari proses ini sulit untuk ditentukan.
Selama Maksimum Glasial Terakhir, yang berlangsung sekitar 26.500 hingga 19.000 tahun yang lalu, lapisan es menutupi sebagian besar wilayah Amerika Utara.
Permukaan laut yang lebih rendah secara dramatis mengungkap wilayah daratan luas yang dikenal sebagai Beringia yang membentang dari Siberia ke Alaska dan mendukung kawanan kuda, mammoth, dan fauna Pleistosen lainnya.
Saat lapisan es mencair, Selat Bering menjadi banjir lagi sekitar 13.000 hingga 11.000 tahun yang lalu.
“Hasil kami berarti bahwa lebih dari 50 persen volume es global pada Maksimum Glasial Terakhir tumbuh setelah 46.000 tahun yang lalu,” kata Tamara Pico dari University of California, Santa Cruz, penulis korespondensi studi tersebut.
“Ini penting untuk memahami umpan balik antara iklim dan lapisan es, karena ini menyiratkan bahwa ada penundaan substansial dalam perkembangan lapisan es setelah suhu global turun.”
Temuan baru ini menarik terkait dengan migrasi manusia karena mempersingkat waktu antara pembukaan jembatan darat dan kedatangan manusia di Amerika.
Waktu migrasi manusia ke Amerika Utara masih belum ditentukan, tetapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang mungkin pernah tinggal di Beringia selama puncak Zaman Es.
“Orang mungkin sudah mulai menyeberang begitu jembatan darat terbentuk,” kata Pico.
Untuk menentukan kapan Selat Bering dibanjiri selama 46.000 tahun terakhir, Pico dan rekannya melakukan analisis isotop nitrogen di sedimen dasar laut.
Baca Juga: Akibat Migrasi Manusia ke Madagaskar, Sebagian Spesies Unik Hilang
Baca Juga: Tiga Sisa Jasad di Pulau Alor Ungkap Migrasi Terawal Manusia Indonesia
Baca Juga: Mengubah Teori Migrasi: Ada Jejak Leluhur Asia Timur di Eropa Timur
Baca Juga: Manusia Modern Hijrah dari Afrika ke Asia Lewat Jalur Utara dan Selatan Jazirah Arab
Mereka mengukur rasio isotop nitrogen dalam sisa-sisa plankton laut yang diawetkan dalam inti sedimen yang dikumpulkan dari dasar laut di tiga lokasi di Samudra Arktika barat.
Karena perbedaan komposisi nitrogen perairan Pasifik dan Arktika, mereka dapat mengidentifikasi tanda isotop nitrogen yang menunjukkan kapan air Pasifik mengalir ke Arktika.
Mereka kemudian membandingkan hasilnya dengan model permukaan laut berdasarkan skenario yang berbeda untuk pertumbuhan lapisan es.
Pico mengatakan, hal yang menarik bagi mereka adalah bahwa ini memberikan kendala yang sepenuhnya independen pada permukaan laut global selama periode ini.
“Beberapa sejarah lapisan es yang telah diusulkan sangat berbeda, dan kami dapat melihat seperti apa prediksi permukaan laut di Selat Bering dan melihat mana yang konsisten dengan data nitrogen," kata Pico.
“Hasilnya mendukung studi terbaru yang menunjukkan bahwa permukaan laut global jauh lebih tinggi sebelum Maksimum Glasial Terakhir daripada perkiraan sebelumnya.”
Source | : | PNAS,Sci-News |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR