Nationalgeographic.co.id - Di masa Dinasti Joseon, wanita Korea menutupi wajah saat berada di luar. Ini semua karena prinsip-prinsip Konfusianisme yang dianut oleh Dinasti Joseon pada saat itu. Wanita tidak boleh memperlihatkan wajah mereka di depan umum, terutama kepada pria yang tidak dikenal.
Konfusionisme di masa Dinasti Joseon
Konfusionisme adalah ideologi utama di Semenanjung Korea selama periode Dinasti Joseon. Salah satu yang menonjol adalah aturan ketat berdasarkan jenis kelamin. Menurut prinsip Konfusionisme, perempuan dan laki-laki tidak boleh duduk bersama setelah mencapai usia 7 tahun.
Dinasti Joseon memang memiliki peran gender yang ketat. Untuk itu diperlukan peraturan yang mendetail bagi perempuan.
Salah satu contoh aturannya adalah wanita tidak boleh mengintip ke luar atau berjalan-jalan di luar. Saat keluar, wanita harus menutupi wajah mereka. Dan jika harus melihat sesuatu, mereka harus menyembunyikan diri.
Wanita harus tetap di dalam ruangan dan mengurangi frekuensi keluar rumah. Jika wanita keluar tanpa menutupi wajah dan bertemu seseorang, mereka harus menundukkan kepala dan memalingkan wajah ke samping.
Menurut prinsip Konfusianisme di Dinasti Joseon, pria dan wanita tidak boleh bertemu setelah usia tujuh tahun. Ada perbedaan gender yang jelas dalam setiap aspek kehidupan. Mulai dari struktur rumah, hingga jalanan di mana laki-laki berjalan di sebelah kanan dan perempuan di sebelah kiri.
“Selain itu, perempuan diperintahkan untuk tidak memperlihatkan wajah mereka di luar anggota keluarga mereka,” ungkap Rosalind Noor di laman Medium. Itu sebabnya wanita menutupi wajahnya ketika pergi keluar. Hanya orang tua, saudara kandung, mertua, dan paman dan bibi yang diizinkan untuk melihat wajah wanita.
Ada berbagai cara bagi perempuan untuk "menyembunyikan diri" di jalanan
Untuk menyembunyikan wajah digunakan jangot, sseugaechima, atau neoul.
Neoul (cadar) dikenakan oleh wanita istana, sseugaechima oleh kelas yangban (penguasa), dan jangot oleh kelas menengah ke atas dan rakyat jelata. Pembagian ini tidak diatur secara ketat dan dilonggarkan pada akhir periode Joseon. Jadi, baik kelas atas maupun menengah mengenakan jangot.
Setelah Reformasi Kabo tahun 1894, wanita kelas atas diizinkan untuk membuka cadar. Penggunaan cadar berakhir hingga abad ke-20.
Jangot
Jangot adalah jenis jubah luar atau mantel, dipakai sebagai kerudung untuk menutupi wajah wanita Dinasti Joseon.
Jangot awalnya dipakai sebagai mantel sampai abad ke-17. Namun mantel itu mulai dikenakan di atas kepala pada pertengahan abad ke-18, terutama oleh wanita bangsawan.
Meski berubah dari mantel menjadi penutup kepala, konstruksi garmennya tetap sama. Tampak seperti mantel panjang dengan dua lengan dan kerah dalam dan luar. Sedangkan di bagian kerah ada pita.
Jangot adalah pakaian khas wanita untuk menutupi wajah saat pergi keluar dan yang paling banyak dipakai. Itu adalah penutup kepala pilihan untuk kelas menengah dan bawah.
Sseugaechima
Sseugaechima dipakai selama pertengahan dan akhir Dinasti Joseon. Meskipun tidak ada tanggal yang pasti, diperkirakan bahwa sseugaechima mulai dipakai sekitar tahun 1536. Secara harfiah, sseugaechima berarti rok penutup kepala karena bentuknya yang seperti rok. Sseugaechima biasanya terbuat dari katun atau sutra dan biasanya berwarna putih, giok, atau merah.
Sseugaechima lebih dihargai daripada jangot, tetapi jauh lebih mudah dibuat daripada Neoul yang dikenakan oleh wanita kelas atas. Namun, menjelang akhir periode Joseon, perbedaan antar kelas melemah dan wanita dari setiap kelas mengenakan sseugaechima.
Sseugaechima menghilang dari Universitas Ewha dan Yeondong pada tahun 1908. Pada tahun 1911, penggunaan sseugaechima dilarang penggunaan di Universitas Baehwa. Akhirnya wanita menggantinya dengan payung. Sseugaechima bertahan, terutama di daerah pedesaan, hingga pertengahan abad ke-19.
Neoul (cadar) dan topi
Terbuat dari sutra tipis, neoul adalah penutup kepala wanita formal yang dikenakan oleh wanita kelas atas. Wanita bisa melihat bagian luar karena kainnya seperti jaring, tetapi yang lain tidak bisa melihat bagian dalamnya.
Sedangkan topi terbuat dari bambu dan dilapisi dengan kertas minyak. Topi biasanya digunakan oleh wanita kelas bawah.
Baca Juga: Kenapa Banyak Sekali Orang Korea Selatan yang Punya Nama Kim?
Baca Juga: Kisah Cinta Terpendam 1.500 Tahun Pangeran Persia dan Putri Korea
Baca Juga: Ketika Perang Dingin Memecah Korea Menjadi Dua
Aturan ketat yang harus dipatuhi wanita Korea di era Dinasti Joseon
“Mencapai usia 7 tahun, anak laki-laki dan perempuan tidak lagi duduk bersama.” Ini adalah ajaran Konfusius yang sudah lama dianut di Korea. Berdasarkan ajaran ini, timbullah suatu kebiasaan dan sistem yang secara ketat mengatur atau melarang kontak antar-jenis kelamin.
Aturan ketat itu adalah semacam aturan sosial, menjaga “jarak antar jenis kelamin” yang tepat (nae-oe beop).
Selain itu ada juga aturan yang disebut “jalan tiga kepatuhan” (sam-jong-ji-do). Aturan ini mengharuskan wanita mematuhi ayahnya sebelum menikah, mematuhi suaminya setelah menikah, dan mematuhi putranya setelah kematian suaminya.
Aturan jarak antar jenis kelamin adalah aturan sosial tak tertulis yang sangat efektif untuk membatasi kebebasan wanita selama Dinasti Joseon.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Source | : | Medium.com |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR