Sebagai pahlawan Yunani dan anggota Myrmidon, Achilles merasa memiliki tanggung jawab dan kehormatan untuk mempertahankan tanah airnya dan menjaga kehormatan bangsanya.
Penculikan Helen, istri Raja Menelaus dari Sparta, oleh Paris dari Troya memicu konflik yang dikenal sebagai Perang Troya.
Achilles, seperti banyak prajurit Yunani lainnya, menganggap perang ini sebagai perjuangan yang benar dan merasa berkewajiban untuk berpartisipasi dalam membela Yunani dan mengembalikan Helen.
Ramalan tentang nasib Achilles juga berperan penting dalam keputusannya untuk bergabung dalam Perang Troya. Meskipun beberapa ramalan meramalkan kebesarannya sebagai prajurit, ramalan lainnya menunjukkan kematiannya di medan perang.
Achilles menyadari ramalan-ramalan ini, termasuk peringatan ibunya, Thetis, tentang pilihan antara berumur panjang tapi hidup biasa-biasa saja atau kehidupan singkat tetapi penuh kemuliaan.
Meskipun berisiko, Achilles memilih jalan kepahlawanan, terpengaruh oleh panggilan ilahi dan keinginannya menjadi mahsyur selamanya.
Keputusan Achilles untuk bergabung dalam Perang Troya juga dipengaruhi oleh tekanan dari rekan-rekan dan harapan masyarakat terhadap kepahlawanan.
Sebagai tokoh terkemuka di antara prajurit Yunani, Achilles merasa tekanan untuk menunjukkan keberanian dan kemampuannya di medan perang.
Selain itu, pahlawan dalam mitologi Yunani sering dinilai dari tindakan mereka di medan perang, dan Achilles ingin mempertahankan reputasinya sebagai prajurit terbesar pada masanya.
Kemarahan Achilles
Sepanjang Perang Troya, Achilles bergulat dengan kemarahannya sendiri. Konfliknya dengan Raja Agamemnon terkait pembagian rampasan perang menjadi pemicu kemarahan ini, yang membuat Achilles mundur dari medan perang.
Baca Juga: Selidik Theorychia, Tambang Belerang yang Terbengkalai di Pulau Milos
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR