Formula yang sama digunakan oleh Gereja Katolik (dan sebagian besar gereja Protestan) dan gereja Ortodoks Timur, tetapi dengan perbedaan bahwa sekarang ini menggunakan kalender yang berbeda.
Gereja Katolik dan kebanyakan Protestan menggunakan kalender Gregorian, sebuah reformasi yang diperkenalkan oleh Paus Gregorius XIII oada tahun 1582, tetapi gereja Ortodoks masih menggunakan kalender Julian, yang diperkenalkan oleh Julius Caesar pada tahun 46 SM.
Hasilnya adalah tanggal Paskah yang berbeda diamati di berbagai belahan dunia, terlepas dari semua upaya untuk membakukannya.
Tidak ada penyembah berhala
Perayaan Paskah Kristen kadang-kadang dikatakan berasal dari penyembah berhala dan menggunakan simbolisme penyembah berhala seperti telur dan kelinci, tetapi para sejarawan pada umumnya tidak menganggapnya memiliki kaitan dengan penyembahan berhala.
Baca Juga: Menelusuri Asal Usul Penggunaan Simbol Kelinci di Hari Raya Paskah
Baca Juga: Alfombra, Tradisi Lama Penuh Warna Warga Antigua Sambut Semana Santa
Baca Juga: Selisik Hubungan Dua Ordo Misterius, Assassin dan Kesatria Templar
Baca Juga: Demi Propaganda, Nazi Bikin Alkitab Anti-Semit dan Yesus Ras Arya
"Di tanah Jermanik, hal itu mungkin diambil dari festival musim semi pagan, tetapi kami hanya memiliki sedikit bukti untuk itu," Ronald Hutton, seorang profesor sejarah di University of Bristol di Inggris memberi tahu Live Science.
Hutton mencatat bahwa sarjana Anglo-Saxon abad kedelapan Bede menulis bahwa nenek moyangnya menamai bulan April dengan nama dewi pagan Eostre dan beberapa orang mengira inilah asal mula istilah Paskah.
Tapi ucapan Beda adalah satu-satunya bukti klaim tersebut, dan Paskah juga bisa terjadi di bulan Maret.
Sementara itu, "Paskah dan Eostre mungkin dinamai dari akar kata yang berarti fajar atau pembukaan atau musim semi, yang serumpun dengan bahasa Yunani Eos," kata Hutton.
"Sepertinya tidak ada jejak festival pagan kuno di Eropa utara yang jatuh antara pertengahan Maret dan pertengahan April."
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR