Baca Juga: 2050: Kerugian akibat Banjir Jakarta Diprediksi Naik Lima Kali Lipat
Baca Juga: Tenggelamnya Kota-Kota Dunia, Jakarta dan Bangkok Paling Cepat Kelelap
Taman seluas 62 hektare di sepanjang tepi sungai yang landai itu melayani kawasan permukiman yang berkembang pesat. Dalam kondisi basah, arus membengkak hingga selebar 100 meter. Saat air hujan mengalir dengan lembut ke hilir, air itu mengalir ke lanskap.
Taman Bishan telah menjadi salah satu taman paling populer di Singapura sejak saluran beton utilitarian diubah menjadi lanskap sungai naturalisasi.
Sejak taman itu dibuat, jumlah pengunjung meningkat dua kali lipat menjadi 6 juta setahun. Keanekaragaman hayati di sana juga telah meningkat 30%.
4. Rotterdam
Versi yang sangat urban dari lahan penyerap air hujan adalah "alun-alun yang dapat dibanjiri". Contoh bagusnya adalah Watersquare Benthemplein di Rotterdam, alun-alun umum yang tenggelam dan lapangan basket yang menjadi cekungan air hujan utama saat hujan.
Atap hijau yang menangkap air hujan ini juga membantu mengurangi risiko banjir di area yang dibangun. Sekali lagi, pendekatan Rotterdam menarik. Selain mengurangi aliran air hujan badai, program penghijauan atap kota ini juga berfokus pada multifungsi dengan mengintegrasikan panel surya, ruang sosial dan pertanian atap. "Dakakker" (peternakan atap) tambahan yang dipasang di sana memiliki penyimpanan air hujan yang canggih, hamparan sayuran, sarang lebah, beberapa ekor ayam, dan kafe populer.
Tentu saja, program atap hijau biasanya membutuhkan pemilik gedung swasta untuk bergabung. Rotterdam mensubsidi pemilik yang memberikan atap penghijauan yang mencegat sejumlah besar air hujan. Pada tahun 2021, Rotterdam memiliki 46 hektare atap hijau, setara dengan sekitar 0,5 meter persegi per penduduk.
5. Basel
Kota Basel di Swiss memimpin dunia dengan atap hijau seluas 5,7 meter persegi per orang (per 2019). Basel memiliki insentif serta undang-undang yang mewajibkan atap hijau sejak akhir 1990-an. Progres di Basel ini menyoroti pentingnya menerapkan peraturan lebih awal.
Prinsip tersebut tampaknya juga berlaku untuk kota-kota besar: Tokyo telah mengamanatkan atap hijau sejak tahun 2000, dan memiliki sekitar 250 hektare di antaranya.
"Pengalaman kota-kota yang diprofilkan di atas menunjukkan beberapa unsur penting, kata Croeser.
Pertama, kota harus bersedia berinvestasi besar-besaran, baik untuk ruang hijau baru maupun subsidi untuk mendorong penghijauan oleh pemilik properti pribadi.
Kedua, realokasi ruang abu-abu yang ada, seperti jalan dan kanal, harus dilakukan tanpa rasa takut dan sistematis. Walikota terpilih Paris sejak 2014, Anne Hidalgo, adalah contoh spektakuler keberanian politik yang dibutuhkan untuk penghijauan skala besar.
Ketiga, undang-undang dapat memainkan peran nyata dalam memandu pembangunan, melalui langkah-langkah seperti mengamanatkan penghijauan pada bangunan. Hal ini dapat dicapai melalui pedoman atau aturan yang cukup sederhana seperti persyaratan atap hijau Toyko, atau instrumen berbasis area yang lebih canggih yang memerlukan sebagian pembangunan untuk memiliki dinding dan/atau atap hijau. Kota-kota seperti Seattle dan Brisbane menggunakan aturan ini.
Source | : | The Conversation |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR