Nationalgeographic.co.id—Di dunia paleontologi, perdebatan seru tentang hewan purba bukan hanya terjadi di kalangan para ahli.
Para pecinta dinosaurus dan hewan purba pun kerap terlibat dalam adu argumen, tak ubahnya para pecinta komik yang memperdebatkan Batman vs. Superman, Hulk vs. Wolverine, atau Iron Man vs. Batman.
Salah satu pertarungan paling menarik di kalangan pecinta hewan purba adalah Tyrannosaurus Rex vs. Spinosaurus, yang bahkan ditampilkan dalam film Jurassic Park III.
Namun, artikel ini tidak akan membahas pertarungan dinosaurus di darat, melainkan di lautan. Dua predator laut raksasa yang akan menjadi fokus utama adalah Mosasaurus hoffmanni dan Carcharocles megalodon.
Keduanya merupakan predator puncak di masanya, namun tak pernah bertemu di habitat yang sama karena terpisah oleh waktu sekitar 50 juta tahun.
Punahnya reptil air, khususnya mosasaurus besar, pada akhir Cretaceous membuka peluang bagi hiu raksasa seperti megalodon untuk berevolusi dan mengisi kekosongan predator puncak di lautan.
Meskipun kebanyakan mosasaurus tak bisa menandingi megalodon dalam hal ukuran, sisa-sisa fosil terbesar Mosasaurus hoffmanni menunjukkan bahwa hewan ini memiliki panjang mencapai 18 meter, setara dengan perkiraan panjang megalodon.
"Dengan demikian, kedua predator ini memiliki ukuran yang sebanding, sehingga pertarungan di antara keduanya akan menjadi duel maut yang sengit," papar Lee Matthew dalam artikel yang tayang di Fossilera.
Mosasaurus
Mosasaurus, sang predator laut yang mendominasi lautan pada masanya, terkenal dengan giginya yang besar dan tajam.
Sekitar 40-50 gigi berbentuk kerucut ini tertanam pada rahang yang panjang dan meruncing, memungkinkan mereka untuk menelan mangsa secara utuh. Rahang ini memiliki engsel ganda dan tengkorak yang fleksibel, mirip dengan ular modern.
Baca Juga: Dunia Hewan: Megalodon, Antara Fosil dan Penampakan 'Aslinya'
Berbeda dengan predator lain yang menggigit mangsanya dalam potongan besar, Mosasaurus menggunakan teknik menusuk dan menelan mangsanya secara utuh.
Menu mereka kemungkinan besar terdiri dari ikan, penyu, amonit, serta mosasaurus dan plesiosaurus yang lebih kecil. Menariknya, amonit yang memiliki diameter mulai dari beberapa inci hingga 1,4 meter, bisa menjadi sumber makanan utama Mosasaurus.
Sebagai reptil, Mosasaurus membutuhkan udara untuk bernapas. Artinya, mereka perlu sesekali muncul ke permukaan untuk mengisi paru-paru mereka dengan oksigen.
Kaki Mosasaurus telah berevolusi menjadi seperti dayung, dengan kulit yang menyatukan tulang jari tangan dan kaki. Bentuk tubuhnya yang ramping dengan ekor panjang dan kuat membantu mereka berenang dengan gerakan berkelok-kelok.
Kakinya lebih berperan untuk manuver dan keseimbangan, bukan sebagai penggerak utama.
Megalodon
Megalodon, hiu raksasa yang hidup jutaan tahun lalu, terkenal dengan rahangnya yang luar biasa besar dan gigi-giginya yang tajam seperti pisau.
Rahang ini, dengan panjang mencapai 2,1 meter, dilengkapi dengan 5 baris berisi sekitar 276 gigi. Gigi-gigi ini dirancang khusus untuk merobek dan mencengkeram mangsa yang kuat, menjadikannya predator puncak di lautan pada masanya.
Sayangnya, karena kerangka hiu umumnya terbuat dari tulang rawan yang tidak mudah terawetkan, para paleontolog hanya memiliki sedikit bukti fosil untuk mempelajari Megalodon.
Rahang dan beberapa jejak fosil lainnya menjadi sumber informasi utama untuk membangun hipotesis tentang hiu raksasa ini.
Berdasarkan bentuk rahang dan gigi-giginya, para ilmuwan menduga bahwa Megalodon memiliki tubuh yang mirip dengan hiu putih raksasa, namun dengan kekuatan dan kemampuan yang jauh lebih besar.
Baca Juga: Mungkinkah Megalodon Masih Hidup dan 'Bersembunyi' di Palung Mariana?
Jika Megalodon memiliki perilaku berburu seperti hiu putih, kemungkinan ia akan melakukan penyergapan dari bawah, menyerang mangsanya secara presisi dengan gigitan yang luar biasa kuat.
Hiu putih dikenal dengan teknik menggoyangkan mangsanya dari sisi ke sisi untuk meningkatkan kekuatan gigitan, dan Megalodon kemungkinan besar juga menggunakan teknik yang sama.
Bukti fosil menunjukkan bahwa Megalodon adalah predator aktif paus besar. Tanda gigitannya telah ditemukan pada tulang belakang paus purba, menjadi bukti kekuatan dan keganasan predator ini.
Struktur gigi Megalodon yang jarang retak, bahkan saat mengenai tulang, menunjukkan adaptasi sempurna untuk mencabik dan melahap mangsanya yang besar.
Skenario pertarungan
Setelah menjelajahi fakta-fakta tentang Mosasaurus dan Megalodon, siapakah yang akan menjadi pemenang dalam pertarungan sengit ini? Pertanyaan ini masih menjadi perdebatan menarik di kalangan ahli paleontologi.
Namun, demi membangkitkan imajinasi, mari kita bayangkan skenario berikut ini.
Seorang penjelajah waktu eksentrik yang terobsesi dengan pertarungan brutal para monster prasejarah telah menculik seekor Mosasaurus dan Megalodon.
Ia menempatkan mereka di dalam tangki raksasa layaknya arena gladiator bawah laut. Kedua monster ini, marah dan lapar karena dicabut dari masanya, siap untuk saling bertarung.
Mosasaurus dan Megalodon saling berputar, mengamati lawannya dengan seksama. Naluri purba mereka bekerja, merencanakan serangan mematikan.
Mosasaurus, melihat tubuh Megalodon yang besar, berpikir untuk menggunakan kelincahannya untuk menyerang sirip atau ekor hiu raksasa itu. Namun, ia ragu apakah giginya mampu menembus kulit tebal Megalodon.
Baca Juga: Dunia Hewan: Megalodon Berdarah Panas dan Itu yang Membuatnya Punah
Di sisi lain, Megalodon berniat menggigit bagian tengah tubuh Mosasaurus yang panjang untuk melumpuhkan dan mencabik-cabiknya. Namun, sebenarnya, seluruh tubuh Mosasaurus menjadi target potensial.
Jarak antara mereka semakin dekat. Mosasaurus bergerak meliuk-liuk di dalam air, kecepatannya berubah-ubah antara lambat dan tiba-tiba melesat saat Megalodon berenang mendekat.
Megalodon berenang dengan tenang dan waspada, matanya yang hitam tajam mengamati sekeliling. Mosasaurus, dengan hati-hati dan cepat, muncul ke permukaan untuk mengambil udara, kemudian segera menyelam dan mencoba bermanuver di bawah Megalodon.
Tiba-tiba, Megalodon berputar dengan kecepatan tinggi dan menerjang Mosasaurus, mencegahnya mendapatkan keuntungan dengan menyerang dari bawah.
Tabrakan dahsyat terjadi. Mosasaurus mencoba menghindar, namun gagal menggigit ekor Megalodon.
Megalodon memutar tubuhnya untuk menempatkan Mosasaurus tepat di depan rahangnya yang kuat dan menggigit daging bergetar di ekor Mosasaurus saat reptil itu berusaha melepaskan diri.
Gigitan demi gigitan Megalodon melumpuhkan Mosasaurus, otot-ototnya yang tadinya berontak menjadi kaku dan lemas saat darah mengucur deras ke dalam air.
Sang penjelajah waktu, kecewa dengan hasil ini. Ia lebih ingin reptil air yang jauh lebih keren, Mosasaurus, yang menjadi pemenang, daripada hiu raksasa Megalodon yang gemuk.
Hasil akhir pertarungan
Meskipun skenario pertarungan Mosasaurus vs Megalodon di arena bawah laut tadi menarik, mari kita kembali ke realita dan menganalisis fakta-fakta yang ada untuk menentukan pemenang yang sebenarnya.
Melihat dari anatomi dan karakteristiknya, Mosasaurus memiliki tubuh yang panjang dan ramping, dengan rahang yang lebih cocok untuk menelan mangsa kecil seperti amonit dan ikan.
Di sisi lain, Megalodon memiliki tubuh yang jauh lebih kuat dan kokoh, serta rahang besar yang dirancang untuk melahap mangsa besar seperti paus dan mamalia laut lainnya.
Perbedaan kekuatan rahang ini sangat signifikan. Kulit tebal Megalodon kemungkinan besar akan sulit ditembus oleh gigitan Mosasaurus.
Satu gigitan dahsyat dari Megalodon sudah cukup untuk melumpuhkan atau bahkan membunuh Mosasaurus. Selain itu, bentuk tubuh Mosasaurus yang ramping tidak ideal untuk berenang dengan kecepatan tinggi, memberikan Megalodon keuntungan besar dalam hal manuver dan kelincahan di dalam air.
Megalodon, dengan kekuatan gigitan, ketahanan tubuh, dan kemampuan manuvernya yang superior, memiliki peluang besar untuk mengalahkan Mosasaurus dalam pertarungan nyata.
Meskipun Mosasaurus memiliki kelincahan dan teknik berburu yang unik, kekuatan dan keganasan Megalodon sebagai predator puncak di masanya menjadikannya lawan yang terlalu tangguh.
KOMENTAR