Nationalgeographic.co.id—Bayangkan seekor sapi jantan raksasa, dengan tanduk besar melengkung gagah, merumput di padang rumput yang tak berujung. Otot-ototnya yang kekar berdenyut di bawah bulu-bulunya yang berkilau.
Inilah aurochs (Bos primigenius), leluhur dari sapi modern yang pernah menjelajahi panorama alam yang kaya ini hingga garis keturunannya terhenti pada tahun 1627. Kepunahannya menandai babak kelam dalam sejarah manusia.
Kisah Aurochs bukan hanya menggugah rasa kagum akan kebesaran alam, tetapi juga mengingatkan kita pada tanggung jawab besar untuk menjaga makhluk-makhluk yang masih bertahan hingga hari ini.
Anatomi dan Ekologi
Bagaimana rupa sang raksasa ini? Berbagai kerangka, tengkorak, dan sisa-sisa tulang lainnya yang terawetkan dengan baik di seluruh Eropa memberikan gambaran jelas tentang morfologi sapi ini.
"Sapi ini adalah sapi yang besar ... memiliki rata-rata tinggi 160 hingga 180 cm untuk jantan dan 150 cm untuk betina," tulis Daniel Foidl, pada laman The Extinctions.
Tak hanya ukurannya yang hampir dua meter, aurochs juga memiliki bentuk tubuh yang berbeda dari sapi modern. Kaki mereka lebih panjang, badan lebih pendek, dan kepala lebih besar dengan tanduk yang sangat mencolok.
"Perbedaan penting lainnya pada aurochs adalah kenyataan bahwa tulang belikat lebih tinggi, membentuk [menyerupai] "punuk" seperti yang terlihat pada sapi liar lainnya," imbuh Daniel.
Lukisan gua kuno di Lascaux, Chauvet, dan Altamira, menggambarkan aurochs dengan gelambir pendek dan ambing yang hampir tak terlihat, mirip dengan sapi liar yang masih ada saat ini.
Dalam ekosistem tempat mereka tinggal, aurochs memainkan peran penting. Sebagai herbivora besar, mereka membantu menjaga keseimbangan vegetasi dengan merumput. Hal ini memastikan bahwa tanaman tertentu tidak mendominasi dan mengganggu keragaman hayati.
Baca Juga: Pengorbanan Manusia Suku Maya, Benarkah Anak Kembar Jadi Incaran?
Selain itu, pola migrasi mereka yang musiman membantu menyebarkan biji-bijian dan nutrisi melintasi ekosistem, sering kali membuka jalur bagi hewan lain.
Aurochs hidup dalam struktur kawanan yang terorganisir. Betina dan anak-anaknya berkumpul dalam kelompok, sementara pejantan dewasa cenderung lebih soliter atau berkelompok dengan pejantan lain di luar musim kawin.
Namun, walaupun mereka terlihat sebagai hewan yang tangguh dan tak tergoyahkan, kenyataannya aurochs sangat rentan terhadap perubahan yang dibawa oleh manusia.
Jalan Menuju Kepunahan
Tragisnya, seiring waktu dan berkembangnya peradaban, aurochs mulai menghadapi ancaman yang tak terelakkan.
Kemajuan teknologi dan ekspansi wilayah manusia secara bertahap mengikis habitat alami yang menjadi rumah bagi makhluk-makhluk ini.
Rumah mereka yang hijau dengan cepat berubah menjadi lahan pertanian dan pemukiman manusia. Dengan hilangnya habitat, hilang pula kesempatan mereka untuk bertahan hidup.
"Peradaban manusia yang berkembang bertanggung jawab atas hilangnya habitat yang dramatis karena sebagian besar wilayah hidupnya diubah menjadi padang rumput untuk ternak dan kuda domestik atau ladang pertanian," kata Daniel.
Tak hanya itu, Perburuan yang tak terkendali juga semakin mempercepat kepunahan aurochs. Pemburu dari berbagai strata masyarakat, mulai dari bangsawan hingga rakyat jelata, mengincar aurochs untuk diambil daging, kulit, dan tanduknya yang megah.
Belum selesai, semua ini, masih harus ditambah dengan penyakit yang dibawa oleh hewan ternak domestik. Hal ini menambah daftar tantangan yang harus dihadapi oleh aurochs untuk bertahan hidup.
Populasi aurochs terakhir yang diketahui bertahan hidup di hutan Jaktorow, sebuah wilayah di Polandia yang telah mendapat perlindungan kerajaan.
Baca Juga: Asal-usul Pengorbanan: Dari Hadiah untuk Dewa Hingga Faktor Ekonomi
Namun, upaya konservasi yang dilakukan terlambat untuk menyelamatkan spesies ini. Catatan terakhir dari penjaga hutan menunjukkan upaya mereka untuk menjaga hewan-hewan ini, tetapi satu per satu, aurochs jatuh ke tangan waktu dan keadaan.
Pada tahun 1627, aurochs terakhir, seorang betina, menghembuskan nafas terakhirnya, dan dengan demikian, hilanglah salah satu makhluk paling megah yang pernah menginjak bumi.
Warisan Aurochs
Meskipun aurochs telah punah dengan cara yang tragis, warisan genetiknya tetap hidup dalam diri sapi-sapi modern.
"Keturunan hidup dari aurochs dapat dibagi menjadi dua garis keturunan genetik: sapi taurine dan sapi zebuine (berpunuk Asia)," jelas Foidl.
Upaya untuk "mengembalikan" aurochs melalui persilangan sapi modern, seperti Heck cattle dan Taurus cattle, telah dilakukan, namun hasilnya belum sepenuhnya mereplikasi kemegahan sang leluhur.
Tak hanya itu, terdapat hubungan genetik antara betina aurochs dengan sapi Limousin modern, yang dikenal dengan keunggulan fisiknya di dunia peternakan. Sebuah fakta menarik yang menambah kekaguman pada legasi aurochs yang masih memengaruhi dunia kita hari ini.
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR