Guru kemudian memberi tanda tangan dan mencantumkan tanggal. Sejak saat itu, kaligrafer dapat menandatangani karyanya dengan kata katabahu atau "ia menulisnya." Icazetname adalah kehormatan tertinggi yang diberikan kepada seorang kaligrafer.
Bahan dan alat
Selain memberikan instruksi artistik tentang seni menulis indah, seorang guru kaligrafi juga melatih siswa bagaimana menyiapkan dan menggunakan berbagai bahan dan alat.
Banyak barang yang digunakan merupakan karya seni tersendiri, terbuat dari bahan berharga dan dikumpulkan oleh kaligrafer maupun penguasa Ottoman.
Sebelum seorang kaligrafer menulis huruf pertama, bulu pena harus dipotong, tinta dicampur, kertas disiapkan, dan area penulisan diatur.
Pena kaligrafi (kalem) terbuat dari batang bambu yang tumbuh di sekitar aliran air. Kalem yang lebih tebal terbuat dari bambu, sedangkan yang tipis dari batang mawar. Panjang sekitar 24-30 cm, dengan diameter yang bervariasi tergantung pada jenis naskah yang akan dibuat.
Setelah batang bambu dipilih, mereka disimpan dengan ara dikubur dalam kotoran kuda hingga empat tahun.
Batang yang sudah disiapkan dipotong dengan menempatkannya di atas makta (permukaan datar yang sering terbuat dari gading atau kayu).
Batang tersebut ditahan oleh alur kecil yang menonjol di salah satu ujung makta. Ujungnya dipotong dengan pisau setajam silet pada sudut untuk memperlihatkan lubang berbentuk oval.
Batang itu kemudian dibentuk untuk membentuk lidah datar (kalem dili). Lidah ini kemudian dipecah sejajar dengan pena. Lubang ini berfungsi sebagai reservoir tinta. Akhirnya, ujung lidah dipotong dengan sudut miring.
Untuk skrip yang sangat halus, digunakan duri pohon palem yang dilekatkan pada batang bambu. Pengetahuan tentang bahan-bahan yang digunakan untuk membuat tinta kaligrafi adalah rahasia berharga di kalangan kaligrafer, masing-masing punya rumus dan resep yang mereka sukai sendiri.
Baca Juga: Komunitas di Batavia 'Backingan' Ottoman Buat Kesal Kolonial Belanda
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR