Nationalgeographic.co.id—Kaisar Tiongkok mempertahankan takhtanya dengan beragam cara. Mulai dari perang, menyingkirkan musuh di istana, hingga mempercayai nubuat atau ramalan. Di Kekaisaran Tiongkok, nubuat menjadi salah satu kunci penting untuk mengamankan kedudukan kaisar. Sebagai Putra Surgawi, kaisar seolah mendapat wahyu dari dewa dan meneruskannya ke rakyat.
Pertanda sebagai legitimasi dari surga atas kekuasaan penguasa Kekaisaran Tiongkok
Dari fenomena langit hingga panen yang sukses, tanda-tanda keberuntungan dari surga adalah suatu keharusan bagi kaisar Tiongkok.
Salah satu cara paling pasti untuk memastikan legitimasi bagi penguasa atau calon penguasa adalah membuat prediksi tentang masa depan. Kaisar sering mencari pengetahuan tentang kejadian di masa depan dari orang bijak, peramal, dan pejabat untuk melegitimasi kekuasaan mereka.
Beberapa terbukti lebih profetik daripada yang lain. Misalnya Ramalan Sebelum Perang ahli oleh strategi militer Zhuge Liang yang ditulis selama periode Tiga Kerajaan (220—280). Ia meramalkan sejumlah peristiwa selama seribu tahun ke depan. Salah satunya adalah seorang raja akan muncul dari timur Sungai Yangtze—Sima Rui mengambil mahkota pada dinasti Jin Timur (317—420). Lalu, bahwa seorang kaisar wanita akan muncul pada dinasti keempat setelah Tiga Kerajaan. Terbukti, Wu Zetian muncul sebagai kaisar wanita.
Ramalan bisa berasal dari berbagai media. Misalnya buku yang konon dikaruniai dewa, daun dengan pesan yang dibuat oleh cacing, atau potongan sutra dengan karakter misterius.
Melihat masa depan dari perut ikan
Setelah kematian Qin Shi Huang, putra kesayangannya Hu Hai naik takhta. Hu dikenal karena kekejamannya dan menghukum mati 900 tentaranya sendiri pada tahun 209 Sebelum Masehi. Itu dilakukan setelah mereka gagal tiba tepat waktu setelah berbaris dari Yangcheng ke Yuyang untuk mempertahankan wilayah.
Dua perwira tentara, Chen Sheng dan Wu Guang, memutuskan bahwa daripada menerima nasib, mereka akan melancarkan pemberontakan. “Menurut Catatan Sejarawan Agung, untuk mendapatkan dukungan, keduanya menyembunyikan ramalan agar ditemukan tentara,” tulis Yang Tingting di laman The World of Chinese.
Mereka menulis di selembar sutra dan isinya, “Chen Sheng akan menjadi Raja.” Sutra itu dimasukkan ke dalam perut ikan. Mereka membiarkan ikan itu ditemukan oleh salah satu prajurit mereka.
Pada saat yang sama, Wu bersembunyi di kuil terdekat dan meratap, “Kerajaan Chu akan berkembang dan Chen Sheng akan naik takhta.” Takut dan yakin, para prajurit dengan cepat mengangkat senjata untuk membela Chen dan Wu.
Maka, Chen dengan cepat menyatakan dirinya sebagai pangeran dari bekas kerajaan Chu. Kerajaan Chu telah dihancurkan oleh Qin selama periode Negara Berperang. Hanya dalam beberapa bulan, pasukan mereka bertambah menjadi puluhan ribu orang. Mereka mendatangkan malapetaka di Kekaisaran Tiongkok di masa Dinasti Qin.
Namun, Chen dan Wu terbukti menjadi pemimpin yang buruk. Keduanya terlena oleh uang dan kekuasaan. Pemberontakan di dalam pasukan Chen dan Wu membuat pasukan Qin bisa dengan mudah menumpas pemberontak itu.
Menghindari hantu di Gunung Emas
Qin Shi Huang juga mengikuti ramalan demi keamanan takhtanya. Pada 210 Sebelum Masehi ketika kaisar melewati Jinling saat mengelilingi negeri, alkemis yang menyertainya memperingatkannya. Menurut sang alkemis, ada roh raja di daerah itu. Seseorang mungkin menggunakan roh ini untuk merebut takhta dalam waktu 500 tahun.
Legenda tersebut berasal dari masa Dinasti Zhou Timur (770—256 Sebelum Masehi) ketika raja Wei dari Chu rupanya mengubur berton-ton emas di wilayah tersebut. Maka, wilayah tersebut diberi nama Gunung Emas.
Menurut Kronik Lokal Jiankang pada Periode Jingding, kaisar cepat bereaksi. Ia memerintahkan gunung di daerah itu dirobohkan untuk mengubah fengsui. Kaisar juga membuat air dari Sungai Yangtze mengalir ke daerah itu. Semua itu untuk menunjukkan dia bisa mengendalikan roh di Gunung Emas.
Seakan belum cukup, Qin Shi Huang kemudian mengganti nama kawasan menjadi Moling (tempat beternak kuda) untuk mengurangi ketenarannya.
Hu akan menghancurkan Dinasti Qin
Kaisar Tiongkok pertama yang paranoid, Qin Shi Huang, putus asa untuk menghindari kematian. Ia mengirim sejumlah alkemis untuk mencarinya ramuan kehidupan abadi di tahun 215 Sebelum Masehi.
Sebagian besar tidak pernah kembali, mungkin karena mereka tidak menemukan kunci kehidupan abadi. Namun seorang pria bernama Lu Sheng kembali kepada sang penguasa.
Namun alih-alih ramuan mujarab, dia menawarkan kepada kaisar sebuah buku berjudul Notes of Prophecies. Lu Sheng mengeklaim telah menerima buku itu dari makhluk abadi selama perjalanannya.
Buku itu mencatat bahwa seorang pria bernama Hu akan menghancurkan Dinasti Qin. Karena ketakutan, kaisar menafsirkan ancaman itu datang dari suku utara yang dikenal sebagai orang Hu.
Ia memerintahkan jenderalnya untuk menghancurkan orang barbar dan membangun Tembok Besar untuk mempertahankan kekaisaran. Namun, semua ini tidak berhasil. Hanya 15 tahun setelah kerajaan bersatu pertama di Tiongkok terbentuk, Qin Shi Huang meninggal dan dinasti runtuh.
Lebih baik dengarkan cacing
Menurut Kitab Han, pada tahun 78 Sebelum Masehi, terjadi pertikaian hebat di istana tentang siapa yang akan menggantikan Kaisar Zhao dari Han. Saat itu, pohon dedalu (willow) yang mati di taman kekaisaran tiba-tiba hidup kembali. Di dedaunannya ada tulisan yang dibentuk oleh cacing. Konon, mereka menganggapnya sebagai ramalan atau nubuat.
Baca Juga: Kisah Looty, Anjing Ratu Victoria Hasil Jarahan dari Kaisar Tiongkok
Baca Juga: Kaisar Zhengtong, Penyebab Pertempuran hingga Buat Rakyatnya Dibantai
Baca Juga: Gaozong, Kaisar Tiongkok yang Harus Memilih Martabat atau Kedamaian
Baca Juga: Wanli, Kaisar Dinasti Ming Terlama Pilih Tinggalkan Pemerintahannya
Karakternya berbunyi, “Gongsun Bingyi akan memakai mahkota.” Seorang pejabat pengadilan bernama Sui Hong memegang daun tersebut. Ia mengatakan bahwa akan ada orang bermarga Gongsun yang akan naik takhta.
Sui kemudian menyerahkan penemuannya kepada Kaisar Zhao. Pejabat itu menyarankan agar kaisar memperhatikan tanda-tanda, mencari orang yang dimaksud, dan kemudian turun takhta demi mewujudkan ramalan.
Kata-kata Sui membuat marah perdana menteri saat itu Huo Guang. Huo Guang pun mengeksekusi Sui di tempat karena menyebarkan desas-desus. Namun lima tahun kemudian, ketika Kaisar Zhao meninggal, Huo dengan cepat mengalihkan dukungannya dari Liu He menjadi Liu Xun, yang menjadi Kaisar Xuan dari Han.
Nama asli Liu adalah Bingyi. “Gongsun” dapat diartikan sebagai “cucu seorang bangsawan” dan Liu Xun ternyata adalah cucu dari mantan pangeran, Liu Ju.
Di masa itu, nubuat atau ramalan sangat penting untuk berkuasa. Maka tidak heran jika ada musuh yang membuat ramalan palsu untuk menggulingkan kekuasaan pemimpin.
Source | : | The World of Chinese |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR